6. Hati yang terluka

7.3K 763 254
                                    


Halloha minna-san, saya mohon maaf atas keterlambatan updatenya. Dikarenakan beberapa minggu belakangan ini saya disibukkan dengan kehidupan real.

Sekali lagi saya mohon maaf dan harap dimaklumi.

Selamat membaca!!





Sunyi dan sepi, kebisuan yang memenjarakan. Kondisi yang begitu memilukan bagi Mikasa yang menyaksikan. Hati gadis itu terasa ngilu dan perih secara bersamaan, ingin rasanya dia tersenyum seolah semua baik-baik saja, namun itu jelas mustahil untuk dilakukan. Wajah yang biasa datar kini dipenuhi raut kecemasan kentara.

Lelah dan letih seolah sudah menjadi temannya selama sepekan ini, asupan makan pun tidak terjaga demi melindungi sosok rapuh yang tengah duduk bertopangkan kursi roda, kebungkaman sosok itu membuat dirinya terasa diiris berulang kali.

Eren, sosok yang telah menerima kekerasan luar dan dalam, kesakitan fisik dan batin membuat Mikasa ingin sekali merengkuhnya ke dalam pelukan yang nyaman.

"Tidakkah kau lelah berdiam diri disana terus Eren." Menghilangkan rasa sesak di dada, Mikasa berjalan mendekati Eren yang tengah memandang ke luar jendela.

Tidak ada sahutan, hanya kebisuan yang kembali merajai. Sudah sepekan lamanya Eren memilih untuk mogok bicara, enggan untuk menyampaikan sepatah atau dua patah kata tentang apa yang dirasakannya. Belum ingin menyerah, gadis bersurai raven itu berjongkok di hadapan Eren yang memandang sayu pada taman bunga yang ada di luar jendela.

"Sudah waktunya minum obat, kau harus makan dahulu." Mengambil nampan yang tadi dia bawa, Mikasa mencoba menyuapi Eren penuh sabar. Akan tetapi, pemuda manis itu tidak sedikitpun ingin membuka mulutnya.

"Sedikit saja, kumohon Eren. Kau tidak bisa seperti ini terus." Ingin rasanya Mikasa kembali menangis entah untuk yang keberapa kalinya. Melihat keadaan sahabatnya saat ini membuat dia ingin sekali menjerit frustasi. Gadis itu merunduk sejenak guna menghapus air mata yang tengah menggenang di pelupuk mata.

"Ba-wa a-ku per-gi."

Terbata akan suaranya yang sudah lama tidak digunakan, Eren menatap Mikasa yang diam terpaku dengan mata memerah. kedua iris berbeda warna saling berpandangan cukup lama.

"A-ku i-ngin per-gi dar-ri sin-ni."

Mikasa dengan cepat langsung mengangguk semangat, sedikit kelegaan muncul dikala akhirnya Eren buka suara.

"Tapi kau harus pulih terlebih dahulu Eren, kau harus sehat untuk bisa keluar dari neraka ini." Membujuk Eren lagi, Mikasa menyodorkan sesendok nasi ke mulut pemuda itu. Senyum tipis mengembang disaat Eren berkeinginan untuk menerima suapannya.

Di sisi lain dengan situasi dan tempat yang berbeda Levi tidak bisa memfokuskan pikirannya. Alam kesadaran pria berparas dingin tersebut selalu tertuju kepada sang terkasih yang telah disakiti. Hatinya selalu was-was memikirkan Eren yang tidak bisa ditemui walau hatinya begitu ingin untuk berjumpa.

Sehari setelah kejadian naas itu, Eren yang baru sadarkan diri menjerit histeris ketika dia hendak mendekat. Kesalahan fatal yang telah terjadi menyadarkannya akan arti sosok Eren dalam kehidupannya. Lelaki yang telah dia nikahi hampir setahun lamanya itu begitu berharga dari apapun yang ada di dunia ini.

Kesalahannya dalam menyetujui permintaan sang ayah yang menginginkan seorang cucu membuat dia lupa akan perasaan cintanya dulu. Kefatalannya dalam mengambil tindakan untuk kembali menikah membuat dia melupakan perasaan yang dulu tumbuh dengan mekarnya. Kebodohannya untuk mencari cinta baru membuat dia sengsara akan penjara yang dia buat sendiri. Amarah dan murka yang dia rasakan merupakan api cemburu akan kedekatan sang terkasih dengan seseorang selain dirinya.

HURT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang