"Nggak boleh kayak gini, Al. Ini dosa." Kata Raka ketika melihat barcode yang dilakukan Al di pergelangan tangan.
"Aku tau." Kata Al. Seperti cuek saja.
"Aku ngelakuin ini buat pelampiasan. Kalian nggak tau gimana rasanya jadi aku di dua hari yang lalu, kan?"
"Alasan apapun itu, Bunda nggak terima. Ini nggak boleh, ini dosa." Kata Inne, menatap Al yang tetap tak mau menatapnya.
"Terserah."
"Al sekarang kenapa be--,
"Inne." Panggil Raka dengan gelengan. Tapi itu tetap diketahui oleh Al, maksud dari Bundanya barusan.
"Dikiranya aku ultramen, bisa berubah."
"Makanya Al nya jangan gini sama Bunda. Bunda kan udah minta maaf tadi, Bunda tau Bunda salah, maafin Bunda, Nak." Al menghela nafas, kini dia berani menatap Bundanya.
"Bunda, maafin orang itu nggak semudah yang Bunda kira. Aku masih kecewa sama tindakan Bunda, salah? Aku juga punya hati, Bun."
"Bunda harus apa biar di maafin Al?" Tanya Inne, duduk mendekat di samping Al.
"Bunda pulang. Aku bisa di sini sendirian. Om juga pulang. Aku mau tinggal sendiri mulai sekarang." Kata Al. Mereka kini berada di hotel tempat Al di dua hari ini.
"Al. Kalo kamu nggak mau tinggal di rumah Ananda, Al bisa tinggal dirumah Om. Oke? Di rumah om, ya? Jangan sendirian gini, banyak orang yang mau celakain kamu Al. Kita nggak tenang."
"Nggak Om. Aku nggak mau terus ngerepotin Om, sama Tante. Udah cukup. Aku udah bersyukur setiap ada masalah, Om yang berdiri paling depan untuk aku, yang padahal seharusnya posisi itu di isi sama Ayah. Om udah gantiin peran Ayah buat aku. Aku nggak mau ngerepotin lagi."
"Al.." Panggil Inne dengan lirihnya.
"Al mau apa?! Bunda harus lakuin apa? Al mau Bunda keluar juga dari rumah? Iya? Iya, Bunda pergi juga dari rumah, Bunda pergi dari Ayah. Kita tinggal sama-sama lagi? Ya? Sama Kakak juga?"
"Jahat banget aku, kalo sampai setuju sama yang Bunda bilang."
"Kenapa gitu, Al? Bukannya justru Al senang?" Kata Raka dengan mata yang melirik Inne sekilas saja.
"Semua yang Ayah buat ini karna aku. Pemicunya aku. Yang harusnya di jauhi itu aku, bukan Ayah. Aku yang,-
Hama." Kali ini Al yang menatap Bundanya sebentar. Kemudian di menarik dirinya dalam selimut tebal tak mau lagi menjawab semua pertanyaan.
"Pergi." Ujarnya.
"Bunda nggak mau pergi!" Tak mau mengalah. Inne tetap pada pendiriannya.
"Maaf Al." Kata Raka yang sekaligus menatap Inne yang mengangguk menyetujui apa yang akan dilakukannya.
"Om!"
"Maaf, Al." Beberapa detik selanjutnya hening tak ada suara. Al menutup mata, meraih ketenangan yang dipaksa lewat obat yang baru saja di masukkam lewat vena oleh orang yang dipanggilnya 'Om'.
Raka melirik merèk obat yang tertempel di spuit yang baru saja digunakan. Barusan, Raka memasukkan obat penenang agar Al bisa dibawa pulang. Dirinya terpaksa!
••••••
"Kali ini Al terancam di keluarkan dari sekolahnya." Helaan nafas terdengar dari masing-masing yang ada di sana.
Masalah belum selesai, lalu datang masalah lain.
Inne memijit pelipis nya yang pening. Menatap ponsel ditangannya yang terdapat dokumen yang menyatakan pemanggilannya untuk datang ke sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Me, Please!
FanficKisah penuh drama yang ada dalam cerita ini, kisah Sad ending yang selalu ada di setiap harinya. Tokoh seperti-nya yang haus akan kasih sayang, akan membuat kalian tau bagaimana rasanya tak di sayang, rasa yang selalu menyesakkan. "Dengar? Sudah ber...