XXV. Pilihan

203 39 2
                                    

Selama seminggu penuh Delila menjalani perawatan di rumah sakit semenjak dirinya siuman. Kakinya yang awalnya kaku saat digerakkan perlahan-lahan mulai lemas. Sedikit demi sedikit Delila mencoba untuk berjalan.

Sudah tiga bulan lamanya dirinya tidak menggunakan kakinya dan hanya berbaring saja. Tentunya akan terasa sangat kaku. Walaupun di dalam mimpi ia sudah berlari-larian hingga jatuh terguling-guling.

Chloe senantiasa menemaninya di sela-sela kesibukannya. Ayahnya tidak perlu ditanya lagi. Pria itu bahkan tidak memedulikannya. Sementara Lucas sedang dalam pengejaran polisi. Setelah dilaporkan Chloe atas percobaan pembunuhan dan penipuan pria itu lari begitu saja bersama kekasihnya.

Kalian pasti bertanya-tanya. Bagaimana dirinya berakhir di sini? Itu semua karena diam-diam Chloe selalu memantaunya karena sejak awal dia curiga terhadap Lucas. Namun, waktu itu dirinya sedang dalam masa bucin-bucinnya sehingga tak menyadari kebusukan Lucas.

Sampai dirinya ditabrak mobil Chloe langsung datang dan sigap menghubungi polisi serta ambulan. Lucas langsung lari begitu saja melihat Chloe melakukan hal itu.

Ia berharap, penipu bajingan itu segera ditangkap dan dihukum setimpal atas semua perbuatannya. Semoga saja tidak ada namanya main curang di kepolisian. Yang suka sogok menyogok demi kebebasan. Kalau benar-benar terjadi, ia akan memviralkan hal itu. Memangnya nyawa seseorang lebih berharga daripada uang? Uang dapat dicari. Sementara nyawa, hanya ada satu. Tidak dapat dicari ataupun dibeli.

"Del. Hari ini kamu sudah boleh pulang, 'kan?" tanya Chloe yang sibuk memijat-mijat kakinya.

"Hooh. Aku udah boleh pulang nanti sore," jawabnya santai sambil memakan jeruk yang dibawa oleh Chloe.

"Syukur deh." Lega sekali mendengar kabar gembira itu. "Oh, iya. Sementara kamu tinggal di rumah aku aja, ya?"

Sepertinya itu akan merepotkan Chloe. Lagi pula dirinya punya rumah sendiri. "Tidak usah. Aku akan tinggal di rumahku sendiri saja. Aku tidak ingin merepotkanmu lagi. Apalagi kamu sudah membiayai biaya rumah sakitku selama 3 bulan lebih ini."

"Tidak repot, Del. Asal kamu tahu aja, ayah kamu telah menjual rumah kamu untuk dihambur-hamburkan." Sebenarnya tidak enak mengatakan hal itu pada Delila, tapi mau bagaimana ... itulah kenyataannya.

"APA?!!"

Benar-benar deh. Kenapa semua pejantan sama-sama berengsek begitu yang mampir di hidupnya? Kecuali Nathaniel tentunya.

"Sumpah! Maunya dia itu apa, sih? Tiap bulan udah aku kirimin uang. Perjodohan pun aku turutin. Dia malah jual rumah aku di saat aku lagi koma. Jenguk aja tidak pernah. Ayah macam apa itu? Benar-benar!" murkanya. Ingin sekali Delila mencakar wajah ayahnya. Sayangnya itu semua tidak akan terlaksana karena ia takut berdosa.

"Sabar, Del." Chloe mengelus-elus punggung Delila. "Doakan saja ayah kamu cepat sadar. Lagi pula, masih ada aku di sini. Aku akan bantu kamu sampai kamu dapat pekerjaan lagi."

Dirinya terharu mendengar kebaikan Chloe, "Terima kasih banyak, Chloe. Kalau tidak ada kamu, entah bagaimana hidupku nanti." 

"Iya, sama-sama. Selama ini kamu sudah bantu aku. Anggap saja ini bentuk balas budi dariku."

Rasanya senang masih memiliki seseorang yang tulus membantunya. Bantuan tulus yang mungkin sulit dilakukan oleh orang lain di luar sana.

Beruntungnya ia mengenal Chloe. Semoga suatu saat nanti ia bisa membalas semua kebaikan Chloe.

[••]

Sudah satu minggu lamanya Vedelila tidak membuka matanya. Kekhawatiran Nathaniel bertambah parah. Ia pikir Vedelila hanya pingsan paling lama dua hari saja. Tapi ini apa? Sudah seminggu lamanya gadis itu tidak membuka matanya.

Became Princess In The PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang