Bab 27

449 67 14
                                    

Malam sebelum keberangkatan Ara ke New York bersama Yoona, Taehyung berbicara empat mata dengan anak itu. Inilah satu-satunya kesempatan untuknya bisa berbicara panjang lebar dengan Ara sebelum anak itu dibawa pergi dari sisinya.

"Ara," Taehyung duduk di atas ranjang puteri kandungnya. Ranjang itu berwarna merah muda dengan seprai biru laut. Entah kapan ranjang tersebut akan kembali ditiduri oleh pemiliknya lagi. "Kemarilah. Appa mau bicara."

Ara segera duduk dengan manja di atas pangkuan ayahnya. Yeonghee ahjumma yang ikut membantunya mengepak koper perlahan-lahan meninggalkan kamar tidur majikan kecilnya tersebut. Meskipun hati Yeonghee sendiri sangat sedih karena akan segera berpisah dengan anak yang telah turut ia besarkan seperti cucu kandungnya itu, ia tahu Taehyung lebih membutuhkan waktu berdua bersama Ara.

Sambil mengusapi dan merapihkan rambut Ara yang berkeringat, Taehyung berkata, "mulai besok Ara akan tinggal di New York bersama Eomma."

Ara memeluk tengkuk leher ayahnya. Tak ada rona kesedihan di wajah cantiknya. "Tapi Appa akan segera menyusul kami kalau sudah dapat izin cuti, kan?"

Taehyung tersenyum kecil. Senyum yang tergurat karena ia terpaksa mendustai anaknya demi Yoona. "Mungkin masih lama. Ara tahu kan kalau pekerjaan Appa sangat banyak?"

Ara mengangguk. "Ara tahu. Tapi masakah Somin ahjumma tidak mau kasih Appa cuti? Bilang sama Somin ahjumma kalau Ara suka nangis kalau kangen sama Appa."

"Nanti Appa pasti bilang." Taehyung menyentuh pipi anaknya dan mengecupnya. Ia begitu menyayangi Ara tanpa keraguan sedikitpun. "Tapi selama Appa belum bisa menyusul ke New York, Appa ingin agar Ara bersikap tegar. Appa tak ingin Ara menangis jika kangen sama Appa."

"Kenapa tidak? Ara kan memang anak manja." Ara menyender ke ayahnya. Pipinya yang mulus menempel dengan pipi ayahnya.

"Karena Appa tak mau Ara membuat eomma susah. Eommanya Ara juga orang sibuk dan banyak pekerjaan. Kasihan eomma kalau Ara rewel dan menangis. Eomma pasti akan bersusah hati. Ara tak mau kan membuat eomma bersusah hati?"

"Tidak mau." Geleng Ara. "Ara ingin buat eomma bahagia."

"Ara pasti akan membuat eomma bahagia asalkan Ara tidak manja atau rewel."

"Kalau begitu Appa cepat susul kami, ya. Kalau Ara tidak melihat Appa sehari saja, rasanya hati Ara sesak dan Ara akan sedih jadinya."

"Di sana kan ada eomma. Eomma juga sangat sayang sama Ara."

"Ara tahu." Dara cilik yang cantik itu menatap ayahnya. "Tapi Ara paling sayang sama Appa."

Taehyung tersentuh oleh keluguan Ara. Ikatan batin dan cinta kasih di antara mereka berdua tidak tercipta dalam sekejap mata, tidak hanya dibentuk oleh hubungan darah di antara keduanya. Sejak berumur sepuluh hari, Ara hanya mengenal sosok ayah di dunia ini. Tidak ada yang lain. Meskipun ia kerap kali merindukan ibunya, Ara bisa melalui semuanya karena ia memiliki ayahnya. Ayah yang selalu menggenggam tangannya saat ia belajar berjalan, menggendongnya di pundak saat mereka menyusuri tepi pantai bersama, merangkulnya saat ia terkantuk-kantuk, menyelimutinya saat ia tidur, dan memeluknya saat ia bermimpi buruk. Kehadiran ayahnya sudah lebih dari cukup untuk membuat Ara berhenti merindukan sosok seorang ibu.

"Appa juga paling sayang sama Ara." Taehyung mengecup kening puterinya.

"Kenapa sih eomma tidak mau tunggu Appa cuti dulu sebelum kita pergi ke New York?"

"Eomma ada pekerjaan di sana."

"Pekerjaannya tidak bisa ditunda?"

"Tidak bisa."

LAST TRAIN TO SEOUL || VYOON FANFICTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang