Hari ini, tepat hari ketujuh Hera terbangun.
Dan sekarang, gadis itu ada di kamarnya. Dia baru saja pulang ke rumahnya.
Gadis itu duduk diatas kasurnya dengan pandangan yang sukar diartikan. Dengan senyum tipis, matanya menjelajahi ruang tidurnya yang akan segera ia rindukan.
Hera mungkin akan terus larut dalam lamunannya kalau saja pintu kamarnya tak dibuka secara kasar.
Dia menatap dalang dibalik kejadian itu yang kini tengah berjalan ke arahnya dengan raut cemberut. Ya, dalang dibalik terbukanya pintu kamar Hera dengan tidak santai itu adalah Bian.
Menghela napas, Hera segera merentangkan kedua tangannya, menawarkan pelukan yang segera disambut Bian dengan sukarela.
"Gak usah ya, Ra?" Bian lagi-lagi berujar dengan nada gamang.
Hera yang mendengar kalimat itu nyaris 20 kali di pagi ini hanya mampu menghela napas. "Abang mau aku terus-terusan sakit, ya?" katanya.
Dalam pelukan Sang Adik, Bian menggeleng cepat. "Bukan gitu!" serunya.
Hera menghela napas, mengurai pelukan keduanya dan menatap Bian dengan pandangan penuh pengertian, "Abang takut?" tanyanya hati-hati.
Mata Bian berkaca-kaca. "Banget." katanya. "Kamu tau sendiri resikonya, Ra. Abang enggak siap." lanjut Bian bergetar.
Hera menghela napas. "Abang, cuma itu cara Hera sembuh." katanya. "Abang tau sendiri kondisi Hera udah enggak memungkinkan kalau cuma kemo." lanjut gadis itu hati-hati.
Bian cemberut lagi.
Membuat Hera yang melihat itu jadi tak tahan untuk menabok Sang Abang lumayan keras. "Geli, anjir! Kayak anak bayi! Bayi KW!" sewotnya.
Bian makin cemberut. "Gue jarang ya kayak gini! Cuma kali ini!" sangkalnya sebal.
Hera mendelik, "Justru karena jarang, jadi aneh!" sewotnya lagi.
Bian mendengus kesal, bibirnya maju lima senti. Dia menatap Hera dengan sorot permusuhan, "Kamu.nyebelin." tekannya.
Hera mengangkat alis. Wajahnya yang datar berhasil membuat raut wajah Bian kembali normal.
Walau... ya, itu... hanya sesaat. Karena...
"IH HERA MAH, KAMU NYEBELIN BANGET TADI SUASANA SENDUNYA DI HANCURINNNN!"
Ya, Bian kembali ke setelan bobroknya.
- - #- -
Hera kini meringis kecil.
Di hadapannya, ada Bian yang tengah merajuk. Dan di pelukan cowok itu, ada setoples besar keripik pisang yang gurih.
Hera menelan ludah.
Dia ingin menjulurkan tangannya, meminta keripik yang dipeluk Bian itu, tapi, Bian yang masih dalam mode ngambek terlihat sedikit seram. Jadi, Hera hanya bisa menatap keripik pisang itu dengan raut mupeng.
"Sayanggg! Mama, Papa pulangggggggg!"
Seruan bernada riang itu membuat Bian dan Hera sama-sama menoleh. Mereka menatap Mama dan Papa yang baru memasuki dapur.
Setelah Mama dan Papa cuci tangan, keduanya segera menghampiri Bian dan Hera. Memeluknya bergantian.
Selepas memeluk anak-anaknya, Mama mendekati meja makan. Hera kira, Mama akan mengambil segelas air minum, tapi....
'BRAK!'
"DIEM-DIEM BAE! NGOPI NGAPA NGOPI!"
Hera kaget, Bian latah, sedangkan Papa hanya geleng-geleng kecil melihat tingkah Mama itu. Sebagai orang yang hidup bersama Mama selama nyaris 21 tahun, Papa sudah biasa melihat tingkah random istrinya.
Namun, kala netra Papa menangkap sosok Hera yang memasang raut kaget, Papa jadi berdecak kecil.
"Mama..." peringat Papa.
Mama tersadar, jadi menghampiri Hera dan memeluk gadis itu erat, "Aduh! Mama khilaf! Hera kaget, ya nak?" seru Mama heboh.
Hera terkekeh geli. Balas memeluk Mama, "Sedikit kaget, tapi gepepe." balas Hera jenaka.
Mama terkekeh. Beliau baru saja mangap, akan mengoceh lagi kalau saja Papa tak berdehem memperingati.
Senyum canggung Mama tampak jelas kala wanita itu menangkap raut wajah Papa yang tampak mengingatkan. "Hehe, aduh iya. Mama lupa." ringisnya.
Hera mengangkat alis, sedangkan Bian jadi bertanya penasaran.
"Lupa apa, Ma?"
"Mama mau ngasih tau..." Mama berujar tanggung, membuat Bian dan Hera menatapnya dengan raut penasaran yang kental.
"Kalian akan punya adik lagi, yey!"
"HAH?!"
"HE?!"
Melihat reaksi anak-anaknya yang heboh, Mama tertawa ngakak. Sedangkan Papa jadi menghela napas panjang, mencoba sabar.
"Ck, Mama kalian bercanda." Papa akhirnya berujar meluruskan. Beliau mengabaikan Mama yang tertawa makin keras karena berhasil mengerjai anak-anaknya. "Mama sama Papa pulang cepat hari ini, Kami mau ngajak kalian nonton film. Mau?"
Bian dan Hera yang semula siap mengambek karena dikerjai jadi tersenyum lebar mendengar itu. Dengan mata berbinar, keduanya mengangguk penuh semangat.
Akhirnya, mereka merasakan family time!
Hera yang merasa sangat antusias kini berderap mendekati Papa, dia memeluk Papa erat. "Yey! makasih, Pa!" katanya terharu.
Papa tersenyum, balas memeluk Hera erat. "Sama-sama, cantik!" balasnya manis.
Mama yang sudah berhenti tertawa jadi mendekati keduanya. Dia bergabung memeluk Hera. "Hera senang, nak?" tanyanya.
Merasakan Hera mengangguk, Mama tersenyum tipis, "Kalau gitu, besok janji sama Mama, kamu bakal baik-baik aja, ya?"
Bian ikut maju, bergabung memeluk Hera setelah mendengar itu. "Kamu harus baik-baik aja biar kita terus ngerasain kayak gini, Ra." bisiknya lembut.
Hera tertegun, walau akhirnya hanya tersenyum lebar sebagai balasan.
- - #- -
KAMU SEDANG MEMBACA
It's Okay [LENGKAP ✓]
Short Story"Bang, tau gak, gue sebel banget masa, tadi gue di omongin dari belakang sama Clara! temen baik gue sendiri!" "Ah, Lo yang salah kali. Gak mungkin Lo diomongin tanpa sebab, kan." "Tapi bukannya harusnya dia langsung ngomong ke gue kalo dia emang tem...