17; - Kenangan -

625 58 5
                                    

Disebuah taman kecil dengan air mancur di tengahnya, Reiko hanya diam menatap percikan air yang mengenai tumbuhan di dekatnya.

“Reiko ayo terapinya mau dimulai.”

Reiko hanya diam, membiarkan bundanya mendorong kursi rodanya ke ruangan khusus tempat ia biasa melakukan terapi ingatan.

Sebenarnya Reiko lelah, tapi melihat Ayah dan Bundanya yang penuh semangat untuk membuat ia sembuh. Reiko juga harus berusaha, walaupun ia tau jika ia terus melakukan terapi, penyakitnya tidak akan sembuh.

Bunda meletakkan kursi roda Reiko di depan kursi Dokter, setelah itu Bunda duduk di kursi pinggir ruangan.

“Reiko liat ini,” Dokter itu memegang sebuah album foto.

“Ini siapa?” Tanya Dokter itu menunjuk foto dua anak laki-laki memegang balon.

“Aku dan Jeri.”

“Apa yang paling kamu sukai dari Jeriko?”

“Senyumannya.”

“Akhir-akhir ini kamu kehilangan berapa ingatan?”

“Aku... sempat lupa Bunda,” ucao Reiko dengan nada bergetar.

Beberapa pertanyaan terus di ajukan oleh sang Dokter, Reiko menjawabnya singkat dan padat.

“Kita istirahat dulu ya besok kita sambung lagi.”

Bunda berdiri lalu membawa Reiko keluar ruangan menuju kamar rawat Jeriko, dilihatnya Jeriko yang masih tertidur pulas dengan casal kanulanya dan alat pendeteksi jantung.

Reiko tersenyum saat mata Jeriko terbuka.

“Kenapa liat-liat?”

“Emang gak boleh liat adik sendiri?”

“Nggak, ntar naksir lagi.”

“Aku tuh masih suka cewek, apalagi yang kayak bunda,” ucap Reiko sambil melirik bundanya.

Bunda menarik hidung Reiko sambil tersenyum “Bisa aja kamu ya,“

“Gombal sama tembok sana,” Jeriko menunjuk tembok yang ada disebelahnya.

“Hih gila,”

Reiko berdiri dari kursi rodanya mendekati tempat tidur Jeriko. Sedangkan Bunda keluar dari kamar, membiarkan anak kembarnya berbicara.

“Kok kamu pakai kursi roda?”

“Gapapa, bunda bilang biar gak capek,” Reiko menundukkan kepalanya, “Aku pengen ke Jepang Jer.”

“Ayo minta Ayah liburan ke Jepang.”

“Kalau kita kambuh dijalan gimana?”

Jeriko hanya diam, benar juga kata kembarannya. Ternyata Reiko lumayan pinter.

“Tumben pinter.”

“Inget ya pas SD aku yang menang lomba calistung,” Sombong Reiko.

“Itu karena aku sakit, kalau aku ikut pasti aku yang menang.”

“Mimpi aja, orang kamu sering nangis kalau diajari Bang Faraz ngitung.”

“Aku nggak inget tuh,” Jeriko pura-pura tidak melihat kembarannya.

“Aku jadi kangen temen baru kita.”

“Mereka gak dibolehin kesini sama Irfan, katanya nanti ganggu waktu istirahat kita.”

“Bener-bener tuh anak.”

“Dia udah banyak ngebantu kita.”

“Iya, aku bangga punya temen kayak dia.”

Untuk ReJerikoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang