SEMBILANBELAS

5 2 0
                                    

Erland memarkirkan motornya di pekarangan sebuah rumah yang bisa dibilang mewah. Yaps! Rumah siapa lagi, kalau bukan rumah dinda.

"Assalamualaikum. Dinda" Panggil erland dari luar rumah. Tumben salam.

"Maaf mas, disitu ada bel nya. Mending mas nya pencet bel aja deh" Ucap laki laki paruh baya yang tak lain adalah pak jaylan. Tukang kebun keluarga mahesa

"Oh iyha pak, Saya nggak lihat" Balas erland. Erland pun memencet bel rumah dinda. Hingga tak lama kemudian perempuan paruh baya datang menghampirinya.

"Eh, erland. mau ketemu dinda?" Tanya laras.

"Iyha tante. Dinda nya ada kan?" Tanya erlan balik.

"Ada kok. Ayo sini masuk. Sekalian ikut sarapan sama kita." Ajak laras menarik tangan erland.

"Kamu susulin dinda di kamarnya aja. Dia selalu lama kalau siap siap. Nanti baru kita sarapan" Ucap adit memberitau. Erland hanya mengangguk tanda paham.

Erland menaiki satu persatu anak tangga, Hingga sampai di depan kamar dinda. Beberapa kali erland mengetuk pintu kamar dinda, Namun tak ada yang menyahut. Laras dan adit mengkode erland untuk langsung masuk.

Erland membuka pintu kamar dinda. Tidak ada orang. Sunyi, dan sepi. Kamar bernuansa Biru muda dan Biru tua itu terlihat sangat rapi.

Suara air dari kamar mandi yang berada di kamar dinda membuat erland tau, bahwa saat ini dinda berada di kamar mandi. Erland duduk di king size warna biru milik dinda. Hingga sang pemilik kamar keluar dari kamar mandi.

Terkejut? Tentu saja. Dinda terkejut melihat erland yang sudah duduk manis di dalam kamarnya.

"Aaaaaaaa" Dinda menjerit kaget.

"Lo ngapain di kamar gue?" Tanya dinda dengan nada suara tinggi

"G-gue tadi disuruh kesini sama orang tua lo" Balas erland gugup

Untung saja dinda ke kamar mandi sudah membawa baju. Jika belum, mau bagaimana wajahnya. Malu? Jelas saja.

"Ya tapi kan lo bisa ketok pintu dulu. Ngapain langsung masuk. Nggak sopan" Ucap dinda kesal.

Dinda memilih untuk duduk di depan meja riasnya. Menyisir rambut hitam pekat sepunggung miliknya.

"Tadi gue udah ketuk pintunya berkali kali. Tapi nggak ada jawaban. Terus orang tua lo suruh gue langsung masuk. Yaudah gue masuk aja. Oh ya! Jogging yuk" Ajak erland memecah keheningan

"Ogah" Balas dinda

"Lo nggak kasian apa sama pacar lo ini, udah nunggu dari tadi malah di tolak" Ucap erland memanyunkan bibirnya. Menatap gadis nya yang sedang menyisir rambut.

"Kan gue nggak minta." Balas dinda menaruh sisirnya di meja rias.

"Kasur lo empuk. Lo suka warna biru ya? Ketebak sih dari warna kamarnya" Ucap erland mengalihkan pembicaraan. "Lain kali gue boleh lah numpang nginep di rumah lo" Tambahnya.

"Mau lo apa sih? Tadi tiba tiba ada di kamar gue. Terus ngajak jogging. Gue nolak malah mau minta numpang tinggal di rumah gue. Mau lo apa?" Tanya dinda

"Yailah PMS bund? Marah marah mulu dari tadi" Ucap erland menebak. "Anggap aja simulasi nikah gitu kan. Pagi pagi ngobrol di kamar. Kaya suami istri yang bahagia gitu" Erland membayangkan apa yang ia katakan. Hingga Sebuah guling mendarat di wajah mulus erland.

"Halu lo ketinggian" Ucap dinda yang baru saja menggamparkan sebuah guling ke wajah erland.

"Sakit tau beb" Erland meraba wajahnya yang masih panas.

"Makanya jangan halu" Ucap dinda kemudian duduk di kasur king size miliknya. Tepatnya disebelah erland.

"Kenapa lo bohongin gue?" Tanya erland serius.

"Bohong? Gue bohongin apa?" Dinda tak mengerti maksud erland.

"Waktu pertama kita ketemu, Lo bilang kalau lo bukan anak dari keluarga mahesa. Tapi nyatanya lo bohong sama gue" Ucap erland menjelaskan.

"Oh, Masalah itu. Itu karena gue mau tau aja. Siapa yang mau temenan sama orang miskin kaya gue" Balas dinda.

"Kan lo bisa jujur sama gue. Gue kan sekarang pacar lo" Ucap erland menasihati.

"Gue nggak mau lo pacaran sama gue karena gue kaya. Tapi gue mau lo pacaran sama gue karena hati. Bukan karena hal lain." Balas dinda membuat erland mengernyitkan keningnya bingung.

"Hal lain?" Tanya erland bingung.

"Iyha. Gue nggak mau ada cowo yang ngajak cewe nya pacaran hanya karena tujuan tertentu. Sekarang kan banyak cowok yang ngakunya cinta ke cewek, Eh pacaran malah cuma karena taruhan. Gue nggak suka hal itu" Ucap dinda menjelaskan.

Ada desiran hebat di hati erland. Tertampar dengan ucapan dinda yang menyinggung dirinya.

"Kenapa ngomong gitu?" Tanya erland mencari tau.

"Gue baca di novel yang kemaren gue beli. Ceritanya menarik. Tentang cowo yang pacaran sama cewek hanya karena uang 500 juta. Dikira perasaan cewek bisa dibeli pakai duit. Sebanyak apapun hadiahnya, tetep aja. Perasaan perempuan itu nggak bisa dibeli pake uang. Dikira perasaan cewek itu harganya murah" Balas dinda membuat erland tertohok.

"Terus kamu percaya? Dinda, biasanya penulis itu kan ngarang. Kaya di wattpad gitu. Cuma berdasarkan halu si penulis. Kamu jangan sepenuhnya percaya. Di dunia ini apalagi jaman sekarang, Nggak ada yang namanya cewek dijadiin taruhan. Ini jaman modern, Bukan jaman majapahit. Kalau cewek mau nikah diadain sayembara" Ucap erland mencoba untuk tetap tenang.

"Ya, siapa tau aja kan masih ada. Inget ya! Cewek itu perasaannya lembut. Mau disakitin kaya apa aja dia cuma bisa nangis. Tapi ada saatnya dimana perasaan itu berubah jadi Amarah. Saat dimana perasaan itu dikecewain oleh orang yang dia sayang" Balas dinda membuat erland berpikir akan ucapan dinda.

"Ekheemmm" Suara dari luar kamar dinda membuat dinda terkejut.

"Bikinnya adek kalau udah halal dong, Masa masih pacaran udah bikin adek" goda laras dari luar kamar dinda

Dinda membuka pintu kamarnya. Menampakkan dua pasang suami istri. Ya! siapa lagi kalau bukan orang tua dinda dan erland.

"Mamah apaan sih. Siapa juga yang bikin adek. Dinda sama erland cuma mau ngerjain tugas bareng kok" Ucap dinda ngawur.

"Iyha deh ngerjain tugas. Tapi ada ya! Ngerjain tugas sekolah pembahasannya tentang cinta" Goda adit membuat pipi dinda memerah.

"Cieeee Blushing" Goda laras

"Mamah, Papah" Gumam dinda.

"Ayah, Bunda ngapain kesini?" tanya erland pada orang tuanya.

"Ayah cuma mau metting kerja sama Om adit. Mamah kamu ikut, mau maen kesini. Karena mettingnya udah selesai jadi kita nguping" Balas david jujur.

"Kayanya kalian berdua udah cocok deh. Lulus sekolah kita nikahin aja gimana dit?" tanya david pada adit

"Setuju. Biar kita bisa jadi besan. Apalagi kalau mereka lulus sma nikah, kita bisa cepet punya cucu" Balas adit.

"Papah apaan sih, Dinda kan mau kejar kuliah di belanda" Ucap dinda membuat adit merasa lesu.

"Sayang, belajar boleh. Tapi pikirin Otak kamu ya. Otak kamu juga butuh istirahat" Ucap adit membuat dinda mengerucutkan bibirnya.

"Dinda mau ke rumahnya jihan dulu pah, mah. Om, tante, saya permisi" Ucap dinda kemudian melenggang pergi dengan tas kecil yang ia bawa.

"Erland. Gih, anterin" Perintah diva dibalas anggukan oleh erland.

To Be Continue...

A D I N D A  [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang