Hera terpaku, dia menatap Jo yang kini tengah menggenggam tangan Yuna yang terbaring diatas brankar. Matanya memanas.
Gadis yang sejak awal sudah tidak stabil secara emosi dan fisik itu spontan melakukan apapun-yang-biasa-dilakukan-gadis-lain saat menemui kekasihnya dengan gadis lain.
Hera berderap cepat, dia melakukan tindakan impulsif dengan menarik kasar selimut Yuna. Matanya berkilat marah.
Jo yang semula menatap Yuna lembut tersentak. Yuna yang semula tertidur juga terbangun kaget akibat gerak tiba-tiba yang baru saja Hera lakukan.
Secara refleks, Jo menoleh, wajahnya memias kala menyadari Hera lah pelaku penarikan selimut itu.
"He-hera?" gagapnya.
Hera tersenyum miring. "Iya, ini aku. Kenapa kok kaget banget?" ketusnya.
Jo terdiam, begitu juga dengan Yuna yang kini menghindari tatapannya.
Membuat emosi Hera makin memuncak. "Kenapa diem? Bisu?" nada suaranya mulai meninggi.
Jo masih diam.
"Jadi selama ini semuanya bukan rumor, Jo?" suara Hera akhirnya melirih. Sesak di dadanya benar-benar menikamnya. Dia kesakitan. Juga hancur karena apa yang baru saja ia lihat.
Jo masih diam, terlihat bingung dan linglung.
"Jo, jawab!"
Kesadaran Jo akhirnya tersadar, matanya menajam kala menyadari ada isakan kecil dari balik punggung tegapnya. Ya, itu Yuna yang kini menangis terisak.
Dia menoleh pada Yuna, menepuk dua kali kepala gadis itu. "Jangan khawatir, semua akan baik-baik saja, Na." katanya lembut, seolah tak sadar kalau sekarang Hera di belakangnya menahan nafas, sesak.
Tak hanya sampai disitu, Jo berbalik ke arah Hera, meraih pergelangan tangan gadis itu kasar dan menariknya ke luar UKS.
"MAKSUD KAMU APA BILANG BEGITU?!"
Hera terkejut mendengar bentakan marah Jo padanya.
Gadis itu tersenyum miring, "Kenapa kamu yang marah, heh? Bukannya harusnya aku yang marah, ya?" balasnya lempeng.
Jo makin murka. "TAPI GAK SEHARUSNYA KAMU BUAT YUNA SAMPAI NANGIS!" serunya.
Hera terkekeh hambar, "Emang aku apain Yuna?" tanyanya tanpa emosi. Entahlah, dia hanya merasa terlalu lelah untuk marah.
Jo menggeram. "Pertanyaan kamu seolah menyudutkan Yuna! Dia menangis karena itu!" dia berujar keras.
Hera kini menaikkan alisnya, "Tapi aku hanya bertanya tentang rumor itu pada kalian? Apa yang salah?" ekspresi nya menghilang kini, dia bertanya dengan raut datar.
Jo tergagap. Dia mengalihkan pandangannya ke sembarang arah. "K-kamu narik selimut Yuna! Dia pasti terkejut!" balasnya tetap dengan nada keras.
Hera tertawa melihat tingkah Jo itu. "Aku. Hanya. Bertanya. Tentang. Kebenaran. Rumor. Itu. Jo." tekannya dingin.
Jo menegang sesaat, sebelum akhirnya tawanya pecah.
Hera menyerit.
"Kamu nanya kebenaran rumor itu, Ra?" Setelah tawanya mereda, Jo bertanya gamang.
Hera mengangguk.
"Kamu yakin?"
Pandangan mata Hera tak fokus untuk beberapa saat, tapi tak lama kemudian, dia mengangguk lagi.
Jo tertawa geli. "Jelas rumor itu benar, Hera." akunya santai. Dia mendekati Hera yang kini menegang. "Dan aku gak merasa bersalah, karena kamu memang pantas diperlakukan seperti itu."
Jo menjauh kala menyadari tubuh Hera membeku. Dia tertawa sinis.
"Cewek kayak kamu, Hera, yang kerjaannya cuma mengeluh dan selalu melebih-lebihkan sesuatu, memang pantas dapat perlakuan seperti ini." tekannya sebelum pergi.
Lantas, setelah kepergian cowok itu, tubuh kaku Hera meluruh. Seluruh tubuhnya bergetar.
Dengan pandangan linglung, gadis itu terduduk di lantai.
Seiring dengan luruhnya air mata Hera, dia bergumam pelan.
Apakah... selama ini, gue benar-benar seburuk itu sampai pantas diperlakukan seburuk ini?
***
Gak jelas emang.
Salam
inggitariana
KAMU SEDANG MEMBACA
It's Okay [LENGKAP ✓]
Short Story"Bang, tau gak, gue sebel banget masa, tadi gue di omongin dari belakang sama Clara! temen baik gue sendiri!" "Ah, Lo yang salah kali. Gak mungkin Lo diomongin tanpa sebab, kan." "Tapi bukannya harusnya dia langsung ngomong ke gue kalo dia emang tem...