PENASARAN
.
.
Ali sedang mencari kiai Hasan untuk membicarakan sesuatu. Maka ketika menemukannya di perpustakaan dia segera menghampiri.
"Assalamu'alaikum."
Kiai Hasan mengangkat wajahnya yang sedang membaca sebuah buku. "Wa'alaikumsalam."
Ali kemudian duduk di depan Kiai.
"Kamu sudah selesai mengajar?"
"Sudah kiai...saya ingin memberitahu sesuatu dengan kiai."
Kiai mengangguk lalu membiarkan Ali melanjutkan ucapannya.
"Saya ingin jadwal mengajar saya di tukar di hari sabtu Kiai."
Kiai Hasan menatap Ali dengan bingung. "Ada apa kok tiba-tiba?"
"Sepertinya di hari kerja, senin sampai jumat saya kerja di tempat lain."
Sebelum kiai bertanya lagi, dengan hati-hati Ali mengutarakan maksudnya.
"Saya sudah diterima menjadi pegawai negeri di dinas pertanian kabupaten kiai. Tapi saya kerjanya dari hari senin sampai jumat, hari sabtunya saya masih bisa mengajar di pesantren."
Wajah Kiai sumringah. "Alhamdulillah, akhirnya kamu jadi kerja kantoran juga."
Seperti orangtua yang bangga terhadap anaknya, kedua mata kiai berkaca-kaca.
"Tidak mengajar disini juga tidak apa-apa, nanti bisa nyari guru yang bisa ngajar komputer. Kamu masih bisa ceramah di hari minggu."
Ali tersenyum, senang dengan reaksi pria di depannya.
"Saya ingin tetap jadi pengajar di sini kiai, karena melihat anak-anak santri menguasai teknologi membuat saya senang bisa berguna untuk mereka."
Kiai mengangguk-angguk lalu menghela napas.
"Akhirnya kamu mendapatkan apa yang sepantasnya kamu terima. Kerja keras kamu dalam belajar membuahkan hasil. Orangtua kamu pasti bangga Li."
Ali menunduk, merasakan kebahagiaan sekaligus kesedihan mengingat kedua orangtuanya tidak melihat langsung kesuksesan Ali.
"Saya sebenarnya berat ketika menerima berita baik ini, karena saya akan jarang berada di pesantren. Saya benar-benar ingin mengabdikan seluruh jiwa raga untuk pesantren kiai."
Kiai Hasan menggeleng pelan.
"Seperti yang selalu saya tekankan kepada kamu dan juga anak-anak santri yang lainnya kalau nanti sudah lulus dari sini pergilah untuk mengejar dan meraih ilmu dan kerja seluas-luasnya. Asal jangan sampai meninggalkan ibadah dan tetap istiqomah. Silahkan kejar mimpi kamu untuk kehidupan kamu yang lebih baik, dunia maupun akhirat. Dengan melihatmu sukses nanti itu adalah nilai lebih. Karena dengan itu, berarti saya sudah berhasil mendidik kamu dengan baik Li. Jangan khawatir, pesantren ini akan tetap berdiri dengan kokoh, insyaallah."
Dada Ali berdebar, mendengar kata-kata yang tulus dari Kiai Hasan. Betapa dia sangat beruntung ditemukan oleh orang besar ini. Rasa syukur dan rasa terimakasihnya hanya bisa dia lakukan dengan sekolah yang benar sampai akhirnya dia mendapatkan posisi sekarang.
"Terimakasih atas apa yang telah kiai lakukan kepada saya selama ini. Saya tidak tahu lagi harus membalasnya seperti apa."
Kiai Hasan tersenyum lembut. "Kamu harus jadi orang sukses, itu saja yang saya minta."
Kedua mata Ali berkabut, memandang wajah cerah Kiai Hasan. Membuat kiai menepuk tangannya.
"Sudah sudah, sekarang kamu bisa antarkan Asyifa mengambil pesanan kue?"
Ali mengangguk pelan." Bisa kiai."
"Ajak soleh sekalian, jangan berdua..."
"Iya kiai..."
Asyifa melihat sesuatu yang berbeda dari Ali akhir-akhir ini. Setelah selesai mengajar Ali lebih banyak berada di masjid. Biasanya Asyifa menemukan Ali di perpustakaan sedang membereskan buku atau membaca.
Setelah kepergian Ann, suasana pesantren kembali khusuk, tidak ada lagi kegaduhan yang diciptakan gadis itu. Asyifa merasa kangen, senyum manis gadis itu selalu membuat suasana harinya menyenangkan.
Asyifa melihat Ali keluar dari perpustakaan bersama kiai Hasan, dia segera menghampiri keduanya.
"Syifa kamu ngambil kuenya sama Ali ya?" ujar Kiai begitu melihat putrinya itu.
Asyifa hanya mengangguk.
Kiai Hasan berjalan ke arah ruang guru, sedangkan Ali dan Asyifa menuju parkiran. Sebelumnya Ali mencari Soleh untuk menemani mereka ke kota.
Setelah mengambil kue pesanannya dari toko langganan umi, Asyifa mengajak Ali dan Soleh makan bakso dulu sebelum pulang. Tentu saja Soleh sangat senang, rasanya sudah lama juga dia tidak makan makanan berkuah tersebut.
Asyifa terkekeh melihat Soleh makan dengan lahap.
"Pelan-pelan, gak bakal ditinggal kok."
Soleh tersenyum malu, lalu kembali dengan baksonya.
"Habis ini langsung pulang kan?" tanya Ali setelah menghabiskan makananya.
"Apa mau muter-muter dulu, sekalian jalan-jalan sebentar?" tawar Asyifa.
Soleh langsung menyahut. " Jalan-jalan aja dulu kak, waktu masih ada ka Ann dulu. Soleh pernah diajak jalan-jalan sama kak Ali juga ke kota. Ya kan kak?"
Ali yang tidak siap dengan ucapan Soleh, hanya mengangguk pelan.
"Kalian pernah jalan-jalan bertiga?"
"Iya waktu itu habis ke pasar, Ann maksa untuk ikut dan nemenin dia jalan-jalan sebentar. " jawab Ali menjelaskan.
"Oh, ngomongin Ann aku jadi kangen." ucap Asyifa.
"Sama, aku juga kak...apalagi ka Ali." sahut Soleh dengan wajah polosnya.
Asyifa memutar matanya ke arah Ali. Agak terkejut dengan penuturan Soleh sebenarnya, hingga timbul tanda tanya di kepalanya.
"Semua juga kangen sama Ann. Oh ya emang kamu mau jalan-jalan kemana?" Ali bertanya pada Soleh, mengalihkan pembicaraan.
Asyifa terdiam, hanya mendengarkan pembicaraan Ali dan Soleh tentang jalan-jalan ke kebun binatang. Entah kenapa hatinya terasa berdenyut, terlebih melihat raut wajah Ali setelah membicarakan tentang Ann.
Dia tidak ingin menyimpulkan dengan cepat, Asyita sendiri tahu tentang kedekatan Ali dan Ann karena mereka memang sering bersama mengurus kebun hidroponik mereka. Lagipula tidak ada tanda-tanda atau isyarat yang memperlihatkan kalau mereka ada hubungan.
Asyifa ikut tersenyum ketika Ali dan Soleh tertawa, menyembunyikan rasa penasarannya.
...
kadang yang baca sama vote bedanya suka jauh bgt ;p
KAMU SEDANG MEMBACA
"ANA UHIBBUKA FILLAH"
Random#Lizkook religi Cover by @wiwiwiyaaa ig @decalcomaniaa_ Ketika ayahnya mengirimnya ke pesantren, rasanya dunia bebasnya runtuh seketika. Berbagai cara dia lakukan untuk bisa keluar dari sana, Ann tidak menyadari bahwa di pesantren itu kisah hidu...