19 - Rasanya Kehilangan

813 123 40
                                    

Ketika harapan dihempas oleh takdir yang datang, disitulah kita hanya bisa menerima keadaan.

Seperti seorang Ibu yang memiliki harapan. Hidup selamanya bersama anaknya yang tersayang. Namun tiba-tiba di tampar kenyataan bahwa pelita hatinya telah pergi berpulang.

Inne tak tau bagaimana ending dari ini semua. Setelah mendapat kabar anaknya menghilang, dia pergi mencari ke tempat kejadian yang sedang ramai tak terkondisikan. Harapannya pupus setelah diberi tau tak ada korban yang ciri-ciri nya seperti Al.

Detik itu juga dunia nya seperti hilang, air mata sudah menggenang mewakili beban kesedihan yang datang.

Sehari berlalu, tanpa ada nya kepastian. Hanya doa yang bisa di panjatkan, dengan segala usaha yang juga masih berjalan. Inne mengurung diri di kamar hotel sendirian. Dia tak pulang, dia memilih menginap di hotel untuk menenangkan.

"Al mau pergi, ya?" Gumam nya pelan.

Ditangannya ada foto nya dengan Al yang sudah kusam. "Nanti Bunda sama siapa kalo Al pergi?"

"Nanti siapa yang semangatin Bunda lagi?" Ujarnya pilu.

Fokusnya tiba-tiba teralihkan ketika televisi di depan sedang menayangkan berita. Saat itu juga, teleponnya berdering kencang. Inne sudah gemetar bahkan untuk memegang ponsel saja susah sekali.

( Noted : Berita ada di part sebelumnya )

"Nggak! Nggak mungkin. Itu pasti bukan Al, Ka!" Sambungan terputus ketika Inne mematikan panggilan dari sahabatnya, Raka.

Dia duduk di ranjang, tangannya menutupi kedua telinga dengan isakannya yang sudah terdengar "Enggak!"

"Itu bukan Al, itu bukan Al."

"Nak.. Bunda mohon.. Ya Allah, jangan ambil anakku!"

-

"Ka.. Ini pasti bukan Al, Ka. Ini bukan Al." Ujarnya pilu. Kini, mereka berada di depan brankar yang telah terisi, dan tertutup kain putih.

Raka mengangguk lemah. Dia mengusap-usap bahu sahabatnya yang tengah kacau itu. Inne juga perlahan mendekat, tubuhnya gemetar, dan tangan yang mulai memegang sisi dari kain putih itu.

"No." Tangannya menjauh. Rasanya, tak kuat untuk sekedar membuka kain putih yang tipis itu. Lututnya juga bahkan terasa lemas, Inne akan jatuh jika tubuhnya tak ditopang oleh Sania tadi.

Raka menghela nafas. Inne tak akan sanggup membuka kain ini. Perlahan tangannya menbuka kain itu. Dalam hatinya berdoa jika itu bukan Al, Al masih hidup, dan Al akan kembali pada mereka.

"Al.."

•••••

"Al gimana ya kabarnya? Setelah video itu viral, video yang jelas banget kalo itu Al. Dia gimana ya kabarnya. Gua emang temennya, tapi gua gak tau apa-apa tentang dia. Keluarga nya siapa, bahkan rumah nya aja nggak tau.---

---Dan di video itu. Katanya Al anak pengusaha itu, Bu Inne, dan Pak Ananda. Kira-kira, kalo itu faktanya, kenapa mereka sembunyiin kalo Al itu anaknya, ya? Sampai, gua yang temennya aja nggak tau, hebat banget cara mereka berarti."

"Iya juga. Mereka pengusaha, punya pengaruh, punya kekuatan istilahnya. Pasti apapun bisa di lakuin." Si remaja berhati baik, yang selalu menemani Al disaat semua orang bahkan seperti tak melihatnya. Rendi, sudah beberapa hari ini dia mencari kabar tentang Al, tapi hasilnya tak ada jawaban yang membuatnya tenang.

Sulit mencari tau tentang Al karna dia sendiri pun tak tau semua latar belakang Al. Selama ini, selama mereka berteman, jika Rendi bertanya pasti selalu di alihkan. Al selalu menghindar dari pertanyaan atau pembahasan mengenai keluarga.

Love Me, Please! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang