TIGAPULUH DELAPAN

3 1 0
                                    

Malam ini adalah malam yang dinantikan seluruh murid murid SMA Merpati. Prom yang mengusung tema berbeda. Jika kebanyakan Prom bertemakan Happy, maka kali ini, tema yang diusung adalah Sad.

Adit Mahesa, selaku pemilik sekolah membuka acara dengan hikmat. Beberapa orang penting sekolah pun turut memberikan sambutan hingga tiba saatnya Mc yang mengambil alih pimpinan acara.

"Baiklah kini saatnya bintang tamu kita yang akan membawakan sebuah lagu. Yang pastinya mewakili perasaan kaum galau" Ucap Mc tersebut.

"Mari kita sambut, penampilan spektakuler dari bintang tamu kita. DADALI" Ucap Mc tersebut dibalas sorakan bahagia dari semua siswa siswi. Kecuali Dinda pastinya.

"Bagaimana kabarnya semua? ada yang lagi galau? atau ditinggal pacarnya? atau lagi marahan sama pacarnya?" Tanya vocalis Band Dadali yang bernama Dyrga tersebut.

"ADAAA" balas semua siswa siswi kompak.

"Kita nyanyi lagu Disaat aku pergi. Yang lagi ditinggal pacarnya boleh ikut nyanyi" ucapnya lagi kemudian dibalas sorakan heboh dari siswa siswi Sma Merpati.

Musik mulai mengalun, Dyrga pun mulai menyanyikan lagu yang ia bawakan malam ini. Membuat Dinda kembali menitihkan air matanya.

Bayangan kenangannya dengan Erland kembali berputar pada benaknya. Dimana momen pertemuannya yang tak terduga, ia membuatkan teh asin untuk Erland, mencari kambing kambing bu lastri yang hilang. Semua teringat jelas di benak Dinda. Hingga janji saling bersama yang mereka ucapkan dipinggir jalan pun teringat jelas.

Erland yang berada di samping kanan Dinda, menatapnya dengan sendu. Air matanya tak bisa tertahan lagi. Secepat ini kah perpisahan itu datang.

"Kenapa secepet ini Din? rasanya aneh. Pertama kalinya gue ngerasain sakit begitu dalam. Lo berhasil buat hati gue berantakan Din. Maaf gue udah sakitin lo. Gue harap, setelah ini akan ada laki laki yang sayang sama lo. Tulus sama lo. Nggak kaya  gue yang brengsek dan bajingan ini " Batin Erland yang masih menatap Dinda.

Dinda yang merasa ditatap pun menoleh. Pandangan mereka sesaat bertemu. Membuat Dinda tak sanggup lagi untuk berbicara. Bibirnya terasa kelu. Hatinya bergetar. Dadanya sesak.

"Kenapa harus lo Er? Disaat gue udah mulai jatuh cinta sama lo, kenapa gue malah tau kenyataan menyakitkan ini? kalau boleh milih, lebih baik gue nggak tau selamanya daripada harus sakit kaya gini. Walaupun gue hidup dengan cinta yang penuh kebohongan" Dinda memalingkan wajahnya. Tak mau lagi menatap Erland yang ada di depannya.

"Din, lo nggak apa apa kan?" tanya Jihan yang ada di samping kiri Dinda. Dinda lantas menggeleng.

"Gue nggak apa apa kok" balas Dinda tersenyum paksa. Senyum palsu yang sudah ia gunakan sejak kemarin malam.

"Lo sedih ya dengerin lagu ini? Karena lo ngerasa lagu ini kaya kisah cinta lo" ucap Jihan membuat Dinda menunduk

"Gue nggak sanggup. Gue pengen nangis sekenceng kencengnya. Tapi gue nggak bisa" balas Dinda menunduk.

"Lo boleh nangis sekenceng kencengnya sekarang. Anggap aja lo lagi di hutan yang sepi dan nggak ada apa apa. Lo bisa nangis dipelukan gue. Lo harus inget, lo masih punya sahabat disini" ucap Jihan merentangkan tangannya. Dinda pun memeluk Jihan dan menangis di pelukannya.

"Gue nggak kuat" tangis Dinda pecah kembali di pelukan Jihan.

"Lo boleh peluk gue kapan pun lo mau. Gue harap ini bukan pelukan terakhir kita." ucap Jihan yang juga menitihkan air mata.

Dinda menghayati setiap lirik yang ada pada lagu tersebut. Yang membuatnya sakit terdapat pada bait pertama lagu. Dimana dia yang akan pergi meninggalkan Erland. Entah apa yang akan terjadi nanti, ia yakin Erland akan sangat terpuruk. Mungkin memang benar jika Erland bukan jodoh Dinda.

Disisi lain, orang tua Dinda yang menyaksikan putrinya sedang menangis di pelukan sahabatnya itu pun ikut mmenitihkan air mata. Begitu juga orang tua Erland selaku donatur tetap sekolah.

"Andai aja, Erland nggak sebodoh itu, pasti nggak akan kaya gini" ucap Diva menatap Dinda sendu.

"Semua juga udah terjadi. Dan mungkin mulai besok, Dinda akan memulai kehidupan barunya di tempat yang baru" balas Laras dengan air mata yang masih menetes.

"Terkadang kita hidup juga untuk merasakan sakit. Dan saya juga selalu bilang sama Dinda, untuk menjalani hidup dengan apa adanya. Biarkan alur kehidupan berjalan sebagaimana mestinya. Kita sebagai manusia hanya bisa mengikuti dan menjalankan. Bukan mengubah" ucap Adit diangguki David.

"Dan Erland berhasil membuat gadis yang sudah saya anggap seperti putri saya sendiri itu menangis dan sakit hati. Saya masih tidak percaya. Bisa bisanya Erland mempermainkan Berlian seindah dan seberharga itu" imbuh David.

"Semuanya udah berlalu tuan David. Dinda juga akan mendapatkan kehidupan barunya. Bersama orang orang baru. Ditempat yang baru. Dengan perjalanan hidup baru" ucap Laras membuat Diva menatapnya bingung.

"Apa maksudnya? Dinda mau pergi? Kemana? Dia bakalan kembali kesini kan?" tanya Diva bingung.

"Dia akan pergi untuk menemui seseorang, dan kembali atau tidaknya Dinda nanti, hanya waktu yang akan menjawab" balas Laras membuat Diva ikut menangis.

"Maaf kan setiap kelakuan Erland tuan Adit. Saya sebagai ayahnya merasa gagal mendidik putra saya. Saya gagal mengajarkan arti menghargai orang lain pada putra saya. Jika anda marah, saya ijinkan anda untuk memarahi putra saya" ucap David menundukkan kepalanya.

"Tidak! semua ini sudah terjadi, dan saya tidak akan mengungkit lagi. Masalalu ada untuk diambil hikmahnya. Bukan untuk diungkit rasa sakitnya" balas Adit membuat David tersenyum walau terpaksa.

To Be Continue...

A D I N D A  [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang