22. Berdamai dengan Masa Lalu

2.6K 180 46
                                    


Armin tidak bisa menyembunyikan air matanya, sulit sekali untuk mengendalikan emosi ketika mereka bersitatap kembali, Eren yang melihat nya juga ikut meneteskan air mata, tersenyum haru kala dekapan hangat sang sahabat dirasakan lagi.

Sudah begitu lama mereka berpisah, hingga rasa rindu tidak dapat diuraikan dengan kata-kata, dekapan keduanya kian mengerat hingga membuat sesak di dada.

"Aku sangat merindukanmu Eren. Kenapa kau tega sekali? Pergi tanpa memberitahuku." Armin semakin terisak dalam pelukan Eren, ikatan mereka sudah bagikan saudara sehingga pemuda itu begitu kehilangan Eren selama ini.

"Maafkan aku Armin, maafkan aku." Tidak ada yang bisa Eren katakan selain meminta maaf karena sudah membuat khawatir sahabatnya ini. Sikap egoisnya telah melukai sahabat yang amat disayanginya.

"Kau harus menceritakan semuanya baru aku bisa memaafkanmu."

Pelukan keduanya terlepas, Eren mengangguk mantap, tentu saja dia akan menceritakan semua yang dia alami selama dua tahun lebih ini.

Eren sangat senang saat Armin, dua minggu yang lalu menghubunginya, pemuda manis itu mulanya terkejut karena dia berpikir mungkin saja Armin akan membencinya karena dia pergi tanpa berpamitan pada sahabatnya itu. Makanya selama ini Eren tidak berani menghubungi duluan.

Akan tetapi, setelah berkomunikasi lagi dengan Armin, dia merasa lega karena sahabatnya tidak membenci dirinya. Sungguh, jauh di dalam lubuk hatinya, Eren begitu merindukan  sahabatnya yang selalu ada saat dia membutuhkan.

Keduanya hanyut akan obrolan yang cukup menguras emosi dan air mata. Eren tidak bisa menahan isakannya saat tahu jika Mikasa tengah sakit saat ini.

"Mikasa kecelakaan tidak lama setelah kau dibawa kakakmu Eren, saat itu dia dan Hanji tengah mencari keberadaanmu. Sedikit lagi mereka menemukan titik terang, tapi kejadian itu begitu cepat terjadi. Mobil yang mereka bawa ditabrak oleh truk. Beruntung mereka bisa segera diselamatkan."

Armin sendiri tidak hentinya menangis saat mengingat masa itu. Dia sendiri langsung pingsan saat mendengar Mikasa dan Hanji mengalami kecelakaan parah.

"Beruntung Hanji tidak mengalami luka yang fatal, tapi Mikasa..." Sulit bagi Armin untuk melanjutkan kalimatnya, membuat Eren semakin terisak. "Mikasa mengalami lumpuh total Eren, kedua kakinya harus diamputasi."

Semakin menjadilah tangisan Eren, di dalam hati, pemuda manis itu terus menyalahkan dirinya yang telah egois, hingga melukai orang yang sudah dia anggap saudari kandungnya.

"Ini semua salahku Armin, jika saja...jika saja aku tidak pergi, ini semua tidak akan pernah terjadi. Mikasa tidak perlu kehilangan kakinya." 

Armin menggeleng, mendekap tubuh gemetar Eren. "Tidak Eren, jangan menyalahkan dirimu. Mikasa akan marah jika kau seperti ini."

"Tapi itu kenyataannya, keegoisanku telah melukai orang-orang yang aku sayangi. Ini semua salahku, Mikasa tidak akan terluka karena harus mencariku."

"Jangan berkata seperti itu Eren. Jangan menyalahkan dirimu."

"Aku...aku ingin menemui Mikasa, bawa aku bertemu dengannya Armin."

Sungguh Armin tidak bisa melihat air mata yang terus menetes di pipi Eren, tapi Armin merasa dilema untuk menyanggupi permintaan sahabat brunettenya ini.

"Eren, apa kau yakin? Jika kau menemui Mikasa sekarang, itu artinya kau harus kembali. Sejak Mikasa sakit, dia tidak dibiarkan keluar rumah oleh Levi."

Seketika tangisan Eren berhenti, dia hampir lupa jika Mikasa dan Levi adalah saudara kandung. Itu artinya dia harus menginjakkan kakinya kembali ke rumah itu.

HURT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang