XIII. Rutinitas

248 49 6
                                    

Pagi-pagi aku sudah langsung diminta bersiap oleh ayahku. Sepertinya rutinitas sarapan pagi ala bangsawan akan dimulai secepat ini.

Sebenarnya, aku benar-benar pusing dengan norma bangsawan yang begitu ketat dan sangat melelahkan. Apalagi aku hidup tanpa aturan yang mengikat, berbanding jauh dengan kehidupan kedua di zaman ini.

Ah, tidak gunanya memikirkan itu semua. Aku hanya perlu menjalani saja, dan berharap semuanya akan berjalan baik-baik saja seperti apa yang aku harapkan.

"Vedelila, kenapa kau tidak makan?"

Suara lembut Ibu membuyarkan lamunanku. Bahkan aku lupa jika saat ini aku sedang berada di meja makan bersama ayah dan ibu. Aku melupakan rutinitas sarapan pagi ini hanya karena lamunanku.

"Aku akan memakannya, Ibu," jawabku segera sembari menyuapkan sarapan pagi ini ke dalam mulutku dengan perlahan.

Kami bertiga sarapan bersama ditemani dengan keheningan. Tidak ada satu pun yang membuka suara. Karena membuka suara saat makan dianggap suatu hal yang tidak mencerminkan kesopanan.

Beberapa menit pun berlalu, tampaknya Ayah sudah selesai menyantap makanannya dan bersiap-siap untuk ke ruang kerjanya.

"Aku sudah selesai. Aku akan pergi ke ruang kerjaku terlebih dahulu."

Tebakanku ternyata benar. Setelah itu Ayah langsung pergi begitu saja meninggalkanku dan Ibu yang belum menyelesaikan sarapan kami.

Aku menatap Ibu sekilas. Ibuku begitu baik dan tidak terlalu mempermasalahkan Ayah yang begitu gila kerja yang bahkan sampai tak mempedulikan keluarga kecilnya. Aku merasa kasihan pada Ibu. Apalagi Ibu sedang mengandung saat ini, tentunya Ibu perlu perhatian dan kasih sayang dari Ayah. Namun, Ayah sepertinya tidak peka akan itu.

"Apa kau sudah selesai makan? Kenapa menatap Ibu seperti itu?"

Ibuku memang peka sekali orangnya. Aku tentu tak dapat menyembunyikan gerak-gerikku darinya. Lebih baik mengaku sajalah.

"Aku sudah kenyang, Ibu," ujarku sopan padanya. "Apakah Ibu sudah selesai makan? Kalau sudah ... bolehkah aku menanyakan sesuatu pada Ibu?"

Senyum Ibu mengembang dengan kekehan lembut yang meluncur dari mulutnya, "Tentu saja, Putriku. Lagi pula, kau tidak perlu sekaku itu pada ibumu sendiri. Apa yang ingin kau tanyakan?"

Syukurlah, ternyata Ratu Daiyana begitu baik sekali orangnya. Beruntung sekali aku memiliki ibu sepertinya.

"Aku harap Ibu tidak tersinggung setelah aku menanyakan hal ini." Hal yang aku tanyakan cukup sensitif, aku takut Ibu tersinggung dan nantinya akan marah padaku.

Raut wajah Ibu dipenuhi dengan rasa penasaran, "Tanyakan saja."

Aku mengangguk pelan, "Begini, Ibu ... apakah Ibu tidak terganggu dengan sikap Ayah yang begitu gila kerja sehingga tidak memperhatikan keluarganya?"

"Oh soal itu." Ibu begitu santai menanggapi pertanyaanku. "Sebenarnya Ibu sedikit terganggu, tapi Ibu tidak bisa menuntut lebih karena itu sudah menjadi konsekuensi seorang ratu. Ayahmu juga masih mempedulikan Ibu walaupun dia begitu gila kerja, dan satu lagi ... Ibu merasa menjadi ratu yang paling beruntung di dunia karena tidak perlu membagi ayahmu dengan wanita lainnya."

Di antara raja di luar sana yang aku kenal. Ayah memanglah salah satu raja yang paling setia karena hanya memiliki satu wanita di hidupnya, yaitu ibuku sendiri.

"Kenapa kau tiba-tiba menanyakan hal itu? Bukankah kau sudah terbiasa dengan perilaku ayahmu?" Ibu balik bertanya padaku.

"Tidak apa-apa, Ibu. Aku hanya sedikit penasaran dengan bagaimana perasaan Ibu menghadapi Ayah yang seperti itu."

"Tak kusangka putriku berubah lebih peduli pada perasaan orang lain. Padahal sebelumnya kau hanya mementingkan dirimu sendiri. Ibu bangga padamu, Delila."

Senyum lembut dan pancaran kebahagiaan dari matanya membuat hatiku kembali terenyuh. Ibu adalah satu-satunya orang yang begitu menyanginya di dunia ini. Beliau selalu berperilaku baik kepadaku, dan begitu peduli padaku walaupun aku telah menyakiti hatinya tanpa sengaja.

"Terima kasih banyak, Ibu. Ibu telah begitu peduli dan menyayangiku," ujarku tulus dengan kedua bola mata yang mulai berkaca-kaca.

"Itu sudah tugas Ibu. Kau tidak perlu berterima kasih. Mau di dunia manapun, seorang ibu pasti akan selalu menyayangi anaknya."

[••]

Sebenarnya, aku adalah orang yang paling tidak punya pekerjaan di dunia ini. Kerajaanku hanya makan, bersantai, membaca, dan mandi. Tidak ada pekerjaan lain yang aku kerjakan selain semua itu.

Aku pun juga menolak beberapa undangan dari bangsawan lain karena tidak terlalu suka keramaian, dan terlampau malah barang sedikit pun menginjakkan kakiku di luar istana.

Siang ini pun aku mendekam di perpustakaan pribadiku sambil membaca beberapa buku untuk menemani kesepianku. Tarina pun sedia menemaniku sampai saat ini. Dia bahkan tidak menyinggung sedikit pun mengenai pelarianku beberapa waktu lalu.

"Tarina, aku bosan. Apakah tidak ada hal lain yang bisa aku kerjakan?" keluhku padanya yang saat ini duduk tak jauh dariku.

"Hari ini Anda tidak memiliki jadwal setelah menolak beberapa undangan untuk minum teh," jawabnya padaku sopan.

Lalu, apa yang harus aku lakukan untuk mengisi kebosananku ini?

Tiba-tiba sebuah ide tak terlalu gila melintas di kepalaku. Sepertinya akan seru. Aku patut mencobanya.

"Tarina. Ayah dan Ibu tidak melarangku pergi keluar, 'kan?" tanyaku memastikan.

"Tidak, Tuan Putri."

"Baguslah," ujarku gembira. "Kalau begitu maukah kau menemaniku berjalan-jalan di kota?"

"Berjalan-jalan di kota? Bukankah Anda tidak suka melakukan suatu hal yang melelahkan?"

Sebenarnya, seperti apa Vedelila yang asli. Kenapa dia begitu cerewet menurut Lucas, selain itu kata ibunya sendiri dia begitu egois. Vedelila pun begitu manja sampai tidak ingin melakukan suatu hal yang melelahkan.

"Itu dulu. Sekarang tidak. Aku hanya ingin mengisi kekosongan siang ini. Karena itu, ayo temanilah aku!" paksaku padanya dengan ekspresi yang aku buat sesendu mungkin agar dia mau menyetujui permintaanku.

"Baiklah, Tuan Putri. Saya akan menemani Anda."

"Terima kasih banyak, Tarina!" seruku bahagia.

Pokoknya, aku harus memanfaatkan kesempatan ini dengan sebaik mungkin. Aku harus mengunjungi semua tempat wisata yang indah yang ada di Lorenznia, sekaligus mencicipi kuliner khas yang ada di kerajaan ini.

Kita have fun hari ini!

•••

Halo, semuanya!

Maaf ya baru update setelah sekian lama.

Sebagai tanda permintaan maaf aku bakal double up hari ini!

Jangan lupa vote dan commentnya!

Became Princess In The PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang