•
•
"Azka?""Iya. Sini kamu, ini teman-teman Papa dulu." Kata Rico. Yang dipanggil segera menghampiri, menurunkan masker nya yang tadi menutupi sebagian wajahnya.
"Halo Tante, Om semuanya. Aku Azka."
Lelaki itu menyalimi semua yang di depannya. Tapi, yang menjadi fokus nya adalah, salah satu teman Papa nya yang melihati nya sebegitu rincinya. Azka menundukkan sedikit kepalanya sebagai salam hormat, lalu tersenyum pada semuanya.
"Ini anak lu, Ric?" Rico mengangguk. Tangannya menepuk tangan sang anak menyuruh untuk duduk.
"Iya dong."
"Woi kapan lu nikah? Kok kita semua gak di undang? Tiba-tiba ketemu lagi, udah punya anak." Kata Raka.
"Gua mana pernah nikah. Masih men-jomblo sampai sekarang."
Ketik selesai berbicara, suara tertawa yang menjadi balasannya.
"Kenapa pada ketawa?! Ada yang lucu?""Ya gimana gak ketawa, Ric. Nggak pernah nikah gimana? Itu anak lu aja udah besar." Sania masih saja terkikik di tempatnya. Bahkan kepalanya sampai tergeleng saat mendengar perkataan teman nya.
"Eum.. Pa, Tante, Om aku izin pamit, ya? Mau ganti baju, hehehe." Semua melihati Azka dengan senyuman, melihat remaja itu berjalan, dan menghilang memasuki kamar.
"Sorry, ya. Dia emang agak sensitif sama pembahasan ini." Ketiganya saling tatap. Ada rasa tak enak setelah Azka tiba-tiba berpamitan.
"Maaf, Ric. Kita nggak bermaksud."
"Sebenernya ada apa?" Tanya Raka.
"Rahasia." Mereka menatap lekat Rico yang baru saja berkata. Apalagi Raka yang melayangkan tamparan tangan pada lengan teman laki-laki nya.
"Oh jadi gitu...
Inne menggeleng menatap Raka serta Sania. Dia rasa, tak bisa memaksa jika Rico tak ingin memberitau. Pasti ada alasan dibaliknya.
"Nggak usah di paksa. Privasi." Kata Inne."Cie, sampai di belain gitu."
Inne melotot garang. Bahkan barang yang tengah di pegang nya sudah siap ia lemparkan. Dia tak ada maksud apapun, hanya merasa hal seperti ini tak patut di paksakan meski sahabat sekalipun.
•••••
Lagi-lagi, sendiri menjadi pilihannya. Menurutnya, ini paling ampuh ketika dia kembali mengingat masa lalu nya. Berbelanja, walau rasanya tak ada gairah ke mana-mana.
Setelah pulang dari kediaman sahabat lamanya, Inne berpisah jalan dengan kedua sahabatnya. Rasanya, pikirannya sudah mulai tak karuan. Terlalu banyak beraktivitas membuat kondisi mental nya berantakan. Di beberapa waktu, dia lebih nyaman sendirian, melepaskan beban yang ada dengan jalan-jalan.
Seperti saat ini, toko buah adalah pilihan yang tepat untuk sekarang. Selain karna persediaan yang sudah habis, rasa-rasanya melihat berbagai macam buah akan membuatnya jauh lebih baik.
Troli belanja sudah ia dorong, dengan beberapa buah yang sudah di isi olehnya. Tatapannya masih pada berbagai buah. Tapi, baru saja terlintas di ingatannya tentang buah kesukaan anaknya.
Al sangat menyukai mangga, khususnya mangga yang manis. Masih melekat betul di ingatannya saat Al baru bisa berbicara. Anak itu akan merengek jika tak me-makan mangga sehari saja. Bisa di bayangkan bagaimana rupa Al yang sering sekali memakannya.
Buah berwarna kuning yang membuat Inne harus menjaga extra agar tak mengeni baju anaknya. Pasalnya, sehari berganti lebih dari lima baju belum cukup untuk Al. Anak yang aktif, menyukai makanan hingga membuat baju yang dipakai selalu kotor terkena noda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Me, Please!
FanfictionKisah penuh drama yang ada dalam cerita ini, kisah Sad ending yang selalu ada di setiap harinya. Tokoh seperti-nya yang haus akan kasih sayang, akan membuat kalian tau bagaimana rasanya tak di sayang, rasa yang selalu menyesakkan. "Dengar? Sudah ber...