3. Badai yang melanda ( part.1 )

6.2K 747 229
                                    

Siang hari yang terik dengan cuaca musim panas tidak menyurutkan Eren untuk sekedar berjalan-jalan di taman hijau dekat komplek perumahannya. Senandung kecil terus digumamkan dikala iris emerald-nya disuguhi pemandangan yang menyejukkan hati, lelah karena hampir setengah jam dia mengelilingi taman tersebut, Eren memutuskan untuk rehat sejenak pada salah satu kursi yang tersedia. Meregangkan otot-ototnya yang terasa sedikit kaku lalu menyenderkan tubuh berbalut kaus hijau tipis itu pada sandaran kursi sembari memejamkan matanya sejenak.

Dikejauhan terlihat Mikasa dan Armin tengah berjalan santai sambil menyeruput minuman dingin di tangan mereka masing-masing. Mereka hanya bisa menggeleng melihat Eren yang sepertinya sudah jatuh tertidur begitu saja.

"Anak ini kebiasaan, selalu tidur dimanapun. Apa dia tidak takut jika ada orang yang berniat jahat padanya,huh."

"Akan aku hancurkan orang jahat itu duluan jika dia berani melukai Eren, Armin." Ujar Mikasa datar namun terasa menusuk bagi yang mendengarkannya. Pemuda pirang itu langsung geleng-geleng kepala melihat sikap protektif sahabat wanitanya tersebut.

Keduanya sesungguhnya tidak sadar jika sedari tadi Eren hanya berpura-pura tidur saja, sedikit meringis membayangkan apa yang akan terjadi jika memang benar ada orang jahat yang ingin melukainya.

"Kau itu wanita Mikasa, belajarlah untuk sedikit lebih anggun." Keduanya terkesiap kaget tidak menyangka Eren tidaklah tertidur.

"Kau mengagetkan kami, aku kira kau tidur tadi." Meregangkan kembali otot lengannya, pemuda bermata indah itu hanya mendengus. Memberikan ruang bagi kedua temannya untuk duduk.

"Ada apa kalian mencariku?"

"Kami ingin mengajakmu pergi ke pantai Eren." Mendengar kata pantai, kedua mata Eren langsung melebar. Senyum lima jarinya mengembang bahagia.

"Tentu saja aku akan ikut. Kapan kita akan pergi?"

"Siang ini, bersiap-siaplah. Kita akan berangkat setengah jam lagi. Lev-" Kedua mata itu langsung melotot kaget, memotong ucapan Mikasa yang menggantung.

"Hell, kenapa kalian baru bilang sekarang. Aku kan belum siap-siap." Secepat kilat Eren segera berlari pulang, membiarkan Mikasa dan Armin yang melongo melihat tingkahnya.

"Apa Eren tidak akan apa-apa jika dia tahu Levi dan Petra juga ikut serta Mikasa?" Gadis bersurai raven sebahu itu hanya bisa menghela nafas pelan.

"Entahlah Armin, aku berharap senyuman Eren tadi tidak akan luntur nanti." Armin pun mengharapkan hal yang sama.

Namun apa yang keduanya harapkan sepertinya harus sedikit pupus melihat kediaman Eren sedari tadi di dalam mobil. Mikasa dapat memahami perasaan Eren yang harus kembali mengalah saat Petra dengan tidak tahu malunya bersikeras ingin duduk di sebelah Levi yang akan menyetir. Dia bisa melihat senyum paksa Eren saat kakak iparnya itu berpindah duduk ke belakang tepat di samping dirinya. Armin sendiri tengah berada di mobil satunya, mobil yang dikendarai oleh Erwin kekasih pemuda pirang tersebut sekaligus teman kerja sang kakak.

"Maaf Eren, seharusnya kita tadi menumpang saja di mobilnya Erwin-san." Ujar Mikasa pelan, mengalihkan atensi Eren yang tengah menatap ke luar jendela.

"Mengapa kau yang harus minta maaf? Ini bukan salahmu, aku tidak apa-apa, percayalah." Eren tersenyum tulus pada Mikasa yang sudah dia anggap bukan hanya sebagai sahabat tetapi juga sebagai kakaknya sendiri, mengingat umur mereka yang terpaut satu tahun.

"Aku janji, kita akan bersenang-senang nanti di pantai. Lupakan saja si cebol dan istri munafiknya itu." Kekehan kecil keluar dari mulut Eren, dia hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tatapan membunuh Mikasa pada dua orang yang tengah bermesraan di depan mereka.

HURT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang