XXIV. Kembali

194 38 4
                                    

Melihat anak panah yang meluncur itu membuat Vedelila dengan sigap mendorong Nathaniel.

"Akhhh!!!" jeritnya.

"DEL?!!" pekik Nathaniel. Vedelila yang ada ada di atasnya tiba-tiba memekik dengan darah yang menetes dari lengannya. Sebuah anak panah menancap di lengan Vedelila. "Vedelila. Apa kau tidak apa-apa? Jawab aku!" bentak Nathaniel khawatir.

Vedelila menatap Nathaniel dengan mata sayunya. "Akhh ... ak—ku tidak apa-apa," ujarnya terbata-bata. Gadis itu mencoba bangkit dari atas Nathaniel dengan sisa-sisa tenaganya.

"Jangan bergerak," tahan Nathaniel dengan memeluk Vedelila erat. "Anak panah itu menusuk lenganmu. Semakin banyak kau bergerak semakin lebar dan dalam lukanya."

Vedelila mengangguk pelan membiarkan Nathaniel memeluknya. Tubuhnya benar-benar lemas, padahal hanya tertusuk panah di lengannya. Kenapa dampaknya sebesar ini?

"Nath ...," panggil Vedelila serak.

"Iya. Ada apa? Apakah sakit sekali?"

"Memang sangat sakit. Kepalaku pusing sekali, Nath. Mataku jadi berkunang-kunang. Padahal bukan jantungku yang tertusuk," ujar gadis itu.

"Jangan berkata seperti itu!" bentak Nathaniel. Tidak tahukah jika ia sangat khawatir akan keselamatan gadis itu. Kenapa Vedelila mengatakan itu begitu santai?

"Aku tidak berbohong, Nathaniel. Itulah yang aku rasakan!"

"Diamlah!"

Nathaniel mengeratkan pelukannya. Melihat darah di lengan Vedelila yang mengucur semakin deras membuatnya tambah khawatir. Ia tidak memiliki sihir penyembuhan. Bagaimana bisa dia menolong Vedelila yang terluka? Ada cara yang dapat dilakukan. Mencabut anak panah itu dan menahan pendarahannya.

"Del."

"Iyah ...."

"Aku akan mencabut anak panah ini. Tahanlah sebentar."

"Hm ...."

Dengan ragu-ragu Nathaniel mencoba menegang anak panah itu. Rasanya pasti sangat sakit jika dicabut. Apalagi untuk Vedelila yang tidak pernah terkena anak panah sebelumnya.

"Akhh!!"

Baru dipegang anak panahnya Vedelila sudah menjerit. Itu semakin membuatnya ragu. Namun, demi keselamatan Vedelila ia harus melakukannya.

"AKHHHHH!!!" Jeritan panjang terdengar dari mulut Vedelila saat anak panah itu berhasil Nathaniel cabut.

Nathaniel mencoba membaringkan Vedelila di sampingnya. Ia menyobek bajunya, mengikat lengan Vedelila dengan itu agar darahnya tidak keluar semakin banyak.

"Del." Nathaniel menepuk-nepuk pipi Vedelila. Kedua mata gadis itu terpejam. "Del! Jawab aku!" Kekhawatiran semakin merasuk ke relungnya.

"Aku baik-baik saja. Kepalaku sedikit pusing."

"Syukurlah." Nathaniel memeluk erat Vedelila. "Aku akan mengobatimu. Tolong bertahanlah sampai itu."

Vedelila mengangguk pelan. Membiarkan Nathaniel menggendongnya. Lama-kelamaan Vedelila tidak bisa menahan diri untuk tetap terjaga. Ia pingsan pada akhirnya.

[••]

Kelopak mata itu perlahan-lahan terbuka. Bulu matanya yang lentik berulang kali bergerak. Si pemilik mata itu melenguh sesaat seusai kesadarannya terbuka. Rasa pening dan perih menjalar ke seluruh tubuhnya.

"Aku ada di mana?" gumamnya sembari menatap sekelilingnya.

Perlatan serba modern sekaligus cat warna putih khas rumah sakit menjadi pemandangan yang pertama kali dilihatnya.

Became Princess In The PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang