10. Ingatan Masa Lalu

5.1K 557 100
                                    

Kaki-kaki kecil terus berlari menyusuri hamparan bunga matahari yang bermekaran, gelak tawa mengiringi langkah kaki kecilnya. "Ayo kakak! Kejar aku!" Nada riang keceriaan terus bergema.
"Tunggu Eren! kau bisa jatuh jika berlari terus." Suara teriakan bercampur nada kecemasan ikut berlari, mengejar Eren kecil yang tertawa senang.

"Makanya kejar aku kalau bisa." Dua tungkai mungil semakin kuat berlari tanpa tahu ada batu kecil yang menghadang. Mata hijau cerah terus menengok ke belakang, takut-takut jika akan tertangkap.

"Perhatikan langkahmu Eren, kau bisa terja-"

BRAKK

Belum tuntas kalimat terucap, apa yang ditakutkan sudah terjadi. Tergesa, segera saja dia menghampiri. Membantu Eren kecil untuk berdiri. Wajah berbentuk hati dicemari memar karena terbentur cukup keras. Mata bulat berair menahan perih dibagian telapak tangan yang tergores.

"Aku baik-baik saja kakak." Ucapan dengan getar suara tidak sinkron. Si anak lelaki yang dipanggil kakak langsung menatap khawatir. "Kalau sakit jangan ditahan, lihat! air matamu tidak bisa membohongiku." Usapan pada ubun-ubun langsung menjatuhkan air mata Eren kecil, tangisnya sesenggukan.

Sang kakak tersenyum kecil saat Eren memeluknya erat, dia biarkan kaus birunya basah hingga menembus pori-pori. "Tenanglah, ada kakak di sini. Jangan menahannya seorang diri."

"Kakak"

"Kakak"

"KAKAK!!"

Tarikan napas menderu dengan keringat membanjiri, Eren terkesiap kaget dalam tidur tidak nyamannya. Air putih segera diraih guna melegakan tenggorakan yang sempat tercekat.

Mimpi tadi terasa nyata, ingatan itu kembali muncul tanpa diundang. Helaan napas keras dihembuskan untuk menghilangkan perasaan sesak yang tetiba muncul. Senyum miris bercampur sendu menghiasi wajah yang masih berkilat keringat.

"Sudah lama sekali aku tidak memimpikanmu kakak, apa kabar kau di atas sana? Aku membutuhkan pelukan hangatmu sekarang juga." Tidak tertahan, setetes air mata jatuh, isakan kecil lolos saat memori masa lalu bermunculan.

*****

Siang nan cerah dengan lalu lalang kota Manhattan yang selalu ramai tidak menyurutkan keinginan Eren untuk berjalan di antara para kerumunan manusia yang ikut memenuhi tempat para pejalan kaki. Langkah lebarnya terus menggema di antara ribuan manusia yang sibuk dengan urusan masing-masing.

Dia dengan gerutuan kecil terus berjalan menyusuri toko-toko sambil membaca namanya satu-satu. Salahkan seseorang yang tiba-tiba membuat janji tanpa menjemputnya sama sekali. Padahal ini adalah kali pertama dia menginjakkan kaki pada salah satu kota terkenal di negara adidaya ini.

Senyumnya langsung mengembang saat nama yang diejanya adalah nama yang sedari tadi di cari-cari. Tanpa menunggu lagi, Eren segera melangkahkan kakinya masuk.

Salah satu pegawai menyambut kedatangannya dengan hormat. "Selamat datang, Eren Jaeger, right?" Eren segera mengangguk, balas tersenyum pada pegawai yang meminta untuk mengikutinya.

Mata bulat besarnya menatap takjub pada berbagai jam dengan merk-merk terkenal, bukan saja jam tetapi masih banyak lagi aksesoris kaum pria yang terpajang elit. Tatapan Eren teralih pada sesosok manusia yang tengah duduk santai sambil membaca majalah bisnis. Tingkahnya bagai billionere yang bisa melakukan apa saja, yeah walau itu memang benar kenyataannya.

"Kau terlambat sepuluh menit. Apa aku harus menghukummu dear?" Eren memutar kedua boal matanya malas, kejengkelan menyeruak lagi setelah hilang beberapa detik lalu.

HURT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang