39 - Al dengan Harapan barunya

411 35 23
                                    

Pagi masih gelap. Pagi ini yang tak bersahabat, padahal hati mengingkan pagi yang terang, raga juga menginginkan mentari benderang, namun kenyataan tak seperti yang terbayang.

Tangannya menyibak gorden yang memperlihatkan awan yang meneteskan hujan, dengan sepi jalanan dan mobil yang dapat dihitung dengan tangan. Kemudian dia menghela nafas, ketika tau bahwa matanya terbuka di pagi yang belum terang. Dirinya lapar!

Tangannya membuka pintu, melihat sang Bunda yang masih terlelap di kamar sebelah. Senyumnya mengedar, setidaknya pagi ini tak terlalu buruk, meskipun kemarin-kemarin adalah hari yang terpuruk. Menerima fakta bahwa dia resmi bukan lagi bagian dari keluarga itu membuat harapannya dipatahkan tak bisa disambung lagi. Namun hal yang sedikit membuatnya tenang adalah keputusan Bundanya yang kini membawanya pada hidup yang baru, dengan ini setidaknya ada hal yang membuatnya dapat hidup di kota di mana ini adalah hal seru, di mana ini adalah rumah baru, dengan semua harapan yang ia harap takkan semu.

"Pagi-pagi gini nge-mie dimarahin Bunda nggak ya?" Tanyanya sendiri. Dirinya lapar sekali, namun tak ada yang bisa dia lakukan selain membuat yang instan-instan begini.

"Urusan belakangan deh, yang penting kenyang dulu." Sahutnya lagi. Segeralah ia membuka bungkus mie yang sudah diambil tadi.

Tangan tak terlatihnya terampil memasak meski hanya sebatas mie saja. Al juga memasukkan sayur, telur, bakso dan sejenisnya. Setelah dirasa sudah matang dia membuka lemari pendingin, mengambil bumbu pedas sedikit lebih banyak dari biasanya.

Di jam segini yang biasanya muncul di layar televisi adalah acara lucu dari luar negeri. Al tak tau apa namanya, tapi, daripada dia harus menonton berita, lebih baik menyetel ini agar suasananya tak membuatnya takut sepi tiba-tiba. Mulut nya juga kini sudah menyeruput pada mie yang masih terdapat kepulan asap yang membuat makin nikmat.

"Gak abis pikir, ini lucu banget!" Diselingi dengan tawa. Al memukul-mukul pinggir sofa sebagai reaksi tontonannya. Di sana diperlihatkan video orang timur tengah yang tengah tidur namun dijahili oleh teman-temannya dengan sholat jenazah dan terbangun dalam keadaan bingung.

"Pagi, nak."

Al menoleh cepat, menatap perempuan paruh baya dengan wajah baru bangunnya, dan rambut yang di cepol begitu saja. "Eh? Ketawa aku bikin Bunda kebangun?"

"Iya, Bunda pikir siapa pagi-pagi gini ada suara tv, ada suara ketawa. Al bangun daritadi, nak?"

"Karna laper jadi aku kebangun. Terus ini buat mie deh. Gakpapa ya Bunda?"

"Kenapa nggak bangunin Bunda aja sih? Bunda bisa masakin untuk kamu. Mentang-mentang makan mie, merah banget gini kuahnya. Masih pagi loh. Bunda buat yang baru aja, ya? Atau Al mau makan apa?"

"Nggak Bunda. Nanggung." Al merebut kembali mangkok yang tadi di geser darinya. Enak saja! Sedang asyik-asyiknya menyerput mie, main di rebut begini!

"Ck. Kamu ini." Al tersenyum kecil, menikmati afeksi sang Bunda yang mengusak rambut nya dengan wajah kesalnya.

"Al check up hari ini mau, ya?"

"Bunda?" Al sampai menghentikan kunyahaannya karna mendengar instuksi tiba-tiba itu.

"Aku lagi nggak kenapa-napa, tubuh aku juga masih fine-fine aja, kenapa malah check up sih?" Al bisa mendengar helaan nafas Bundanya itu. Dia melihat bagaimana Bundanya mendekat pada dirinya, mengelus pipinya pelan.

"Nggak kambuh belum tentu nggak kenapa-napa, nak.. Kita cek keadaan kamu sekarang gimana buat ngeliat sejauh mana penyakit itu. Mau, ya?" Al menunduk. Bundanya benar, meski gejalanya lama tidak muncul, tapi yang ia tau penyakitnya tidak pernah bisa sambuh.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 12 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Love Me, Please! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang