MENYEMPURNAKAN SYUKUR DENGAN QANA'AH
Saudaraku...
Dalam salah satu hadits dari Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بِمَا آتَاهُ
“Sungguh sangat beruntung seorang yang masuk Islam, kemudian mendapatkan rizki yang secukupnya dan Allah menganugrahkan kepadanya sifat qana’ah (merasa cukup dan puas) dengan rizki yang Allah berikan kepadanya.” (HR. Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash)
Dari hadits tersebut telah ditunjukkan besarnya keutamaan seorang muslim yang memiliki sifat qana'ah. Karena dengan sifat tersebut, seorang hamba Allah Azza wa Jalla akan meraih kebaikan dan keutamaan di dunia dan akhirat, meskipun harta yang dimilikinya tidak seberapa banyak.
Saudaraku...
Seorang yang qana’ah tentu akan bersyukur kepada-Nya atas Rizki yang diperoleh. Namun sebaliknya, barangsiapa yang memandang sedikit rezeki yang diperolehnya, justru akan sedikit rasa syukurnya, bahkan terkadang dirinya berkeluh-kesah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun mewanti-wanti kepada Abu Hurairah:يَا أَبَا هُرَيْرَةَ كُنْ وَرِعًا، تَكُنْ أَعْبَدَ النَّاسِ، وَكُنْ قَنِعًا، تَكُنْ أَشْكَرَ النَّاسِ
“Wahai Abu Hurairah, jadilah orang yang wara’ niscaya dirimu akan menjadi hamba yang paling taat. Jadilah orang yang qana’ah, niscaya dirimu akan menjadi hamba yang paling bersyukur.” (HR. Ibnu Majah: 4217).
Seorang yang berkeluh-kesah atas rizki yang diperolehnya, sesungguhnya tengah berkeluh-kesah atas pembagian yang telah ditetapkan Rabb-nya. Barangsiapa yang mengadukan minimnya Rizki kepada sesama makhluk, sesungguhnya dirinya tengah memprotes Allah Azza wa Jalla kepada makhluk. Seseorang pernah mengadu kepada sekelompok orang perihal kesempitan rizki yang dialaminya, maka salah seorang di antara mereka berkata,
“Sesungguhnya engkau ini tengah mengadukan Zat yang menyayangimu kepada orang yang tidak menyayangimu.” (Uyun al-Akhbar karya Ibnu Qutaibah 3/206).
Saudaraku...
Qana’ah mempunyai ikatan erat dengan syukur. Keduanya, seperti dua sisi mata uang yang tidak mungkin berpisah. Syukur membuahkan qana’ah. Dan qana’ah memunculkan syukur. Seperti itu korelasinya. Tidak ada qana’ah tanpa syukur. Tidak ada syukur tanpa qana’ah.
Syukur tanda kita menikmati keadaan yang mungkin dirasa masih kurang. Qana’ah buah kesyukuran yang membuat kita tenang. Batin yang tenang karena menerima keadaan, kondisi hati yang stabil karena tidak dibenturkan harapan yang tidak tercapai, keadaan jiwa yang menyenangkan karena tidak mengeluh dan menggugat keadaan yang tidak sesuai keinginan. Itulah keberkahan yang Allah Azza wa Jalla berikan.
Saudaraku...
Syukur dan qana’ah adalah dua sikap yang tak mungkin dipisah. Orang yang qana’ah hidupnya senantiasa bersyukur. Makan dengan apa adanya akan terasa nikmat tiada terhingga jika dilandasi dengan qana’ah dan syukur. Sebab, pada saat seperti itu ia tidak pernah memikirkan apa yang tidak ada di hadapannya. Justru, ia akan berusaha untuk membagi kenikmatan yang diterimanya itu dengan keluarga, saudara, kerabat, teman atau pun tetangganya.Meski demikian, orang-orang yang memiliki sikap qana’ah tidak berarti menerima nasib begitu saja tanpa ikhtiar. Orang yang hidup qana’ah bisa saja memiliki harta yang sangat banyak, namun bukan untuk menumpuk kekayaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Islamic book
RandomJangan tertipu dengan postinganku. Karena sesungguhnya aku tidak lebih baik dari apa yang kamu pikirkan, dan aku tidak lebih buruk dari apa yang kamu bayangkan. #NOTE: Semua info bersumber dari internet dan via grup dan sudah meminta izin. Follow In...