01 : Abang

54.3K 5.8K 65
                                    

Hera pulang jam 18:00 WIB, selepas Maghrib.

Dia berharap ditanyai oleh orang-orang rumahnya mengenai alasan mengapa dia terlambat pulang.

Namun, Orangtuanya serta sosok Abangnya hanya tersenyum kala melihatnya. Bahkan, selepas dia mandi serta menunaikan ibadah, dan segera turun ke ruang keluarga  --berharap ditanyai atau dimarahi-- kedua orangtuanya justru tetap asyik memandang televisi. Seolah benda pipih hitam itu pusat dunia.

Hera menghela nafas berat. Meski sudah tak asing dengan situasi ini, hatinya tetap menyesak.

"Bu, Yah, Abang naik ke kamar dulu."

Perhatian Hera teralih pada Bian, sang Abang yang kini fokus menaiki tangga dan menuju kamarnya. Hera membuang nafas singkat, sebelum akhirnya tersenyum lebar.

"Ibu." Hera mencoba memanggil.

"Iya?"

"Ibu gak mau marahin Hera karena telat pulang?"

Sang Ibu menyerit. "Buat apa? Kan kamu KIR." katanya lempeng.

Hera melengos. "Kalo ayah?"

Ayahnya menoleh ke arahnya, "Gak perlu marah. Kami percaya kamu sepenuhnya, Hera." katanya santai. Pandangan matanya tetap mengarah ke televisi di hadapannya.

Hera menarik nafas dalam, menyerah.

Hening sejenak. Dia tersenyum girang kala menyadari sesuatu.

"Ibu, Ayah. Hera naik ke atas ya." izinnya sebelum akhirnya meluncur ke kamar sang Abang.

"Abang!"

Hera memanggil riang kala melihat Abangnya yang kini sedang rebahan diatas single bed nya. Dia sedang bermain game online.

Hera menunggu sejenak sampai sang Abang selesai bermain game. "Kenapa, dek?" tanya Abangnya.

Hera berujar sendu. "Tau gak Bang. Masa ya, tadi gue di omongin dari belakang sama Clara dkk! temen baik gue sendiri!"

Abangnya Hera menyerit, "Ah, Lo yang salah kali. Gak mungkin Lo diomongin tanpa sebab, kan." dia berujar lempeng tanpa emosi.

Hera mendengus mendengar itu, "Tapi bukannya harusnya dia langsung ngomong ke gue kalo dia emang temen gue ya, Bang?" katanya mulai kesal.

Sang Abang menghela nafas kasar. "Yaelah, yaudah si, gitu doang. Masih ada Andin kan. Lebay amat Lo."dia berujar cuek.

"Dah, gih. Ke kamar Lo sana. Ganggu gue nge-game aja!"

Mendengar kalimat itu dari Sang Abang membuat dada Hera kian menyesak. Dia mendengus singkat, sebelum akhirnya pergi ke luar dari kamar Abangnya dengan membanting pintu kamarnya.

Gadis itu berhenti melangkah sejenak, berharap mendengar teguran dari Abang maupun kedua orangtuanya. Namun, walaupun gadis itu sudah mempersiapkan diri dan menghitung sampai 30, tak ada satupun suara yang terdengar.

Hera menarik nafas. Tersenyum miris. Ngarep apa sih Lo, Ra. Batinnya. Sebelum akhirnya pergi menuju kamarnya sendiri.

***

Apa ini?

Gak tau.

Salam
inggitariana

It's Okay [LENGKAP ✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang