•
°
•
Terhitung, sudah sekitar empat hari Al tinggal di kediaman Raka, dan Sania. Al berangsur pulih. Penyakitnya tak sering kambuh belakangan. Kesehatan mental nya juga terbilang cukup baik akhir-akhir ini. Al sering sekali menunjukkan tawanya, senyumnya di rumah Raka. Setiap hari, ada waktunya Al bermain dengan Kenzi yangg merupakan anak dari Raka, dan Sania. Perbedaan umur yang tak jauh membuat mereka sangat akrab, terlebih Kenzi juga tipe yang gampang akrab jika berteman.
Tapi, tak bisa dipungkiri jika Al rindu suasana tempat tinggal aslinya. Ia di sini senang, mendapat perhatian, dilakukan layaknya anak kandung oleh dua pasangan itu. Tapi, entah mengapa tempat tinggal aslinya malah membuatnya rindu. Rindu kamar miliknya, rindu Ibu nya, rindu masakan Ibu nya, rindu Kakak perempuannya, dan lainnya.
Al jarang sekali melihat Bundanya di empat hari ini. Terakhir, dua hari lalu Bundanya menjenguknya datang, dan hingga kini belum datang lagi. Kakaknya pun sama seperti itu, jarang sekali. Al tak tau apa alasannya tapi dia masih berkomunikasi cukup baik lewat pesan, atau sesekali menelpon. Al tak ingin banyak tanya, mungkin saja mereka sangat sibuk akhir-akhir ini. Tapi, kadang Al berfikir.. Apa mereka melupakannya? Apa sangat mudah melupakannya? Apa mereka tak peduli? Tak rindu? Empat hari bagi Al itu lama bila tak bersama dengan Bunda, dan sang Kakak. Tapi, apa mereka merasakan itu? Terasa lama jika tak bersamanya? Atau mereka malah menikmati? Biarlah itu semua berputar mengelilingi pikirannya...
Al sudah memakai seragam sekolah kini. Setelah tadi ia membujuk Raka serta Sania agar di perbolehkan dan akhirnya membuahkan hasil, Al langsung bersiap untuk memulai hari seperti biasa kembali. Untungnya ini hari senin. Al tidak perlu bingung untuk memakai seragam, dan dia akhirnya di-pinjamkan baju putih biru oleh Kenzi.
"Beneran mau sekolah?"
"Iya. Aku bisa jaga diri kok."
"Beneran? Om suruh orang buat jagain kamu di sekolah, ya? Biar kalo ada apa-apa angsung ada yang bantuin." Jujur saja Raka tak yakin. Al memang sudah terlihat lebih baik. Tapi, tidak menutup kemungkinan jika anak itu kelelahan akan kambuh kembali.
"Nggak usah Om. Aku beneran nggakpapa."
"Huhh iya, yaudah yaudah."
•••••
"Ini anak pasti abis sakit makanya gak masuk dari kemaren." Al baru saja datang. Belum juga dirinya duduk di kursi. Baru memasuki kelas saja sudah di hadang teman satu kelas. Entah, Al juga heran kenapa mereka semua tidak lelah merundungnya.
"Jelas. Orang penyakitan pasti begitu, kambuh mulu. Makanya, lu, lu semua jangan mau deket-deket sama dia. Bisa-bisa nularin. Emang mau?"
"Engga, engga. Mending sehat."
"Nah! Itu pada tau. Jauh-jauh dari si Al."
"Bener apa yang dibilang Farel. Seharusnya Al nggak masuk kelas ini."
"Iya. Al harus pergi dari kelas ini."
"Pergi lu, Al. Pergi."
Al tidak tau. Mengapa ujiannya seberat ini. Kini badannya sudah di dorong untuk keluar kelas oleh teman-temannya. Tak ada yang menolongnya, semuanya merundugnya.
"Pergi Al!"
"Eh, eh. Apa-apaan ini? Ngapain dorong-dorong Al? Lepas!" Rendi baru saja datang, dan terkejut melihat apa yang baru saja terjadi. Ia menarik tangan orang orang yang mendorong Al, dan menjauhkan Al dari mereka semua.
"Al, lu kenapa, sih? Bales kalo ada yang jahat sama lu, jangan malah diem aja." Al menghela nafasnya. Ia akan terkena masalah jika membela diri.
"Ren. Mending lu bawa si Al ke tempat lain. Dia baru aja sakit, lu gak takut ketularan?" Kata Sam, tangannya kini menunjuk-nunjuk tubuh Al.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Me, Please!
FanfictionKisah penuh drama yang ada dalam cerita ini, kisah Sad ending yang selalu ada di setiap harinya. Tokoh seperti-nya yang haus akan kasih sayang, akan membuat kalian tau bagaimana rasanya tak di sayang, rasa yang selalu menyesakkan. "Dengar? Sudah ber...