Sejak hari dimana Hera mengungkapkan apa yang ada dipikirannya kala itu, suasana antara Hera dan keempat sahabatnya, dan juga antara Hera dan Jo... merenggang.
Ini sudah sebulan berlalu sejak perkataan Hera di UKS kala itu. Namun keempat sahabatnya makin menjauhinya.
Bukannya apa... mereka hanya jadi... terlalu canggung.
Namun, kecanggungan mereka membuat Hera salah paham. Gadis itu jauh lebih sering overthinking. Jauh lebih banyak melamun. Jadwal makannya juga tak pernah teratur. Alhasil, kondisi kesehatannya menurun drastis.
Ditambah faktor penyakit yang ia idap. Leukimia akut. Perkembangannya di kondisi tubuh terjaga saja tergolong cepat, apalagi di kondisi tubuh tak terjaga seperti Hera ini. Diperparah oleh fakta bahwa gadis itu menolak mengonsumsi obat dan pergi kemoterapi.
Entah apa... yang akan terjadi padanya.
Ah, lagipula, Hera sudah tak peduli lagi dengan hidupnya.
Hadirnya... tak pernah bisa membahagiakan orang lain. Hadirnya hanya bisa merepotkan dan merepotkan. Tak ada yang peduli padanya.
Lantas... mengapa Hera harus berjuang?
Bukannya... lebih baik... mati?
Hera tersenyum geli kala menyadari pikirannya yang makin hari makin menggelap. Dirinya belakangan ini terus menerus berpikir lebih baik mati daripada hidup.
"Hera!"
Hera tersentak mendengar seruan itu, dia segera menatap Riska dan nyaris seluruh anggota KIR menatapnya cemas.
Ah, sial. Hera lupa dia sedang di forum besar eskul KIR.
Oke, tenang, tarik nafas, "Aku gak ap--"
"Berhenti bohong Ra! Gak ada orang gak apa-apa yang hidungnya mimisan dan bibirnya sepucat ubin!"
Perkataan Hera terpotong oleh salah satu anggota KIR. Ah, Hera ingat. Dia Desi, kawan seperjuangannya. Dan--
--eh, apa? mimisan?!
Hera tersadar, segera menutup hidungnya. Dia mencoba bangkit, "Ah, ak--"
"Ini tisu, seka dulu darahnya."
Lagi-lagi, perkataan Hera terpotong. Kali ini ada Fero, dia mantan rekan setimnya di perlombaan KIR beberapa bulan lalu.
Hera menatap Fero sebentar, sebelum akhirnya mengangguk dan meraih beberapa lembar tisu dari tangan cowok itu. Dia menyeka darah di hidungnya. Lantas setelah itu, dia mencoba berdiri.
"Aku harus ke toilet. Izin, ya."
Hera berujar singkat. Dirinya baru mengambil dua langkah kala tiba-tiba kepalanya sakit luar biasa. Gadis itu limbung, mencengkeram kepalanya erat.
Membuat nyaris 40 orang yang sedang menghadiri forum kala itu bangkit. Mereka menghampiri Hera, semuanya cemas luar biasa.
"Kak Hera, kak Hera kenapa?"
"Ra?"
Kehebohan mereka membuat Hera tersadar. Dia segera menurunkan tangannya. Gadis itu mencoba tersenyum lebar. "Ah, a-aku gak ap--"
"Jangan kebiasaan ditahan sendiri, Ra."
Hera mengerjap kala lagi-lagi perkataannya dipotong. Dia menatap Dian yang kini bicara. Raut wajahnya perpaduan antara cemas dan kesal.
"Iya kak. Kami siap bantu kak Hera kalau diperlukan." Kali ini Rizmi, adik kelas Hera yang bicara.
"Kak, ada kami. Jangan ditahan sendiri."
KAMU SEDANG MEMBACA
It's Okay [LENGKAP ✓]
Short Story"Bang, tau gak, gue sebel banget masa, tadi gue di omongin dari belakang sama Clara! temen baik gue sendiri!" "Ah, Lo yang salah kali. Gak mungkin Lo diomongin tanpa sebab, kan." "Tapi bukannya harusnya dia langsung ngomong ke gue kalo dia emang tem...