32 - Manusia Berisik

585 70 40
                                    

"Ada tamu, ya?" Inne beserta Al baru saja tiba di rumah. Yang dilihatnya adalah mobil yang asing menurutnya. Siapa yang datang?

"Ada Adik dari Tuan Ananda, Nyonya."

"Oh. Mas Wildan? Wah, udah lama banget nggak ke rumah. Makasih ya, Pak."

-

"Mending kamu bantuin bibi buat makanan, Al. Saya nggak mau kamu ikut kumpul bareng adik saya di sini."

"Oke, Yah. Aku ke dapur sekarang." Al menatap tangan yang menarik lengannya. Menatap Bundanya yang menggeleng dengan tatapan sayunya.

"Enggak, ya. Al ke kamar aja. Nanti Bunda ke sana."

"Nggak Bunda. Aku udah disuruh Ayah. Nanti kalo udah selesai, aku baru ke kamar."

"Kamu mau ngapain? Di sini aja, ngapain ikut ke dapur?" Inne menghela nafas, berjalan ke sofa dengan masih memandang bungsunya yang menjauh dari dirinya.

"Hai Tante."

"Hai Zion, apa kabar? Kamu udah besar, ya. Udah lama banget Tante nggak lihat kamu." Inne tersenyum pada Zion. Anak semata wayang dari Wildan yang umurnya lima belas tahun.

"Baik Tante. Tante pasti baik, kan? Oh iya Tan, Bang Ridho mana? Aku boleh tidur di kamarnya kan, ya? Pengen main ps bareng, hehehe."

"Nggak Zion. Ada satu kamar kosong di atas. Kamu yang tempatin itu selama di sini."

"Oh ya? Makasih Om Ananda. Pasti aku akan betah nih di sini." Semua senyuman tercipta kecuali Inne. Tak habis fikir dengan ini semua.

Al tak boleh menempati kamar itu oleh Ananda dan Ridho. Sementara Zion? Bahkan dia bisa menempati kamar lain, atau bergabung bersama Ridho. Al, anaknya tak mendapat perlakuan baik sekalipun soal kamar. Ada kamar lain, tapi ditempatkan di kamar kecil yang biasa dipakai untuk pekerja di sini.

"Tante." Inne terusik dari lamunannya.

"Al itu kelas berapa? Kok dia nggak sekolah? Bukannya sekarang masih jam sekolah, ya? Kalo aku mah homeschooling, udah mau lulus juga."

"Anak Tante kelas dua SMP. Dia lagi cuti karna masalah kemarin. Tahun ajaran baru nanti, mungkin dia udah mulai sekolah lagi."

"Oh yang masalah itu, ya. Parah banget itu beritanya sampai ada di mana-mana. Pasti Tante risih, ya." Inne tersenyum kikuk. Sedari dulu, Zion ini banyak bicara, dan terkadang pembahasannya sedikit mengusik hati, apalagi anak itu tak menyukai bungsunya.

•••••

"Gak salah lagi, yang gua temuin di cafe itu emang lu sih." Al menoleh. Dia yang tengah mengisi air ke dalam botol itu menatap Zion yang tengah menatapnya juga.

Al mengernyit. Sejujurnya dia lupa siapa yang ada di depannya kini.
"Anaknya Om Wildan, ya?"

"Lah lu lupa? Atau emang amnesianya masih ada? Gua Zion. Inget kejadian dulu, pas lu kecebur kolam renang?" Al diam lalu mengangguk. Saat kecil, Al pernah mendapat perlakuan seenaknya dari Zion, hingga dia didorong dan tenggelam di kolam renang dua meter pada saat itu.

"Ohh, Zion. Baru inget. Yang marahin gua di cafe itu lu?"

"Ngapain lu kerja di cafe? Nggak di kasih uang sama Om Ananda? Tante Inne udah tau belum, ya? Jadi pengen kasih tau."

"Jangan." Al menarik tangan Zion yang ingin berlalu dari hadapannya. Zion dulu, dan sekarang tak pernah berubah. Selalu mencampuri urusan orang, apalagi Al yang tak di sukainya.

"Gua cuma iseng-iseng aja, ikut kerja bareng temen waktu itu."

"Gausah ikut campur, bisa?!" Al pergi meninggalkan Zion yang menatap tak suka kepadanya. Al hidup di rumah ini dengan dua orang yang tak suka padanya, lalu kini ditambah Zion yang akan menginap selama sebulan? Kini rasanya, Al hanya berharap hidupnya aman dari seorang Zion yang selalu ikut campur urusannya.

Love Me, Please! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang