Eren tidak bisa menghentikan laju tangisnya yang makin deras, walau isakannya tidak terdengar tapi Xavi bisa melihat bahu rapuh itu bergetar kencang. Tidak ada yang bisa Xavi lakukan selain diam sambil mengepalkan tangannya kuat.Amarah jelas masih menguasainya, dia tidak akan membiarkan Levi menyakiti Eren lagi. Xavi telah berjanji pada dirinya sendiri untuk membahagiakan pemuda rapuh di sampingnya ini.
Sementara Kuklo yang duduk di depan sembari menyetir, hanya diam membisu. Memperhatikan Eren yang terlihat begitu rapuh di matanya.
Perjalanan yang memakan waktu setengah jam itu dilalui dengan keheningan mendalam hingga mereka sampai di bandara.
Eren yang dari tadi tenggelam dalam lamunan dan kesedihannya tersadar ketika Xavi menyentuh bahunya pelan.
"Kita sampai baby." Eren segera menghapus genangan air mata yang masih betah mengalir, tersenyum sendu saat pria itu memberikan sapu tangannya.
Xavi ingin sekali berbalik arah dan menghabisi Levi detik ini juga. Sungguh dia tidak tega melihat mata cantik Eren yang masih berurai air mata.
"Jangan menangis lagi Eren, sekarang kau berhak bahagia. Jangan pikirkan si pendek sialan itu lagi." Eren hanya tersenyum menanggapi ucapan Xavi barusan.
Eren segera keluar saat Kuklo membukakan pintu untuknya. Mengucapkan terima kasih, Eren memandang bandara yang terlihat cukup ramai.
Menghembuskan napas secara perlahan, Eren meyakinkan dirinya sendiri bahwa inilah pilihannya, bertekad untuk meninggalkan masa lalu, dan memulai masa depannya.
Sementara itu, Levi yang telah di bawa Mike menuju hotel terlihat tidak baik-baik saja. Raut wajah yang biasa datar kini tampak mengerikan dengan berbagai gemuruh emosi.
Perasaan marah dan sedih bersamaan mencuat tidak terkendalikan. Pria itu tengah duduk di lantai dengan beberapa botol minuman keras menemaninya.
Pandangannya terfokus pada layar ponsel yang menampilkan sosok Eren tengah tersenyum sambil memeluk dirinya. Foto yang sudah cukup lama, saat mereka masih belum menikah.
Kekehan kecil keluar dari bibir tipis tersebut, Levi mengusap layar ponselnya seakan dia tengah mengelus pipi berisi Eren secara nyata. Kilat di mata Levi tidak terbaca saat kekehan berubah menjadi seringai mengerikan.
"Aku tidak akan pernah melepaskanmu sayang. Kau adalah milikku! Hanya milikku!"
Tawa Levi menggema seiring satu botol penuh berisi red wine dilemparkan ke dinding, membuat cairan merah tersebut mengalir membasahi dinding dan lantai.
........................
Satu bulan berlalu dengan cepat, sudah selama itu pula Eren mulai membiasakan dirinya di tempat yang baru dengan kehidupan yang baru pula.
Eren tengah menyirami kebun kecil yang disediakan Xavi untuk menghilangkan penat dan rasa bosannya. Rumah kaca menjadi pilihan Xavi untuk menaungi berbagai jenis tanaman yang diminati Eren. Tentunya pilihan tersebut juga untuk melindungi Eren dari teriknya matahari.
Senandung kecil sesekali terdengar dari bibir kissable tersebut. Rutinitas harian Eren tanpa terganggu oleh siapapun, juga untuk pengalih fokus dari masalah yang selama ini dialami.
Binar kehijauan menatap satu bunga anyelir kuning yang mengingatkannya akan sosok yang sudah berusaha dia lupakan. Sosok yang sudah mengecewakannya sekian dalam. Rasa benci terkadang menguasai hati, ingin hati membalas semua perbuatan sosok yang sekarang hanyalah 'mantan suami' bagi Eren. Tapi apalah daya, rasa tidak sanggup dan enggan lebih menguasai hati nurani.
KAMU SEDANG MEMBACA
HURT
FanfictionPerasaan cintanya yang terus dibalas dengan rasa sakit tidak menyurutkan Eren untuk terus mencintai Levi dengan sepenuh hati. Seakan rasa sakit itu adalah bumbu dalam kehidupan rumah tangga mereka. Namun sanggupkah Eren untuk terus bertahan dalam ra...