13; - Si Kembar Dirawat -

628 38 1
                                    

Sejak kejadian Reiko pingsan, anak itu akhirnya dirawat dirumah sakit. Sudah seminggu si kembar tidak sekolah, teman-temannya menjenguk setiap hari secara bergantian. Irfan yang setia menjenguk setiap hari, menemani Si Kembar bermain. Kadang ia membawa buku pelajaran untuk dikerjakan bersama Reiko dan Jeriko.

“Tamannya masih sama ya,” Jeriko yang sedang duduk di kursi rodanya berbicara.
Tidak ada suara yang menjawab, Jeriko terkekeh “Kamu pasti lupa ya.”

“Aku bahkan kadang lupa kalau punya penyakit,” Reiko menjawab dengan lirih tapi masih bisa di dengar oleh Jeriko.

Jeriko tersenyum, menatap kembarannya yang sedang duduk di bangku taman samping kursi rodanya. Lengkap dengan wajah pucat juga infus yang masih tertancap di tangan kirinya, kondisinya sama dengan Jeriko namun wajah Jeriko masih memperlihatkan keceriaan.

“Reiko, kamu itu gak suka buah yang banyak airnya tapi kamu suka strawberry. Terus takut sama gurita dan cumi-cumi karena bentuknya aneh, kita sering ngerjain Bang Faraz tapi kamu bakal jadi penghianat karena nantinya bantui Bang Faraz buat balas dendam,” Tiba-tiba Jeriko berbicara tentang Reiko.

“Penyakit?” tanya Reiko sambil menatap manik legam kembarannya.

“Bunda  cuma bilang kamu akan lupa karena fungsi otaknya gak normal, gatau namanya apa. Apa karena kita kembar jadi otaknya kebagi dua terus otak kamu kekecilan?”

“Gak ada yang kayak gitu, dasar,” Senyuman muncul di bibir pucat Reiko.

Tiba-tiba kepala Reiko pusing, seperti ada film yang berputar dikepalanya tapi Reiko tidak mengerti satu pun film itu. Dengan cepat ia melahap obatnya tanpa bantuan air.

Jeriko tertawa, “Lucu, dulu kamu minum vitamin biar aku mau minum obat. Sekarang kita sama-sama minum banyak obat pahit.”

Reiko melirik ke arah Jeriko yang termenung menatap botol obat Reiko, “Gak ada yang bisa menebak masa depan kan?”

“Obat gak akan buat kita sembuh,” Jeriko menghempaskan tangan Reiko yang sedang memegang obat, hingga obatnya berjatuhan.

“Kenapa sih Jer?” Reiko memungut kembali tabung obatnya, menyelamatkan obat yang masih ada di dalamnya dan segera menginjak obat-obat yang sudah kotor.

Jeriko melajukan kursi rodanya ke arah kamar rawatnya, “Semuanya omong kosong!”

Dengan berjalan tertatih Reiko menyusul adikknya yang ternyata sudah sampai di depan kamar rawat dan hendak menutup pintu.

“Jeri!” Reiko menahan pintu kamar.

“Pergi,” Dengan cepat Jeriko berdiri dari kursi rodanya lalu menutup kasar pintu dan menguncinya dari dalam.

“Jer, kamu kenapa sih,” Reiko terus mengetuk pintu Jeriko.

“Jer, kita omongin baik-baik.”

Tidak ada jawaban dari Jeriko, yang terdengar hanya isakan tangis Jeriko yang membuat Reiko menjadi pilu.

“Apapun yang ada di pikiran kamu, aku harap gak ada kata nyerah disana,” Reiko langsung meninggalkan kamar rawat adiknya itu.

“Kamu gak tau Rei gimana rasanya hidup tergantung dengan obat dari kecil,” butiran kristal berjatuhan dari manik layu milik Jeriko, secepat kilat ia langsung mengusapnya.

Untuk ReJerikoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang