Awan-awan pagi ini terlihat indah. Apalagi langit biru yang seakan menyatu pada awan itu. Siapapun melihat pasti akan berkata 'langit hari ini bagus, ya!'
Sama seperti Al. Memandangi langit cerah dari balkon nya adalah salah satu rutinitasnya yang menyenangkan. Sendirian, merasakan semilir angin yang mampu membuat rambutnya berantakan. Akhh sangat nikmat bukan?!
Sebenarnya yang tambah membuatnya antusias kali ini adalah tubuhnya. Sudah dua hari ini tubuh Al lebih baik. Kesakitan akan terus menerpanya setiap hari. Tapi hari ini, ia cukup merasa sehat. Dan itu membuatnya senang.
"Al?" Al menoleh. Senyumnya merekah kemudian merentangkan tangannya. Ia senang sekali dipeluk. Apalagi dengan sang Bunda. Coba tolong katakan pada Al jika ada yang tak suka dipeluk! Pasti suka, kan?!
"Al lagi apa?" Tanya Inne mengusap surai lembut putranya.
"Lagi berdiri aja, Bun." Jawabnya
"Panas loh, Nak. Masuk yuk." Inne membawa sang putra masuk kedalam kamar. Tak lupa ia mengunci pintu balkon terlebih dahulu.
"Al siang ini mau makan apa?" Tanya Inne lembut.
"Mau---"
Brukk!
"Al!" Panggil Ridho kencang.
"Lo apa apaan sih! Udah gua bilang jangan pernah munculin mukak lo di depan temen temen gua anj*ng!"
"Bang."
"Gua malu, sumpah demi apapun gua malu!"
"Ridho, udah!"
"Udah beberapa kali gua bilang, jangan pernah ngobrol, munculin mukak lo. Jiji tau nggak."
Bruak!
"Akkhh." Rintih Al. Tubuhnya dibanting kasar ke kasur. Tak begitu sakit memang. Tapi rasa sakit dihati nya yang lebih membekas.
"Al!"
"Keluar!" Bentak Inne menatap tajam putra sulungnya.
"Dasar anak penyakitan." Ridho melangkah cepat untuk keluar dari kamar adiknya.
Inne menatap kepergian sulungnya kemudian kembali menatap sang anak yang tengah menangis."Al nggakpapa?" Tanya Inne. Ia membangunkan sang putra. Dan sontak merengkuh tubuh Al kedalam pelukannya.
"Udah ya nangis nyaa. Nanti dada Al sesak loh."
"Bunda sama Al disini. Al harus selalu kuat ya?"
"Al. Udah nangis nya ya, dada Al sesak loh nanti."
"Al denger Bunda, kan? Berhenti nangis nya sayang. Nanti sesak."
"Al."
"Al berhenti, bunda bilang!" Inne sedikit menekan. Melepas pelukannya. Ia terlampau khawatir. Kesehatan putranya itu terbilang lemah. Nangis saja bisa menyebabkan sesak jika berlama lama. Al Mempunyai riwayat penyakit bawaan sedari lahir yang membuatnya sangat sensitif terhadap hal-hal itu.
"Bunda hitung kayak biasa, ya."
Metode ini sudah biasa dilakukan Inne serta Al. Di mana, Al akan menarik nafas nya dan menahannya sesuai hitungan sang bunda. Setelah nya baru ia akan menghembuskan nafasnya.
"Satu."
"Dua."
"Tiga."
"Empat."
"Lima."
"Al hembus pelan pelan ya."
"Udah, okey? Nanti Al malah jadi demam, kalo sesak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Me, Please!
FanfictionKisah penuh drama yang ada dalam cerita ini, kisah Sad ending yang selalu ada di setiap harinya. Tokoh seperti-nya yang haus akan kasih sayang, akan membuat kalian tau bagaimana rasanya tak di sayang, rasa yang selalu menyesakkan. "Dengar? Sudah ber...