8. Mau lari kemana kau?!

6.6K 696 241
                                    


Berita menghilangnya Eren saat ini telah sampai kepada Hanji, perempuan nyentrik itu hanya bisa geleng-geleng kepala setelah mendengar penuturan Mikasa.

Niat awalnya yang ingin pergi ke Minimarket batal sudah setelah mendengar cerita barusan. Hatinya begitu geram mendengar Eren memutuskan pergi sendirian.

"Sekarang apa yang harus kita lakukan? Eren sudah pergi, dan kita tidak mempunyai jejak sama sekali." Hanji mengerang keras, kedua tangan menjambak rambutnya sendiri. "Gila!! aku tidak bisa membayangkan bagaimana keadaan titan manisku sekarang." Dia terus menjambak rambutnya frustasi. Berbeda dengan Mikasa yang memilih diam, karena emosinya masihlah belum dapat dikontrol.

"Katakan sesuatu Mikasa, apa kau tidak mempunyai petunjuk sama sekali kemana perginya Eren?" Ingin rasanya Hanji menjambak rambut hitam Mikasa saat ini, melihat kebungkaman Mikasa membuatnya semakin tidak terkendali.

"Aku tidak memiliki petunjuk apapun. Eren benar-benar hilang tanpa jejak." Kedua pupil itu memicing tajam, " seolah ada seseorang yang membantunya dalam pelarian ini."

"Tentu saja, aku sangat yakin ada yang membantunya. Tapi, siapa orang itu? Jika aku bertemu dengannya, pasti akanku potong lehernya." Kegeraman Hanji samakin meningkat dikala pikirannya melayang pada siapapun yang telah membantu Eren.

"Itulah yang harus kita cari tahu." Mikasa menatap tajam sosok Hanji yang saat ini asik menggigit bantal sofa."Kita harus mencari tahu siapa saja orang yang dekat dengan Eren, cari tahu siapa orang terakhir yang ditemuinya Hanji."

"Kau benar, aku akan menyuruh Mike untuk mencari tahunya." Seolah mendapat pencerahan, Hanji segera meraih ponselnya lalu menghubungi seseorang bernama Mike tadi. Mikasa sendiri memilih diam dengan mata memicing tajam.

Di lain tempat, berita kepergian Eren juga sudah didengar oleh Xavi. Geraman pria itu terdengar jelas saat anak buahnya memberikan informasi.

"Cari tahu dimana dia berada sekarang!!" Xavi menatap dua orang anak buahnya secara bergantian. "Jangan pernah menemuiku hingga kalian bisa melacak keberadaannya." Perintahnya lagi, tegas dan tidak terbantahkan.

"Baik boss, kami mengerti." Kedua pria berseragam hitam itu pamit undur diri setelah mendaptkan perintah baru. Meninggalkan Xavi dengan otot-otot mencuat disekitar lehernya.

"Brengsek, ketika aku ingin memulainya, kau malah hilang tanpa jejak Eren." Pria itu mengepalkan kedua tangannya hingga memutih sembari terus mengumpat keras.

"Aku mengkhawatirkan Eren kakak, bagaimana keadaannya sekarang??apakah dia baik-baik saja? Aku takut Eren kenapa-napa." Suara tangisan Sherle membuat Xavi semakin mendesis. Dia tidak suka melihat adik yang disayanginya menangis.

"Sst..tenanglah adik, aku yakin Eren akan baik-baik saja." Xavi segera merengkuh Sherle ke dalam pelukan, membisikkan kata-kata menenangkan terus menerus. 




*****







Hampir satu bulan Eren mendiami tempat tinggalnya yang baru, cerahnya sinar mentari di daerah tropis ini benar-benar meningkatkan mood-nya. Seperti hari-hari biasanya juga, setiap pagi Eren akan ikut berkumpul di balai desa hanya untuk sekedar mengobrol dan berinteraksi dengan warga sekitar.

Dia tidak menyangka jika warga-warga di tempatnya tinggal begitu ramah dan peduli. Buktinya, walau Eren hanyalah orang asing dan bukan warga negara asli, mereka tetap menerimanya dengan tangan terbuka.

"Wah!! nak Eren sudah datang, ayo kesini." Eren langsung tersenyum dan mengangguk sopan. Sebenarnya dia kurang memahami apa yang dikatakan bapak barusan, tetapi melihat gestur pria setengah baya itu dia langsung paham.

HURT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang