16; - Jeriko -

651 59 1
                                    

Jika ketiga putra Ayah Haki berkumpul, tidak akan ada kata kalem dan sepi. Bahkan Bunda Zelle sudah lelah berteriak menyuruh mereka untuk mengecilkan suara, Bunda malu kalau ketemu ibu-ibu komplek ditanyain mulu. Anaknya main apa sampai suaranya kedengeran ke rumah mereka, bunda hanya bisa senyum terus minta maaf karena anak-anaknya kelewatan aktif.

Hari ini weekend, jadi si kembar dan Faraz memutuskan bermain PS secara bergantian. Walaupun sudah tau kalau akhirnya Faraz harus mengalah, ia tetap ikut bermain dengan kedua adik manisnya.

“AYO BANG FARAZ! REIKO PASTI MENANG!”

“Jangan curang dong bang!”

“Kamu yang gak pinter main.”

“AWAS KANAN BANG FARAZ!”

“Yah!”

“Kan, Reiko kalah.”

“Gantian Jeriko lawan Bang Faraz.”

“Gamau, maunya main sama Rei.”

“Tapi kan abang yang menang!”

“Gamau.”

“Yaudah kalian gak usah main,” Faraz mengambil kedua stik PS lalu menyimpannya di dalam bajunya.

“Bang Faraz!”

“Bunda!!”

“FARAZ ADIKKNYA JANGAN DI AJAK BERANTEM!!”

“Curang banget, mainnya aduan.”

“Serang!” Jeriko langsung menubruk kakak sulungnya itu hingga terjatuh di karpet.

Reiko yang melihat itu langsung menindih tubuh kakaknya. Jeriko memegang tangannya agar tidak bisa bergerak, mengikatnya dengan selimut milik Reiko.

“Jangan diiket, gulung aja!” perintah Reiko.

Dengan sigap Jeriko langsung merentangkan selimut di tubuh kakaknya, lalu menggulungnya seperti kepompong.

“BUNDA, ADEK!”

“Pengadu, Rey cepetan ambil lakban,” suruh si bungsu.

Reiko langsung berlari ke meja belajarnya mengambil lakban berwarna bening beserta gunting. Jeriko langsung menempelkan lakban itu pada mulut Faraz yang memberontok, kemudian Reiko menggunting lakban. Keadaan Faraz sekarang sudah mengenaskan, rambut acak-acakan dengan wajah merah. Rasanya Faraz mau nangis aja, tapi malu.

“Beres nih kebawah yuk,” Ucap Jeriko dengan santai sambil melirik Faraz yang menggeliat seperti ulat.

Si kembar langsung melangkah pergi, menuruni tangga lalu duduk di ruang keluarga. Menonton acara kartu di hari minggu termasuk sebuah kebahagiaan besar bagi mereka, hari ini mereka tidak perlu chek up karena seminggu yang lalu mereka sudah menginap dirumah sakit.

“Loh abang mana?” Bunda datang membawa cake buatannya yang baru matang.

“Dikamar bun,” dengan cepat tangan Jeriko mengambil kue itu dan memakannya dengan mulut terbuka lebar.

“Masih panas dek,” Bunda menatap Anak bungsunya yang mengunyah sambil sesekali mangap.

“Gapapa bun, laper abis perang,” Katanya.

“Kamu ini kalau dibilangin.”

Tak lama Faraz datang dengan wajah merah terus rambutnya acak-acakan, ditambah baju kaos yang ia kenakan kusut. Terlihat sangat mengenaskan.

“Kamu kenapa bang? Baru bangun?”

Faraz malah langsung menindih tubuh kedua adiknya yang sedang duduk.

Untuk ReJerikoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang