10; - Teman -

714 70 3
                                    

Irfan hanya diam di balkon menatap kamar si kembar yang gelap. Biasanya jam segini kamar mereka masih menyala, bahkan suara mereka masih terdengar. Irfan menghela nafas.

“Kangen juga ya ternyata.”

“Galau lo?”
Irfan menatap kakaknya dengan malas.

“Dih di deketin kakak sendiri tuh mata dah roling roling.”

“Lagian tumben banget kesini, biasa juga malem ngeluyur terus.”

“Lagi males.”

Keadaan hening hanya suara angin dan deru nafas mereka berdua yang terdengar. Memang kakak adik itu tidak terlalu dekat untuk saling mengobrol, tapi mereka sangat baik menjaga hubungan erat persaudaraan. Dengan bergelut misalnya.

“Kalau kangen, kunjungin aja kerumah sakit. Gue anter.”

“Nggak, paling mereka lagi istirahat.”

Reza mengelus surai adiknya lembut, ia tau betapa dekatnya adiknya itu dengan anak kembar keluarga Haki. Walaupun Reza gak terlalu dekat, biasanya kalau Reza dirumah selalu terdengar suara gaduh dari rumah tetangganya itu.

Saking heningnya terdengar suara saklar lampu, kakak beradik itu melihat ke kamar seberang. Kamar milik anak sulung keluarga Haki lampunya sudah padam, berarti ia akan segera ke rumah sakit meninggalkan rumah itu tanpa penghuni.

“Bang Faraz baru pergi, kasian juga pulang kuliah sore terus beresin rumah, mandi, istirahat, abis isya langsung pergi ke rumah sakit.”

“Segitu deketnya ya kamu, sampai tau kebiasaan tetangga.”

“Makanya bergaul sama tetangga, jangan cuma main sama anak tongkrongan.”
Faraz emang suka bersih-bersih rumah makanya tidak masalah gak ada pembantu. Karena ada 3 anak laki-laki yang siap membantu, walaupun si bungsu kalau disuruh ngerengek dulu.

“Masuk, besok sekolah kalau masuk angin malah repot.” ucap Reza sambil masuk ke kamarnya, yang berada di samping Irfan.
Irfan berjalan menuju kamarnya, menutup pintu balkonnya beserta tirai. Besok ia akan mengajak teman-temannya menjenguk Si kembar.

🌸🌸🌸

Dengan baju khusus Rumah Sakit, Bunda zelle terus menatap Jeriko yang masih enggan membuka mata. Wajahnya pucat dan banyak terpasang alat untuk menunjang hidupnya.

“Bunda takut kehilangan kamu, jangan gitu lagi ya Jeriko,” Bunda menangis di Ruang ICU, memegang erat tangan putranya.

Sudah dua hari sejak melemahnya jantung Jeriko, tapi ia masih belum membuka matanya. Apa begitu takutnya pada dunia sampai kamu enggan membuka mata Jeriko?

"Gue bener-bener gak sanggup," Irfan memperhatikan Jeriko dari kaca, ia baru di beritahu saat sampai di rumah sakit kalau ternyata Jeriko koma.

“Gak sanggup apa?” Tanya Danny bingung dengan tingkah temannya.

“Gak sanggup liat Jeri sakit,” Irfan akhirnya menangis, daritadi ia menahan air matanya, “Gue kangen Jeriko.”

“Dia pasti bangun,” Riski menepuk bahu Irfan beberapa kali.

“Jer, sepi banget gak ada lo,” Ucap Juno lirih.

“Jeriko kalau lo bangun, boleh deh makan es krim gue” ucap Danny.

Pertemanan mereka memang baru berjalan beberapa bulan, tapi kedekatan mereka tidak bisa diragukan. Mereka sudah sering bersama, bahkan lumayan dekat dengan orangtua teman-temannya itu.

“Eh kalian kok disini?” Reiko menatap keempat temannya yang berdiri di depan pintu ruang ICU. Padahal sekarang masih pukul 1 siang, seharusnya mereka masih disekolah.

Untuk ReJerikoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang