Gelombang rasa menggelora mendebarkan hati, riak emosi teredam menyisakan afeksi, getaran halus menyentuh kalbu, buaian lembut bagai candu.
Eren tergugu, mengingkari hati dan pikiran, menolak untuk tahu apa yang tengah dialami. Perasaan hangat membuncah seiring rasa nyaman timbul, enggan untuk melepaskan.
Namun sadar akan kenyataan yang tidak selalu manis, dia segera tersadar. Mendorong cukup kuat hingga menimbulkan celah yang cukup besar.
Hijau zamrud dan hitam onyx saling menyapa, kembali menghantarkan perasaan hangat yang tidak ingin diakui.
"Untuk apa lagi kau kemari Rivaille? Belum cukupkah pengusiranku untuk membuatmu malu dan menjauh dari kehidupanku." Eren mencoba mendominasi, menatap nyalang Levi yang tidak akan mudah terintimidasi.
Justru pandangan Levi menyiratkan kekhawatiran walau tidak kentara. "Ikutlah denganku! Ayo kita pulang Eren!"
Senyum remeh mengembang, menatap sinis dengan alis terangkat sebelah. "Pulang kemana? Jika kau lupa, aku sudah menggugat cerai dirimu."
Levi terdiam, ada perasaan marah timbul akan ucapan barusan, tangannya mengepal menahan kesal. Diliriknya Zeke yang tengah menatapnya dengan seringai kepuasan.
Bangsat!!
"Surat cerai itu sudah kurobek, itu artinya kau masih 'istriku' bocah."
Kalimat yang terucap dengan nada datar itu membuat Eren tersulut emosi. "Apa kau bilang? Maumu apa sebenarnya? Kau masih belum puas menghancurkan hidupku hah?!" Rasa benci kembali naik ke permukaan, ingin rasanya mencincang hingga ke titik terdalam.
Suasana cukup menegangkan, Zeke segera ambil tindakan. "Sebenarnya ada apa ini? Adakah yang bisa memberitahuku?"
Bisakah Zeke Jeager diberikan penghargaan? Sungguh! Levi sangat ingin melempar piala oskar ke wajah sok polos itu.
"Bukan masalah serius kak-"
"Tidak kusangka kau masih hidup Zeke, kukira kau sudah membusuk di liang lahat." Levi memotong ucapan Eren, senyuman remeh tersungging, memandang sinis Zeke yang masih terlihat tenang.
"Aku tidak mudah mati Ackerman.." Satu alis terangkat sebelah dengan seringai yang menurut Levi sungguh menjijikan. " Ahh..apakah aku harus memanggilmu adik ipar sekarang..?" Ada nada ejekan di sana.
Levi hanya mendecih, tangannya dengan cekatan meraih pergelangan tangan Eren, otaknya terus berontak untuk segera menjauhkan istri tersayangnya itu dari jangkauan seorang Zeke.
Pria dengan jambang yang mulai tumbuh tersebut segera menghadang, mencekal tangan Levi begitu erat. "Lepaskan Eren! Kau tidak bisa membawanya begitu saja Ackerman."
Suasana semakin mencekam, Eren sedikit meringis merasakan pergelangan tangannya yang dicengkram cukup kuat, sebelah tangannya yang bebas terus mencoba melepas cekalan tersebut.
"Aku bisa Zeke, jika kau belum tuli, bocah ini masihlah 'istriku'." Penekanan pada satu kata terakhir membuat seringai Zeke timbul lagi.
"Tapi yang kudengar adikku tidak ingin bersamamu lagi, bukankah Eren sudah menggugat cerai kau Rivaille. Harusnya kau tahu batasanmu."
"Kau-pun belum tuli untuk mendengar, surat itu sudah kurobek. Jadi suka atau tidak, Eren masihlah 'istri' sahku keparat!"
Keduanya tidak ingin mengalah, melupakan Eren yang menahan kesalnya dari tadi. "Lepaskan aku brengsek!" Sekuat tenaga dia menghempaskan tangan Levi dari tangannya, menatap nyalang pria arogan itu. "Kau kira siapa dirimu Levi? Aku sudah muak dengan sikap bajinganmu itu, haruskah kuingatkan, masih ada Petra yang akan memberikanmu pewaris kan. Jadi, untuk apa lagi kau mempertahankan hubungan ini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
HURT
FanfictionPerasaan cintanya yang terus dibalas dengan rasa sakit tidak menyurutkan Eren untuk terus mencintai Levi dengan sepenuh hati. Seakan rasa sakit itu adalah bumbu dalam kehidupan rumah tangga mereka. Namun sanggupkah Eren untuk terus bertahan dalam ra...