Bab 2

899 129 44
                                    


10 Tahun Kemudian


"Sreeek!"

Yoona membuka pintu toilet kereta api KTX yang tengah membawanya dari Busan menuju Seoul. Ia melangkah keluar tanpa mengacuhkan seorang gadis cilik yang sedari tadi berdiri di muka pintu sambil menunggu giliran untuk menggunakan toilet.

"Ahjumma," belum ada tiga langkah, punggung Yoona ditowel dari belakang.

Yoona menoleh. Dilihatnya gadis cilik tadi menyeringai padanya.

"Ada tisu yang menempel di sepatu Ahjumma." Gadis cilik itu menunjuk sepatu Prada milik Yoona.

Yoona melirik sepatunya. Selembar tisu toilet menempel di sol belakang Pradanya. Ia menyilangkan kaki kirinya ke atas lutut kanannya dan mencabut lembaran tisu yang pasti tak sengaja terinjak olehnya di dalam toilet tadi. "Terimakasih." Cetus Yoona. Singkat. Padat. Jelas. Sama sekali tak hangat.

Si gadis nyengir, memamerkan deretan gigi-geliginya yang putih dan sedikit berongga.

Yoona tak merespons cengiran gadis cilik tadi. Ia berjalan kembali ke bangkunya. Setiap kali bepergian naik kereta, Yoona selalu memesan dua bangku. Satu untuk ia tempati, satu lagi agar tidak ada penumpang lain yang duduk di sebelahnya. Yoona tidak pernah suka duduk atau berdekatan dengan orang asing yang tidak dikenalnya.

Yoona mengambil majalah Vogue US yang tadi belum beres ia baca karena ia keburu ingin buang air kecil. Ia mengeluarkan sekotak cokelat Godiva dari dalam tasnya. Klutuk. Gigi Yoona menggigit cokelat sambil melembari isi majalah.

Kereta KTX bergoyang-goyang lembut, namun ada getaran dan hentakan yang tidak biasa Yoona rasakan. Ia refleks memiringkan kepalanya untuk melihat ke depan gerbong.

Gadis cilik yang tadi Yoona jumpai di depan toilet melompat-lompat kecil di sepanjang lorong gerbong.

Yoona menegakkan kembali kepalanya dan lanjut membaca majalahnya. Ia tak pernah suka dengan anak kecil. Semakin manis dan lucu tingkah seorang anak, semakin benci Yoona melihatnya. Dan gadis cilik yang tengah berjalan sambil melompat-lompat itu terlihat begitu lucu. Usianya mungkin baru delapan atau sembilan tahun, atau bisa juga sepuluh atau sebelas tahun----Yoona tak pernah bisa menerka umur seseorang dengan tepat. Gadis cilik tadi mengenakan pakaian serba pink----kecuali sepatunya yang berwarna biru muda----dari mulai topi rajutan yang melindungi rambut kepang duanya, jaket musim dingin, hingga celana jeans si bocah-----semuanya berwarna pink lembut.

"Hap!" Si gadis cilik melompat. Pada saat yang bersamaan, kereta tengah berbelok ke kiri. Tubuhnya spontan terjatuh menghantam bangku yang diduduki oleh Yoona.

Yoona refleks menahan badan si anak perempuan sebelum jatuh menimpanya.

"Hati-hati." Yoona menegur ketus.

"Maaf. Maaf." Bocah cilik tadi tersenyum malu-malu. "Terimakasih Ahjumma sudah menolong saya agar tidak jatuh."

Entah mengapa, melihat senyum anak perempuan berbaju pink itu, Yoona mendadak merasa tidak nyaman. Selama satu dekade ini, ia selalu menghindari interaksi dengan anak kecil.

"Ini kereta api," Yoona menghardik dingin, "jangan melompat-lompat sembarangan kalau tak mau kakimu patah."

"Hehe." Si gadis cilik nyengir-----memamerkan gigi susunya yang tanggal satu.

Yoona terpana melihat senyum si anak perempuan. Biasanya, jangankan dihardik seperti tadi, setiap anak kecil yang melihatnya akan langsung bersembunyi. Kalaupun tak sengaja bertatapan mata, mereka akan menangis. Namun anak yang sedang berdiri di sampingnya ini sama sekali tidak takut kepadanya.

LAST TRAIN TO SEOUL || VYOON FANFICTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang