XIX. D-Day

279 48 0
                                    

Mengenakan gaun pengantin ala bangsawan sungguh merepotkan. Selain berat, gaun yang dikenakannya ini sungguh mengancam nyawanya.

Bagiamana tidak? Ada korset yang dipasang begitu ketat untuk merampingkan pinggangnya. Akibat terlalu ketat itu, ia jadi kesulitan bernapaskan. Perutnya terasa sangat sakit, dan tidak nyaman sekali. Namun, ia tak bisa melepas korset begitu saja karena banyak yang mengawasinya. Terutama kakak-kakaknya.

"Ayolah, Delila. Tahan untuk beberapa jam ke depan. Lagi pula ini bukan pertama kalinya kau memakai korset," ujar Vidella lembut.

"Tapi, Kak. Ini sungguh tidak nyaman, bernapas saja aku kesusahan. Bagaimana cara menahannya sampai beberapa jam ke depan? Bisa-bisa aku meninggal sebelum pemberkatan."

Plak!

Vidella menggeplak kepala Vedelila karena gadis itu berbicara yang bukan-bukan. Harus pengantin itu berpikir positif bukannya negatif.

"Jaga bicaramu, Delila. Ini adalah hari pernikahanmu, jangan memikirkan hal yang buruk. Lagi pula, sudah lama kau ingin menikahi Lucas. Ini adalah puncak perjuanganmu. Tolong jangan menyerah begitu saja."

Ia berharap bencana akan datang, dan dirinya tidak ingin menikah dengan Lucas. Yang berjuang adalah Vedelila yang asli. Sayangnya gadis itu tidak ada di sini.

"Baiklah," tandasnya. "Tolong tinggalkan aku sendiri. Aku ingin menenangkan diri."

Vidella tersenyum, "Tentu saja. Kakak akan pergi. Kau memang butuh ketenangan untuk pemberkatan nanti. Jangan gugup, dan tersenyumlah."

Melihat Vidella yang telah menghilang dari dalam kamar riasnya membuat hatinya sedikit lega. Gadis itu memilih duduk di depan meja rias, dengan mata yang menatap pantulan wajah cantiknya di cermin sana.

Tidak ada gurat bahagia yang terlihat. Yang ada hanyalah kesedihan yang terasa samar. Ia tak ingin semua orang tahu kesedihannya. Namun, ia pun tak bisa menyembunyikan semuanya.

Percuma saya mengungkapkan. Keputusan itu hanya akan merepotkan. Lebih baik diam, karena itu adalah hal damai yang perlu ia lakukan.

"Wahai Pengantin Wanita, kenapa engkau bertekuk muka?"

Oh, astaga. Dari mana Lucas si Alan muncul? Tidak memahami situasi dan kondisi saja.

"Oh, Pengantin Pria rupanya," balasnya ketus. "Untuk apa kau datang kepadaku? Lebih baik jangan menemuiku dan tunggu aku keluar saja. Aku sungguh tidak ingin melihat wajah menyebalkanmu itu."

Lucas mendekat padanya. Sementara ia hanya memalingkan muka, alergi melihat wajah tampan penuh kelicikan itu.

"Akkhh!" pekiknya.

Lucas tiba-tiba menjambak rambutnya kuat. Belum menikah saja pria itu sudah melakukan kekerasan padanya. Apalagi kalau menikah nanti? Habislah nyawanya.

"Apa yang kau lakukan?! Lepaskan rambutku, Sialan!" bentaknya tak tahan.

Kedua lengan Lucas beralih melingkari lehernya, cekikan keras mulai terasa. Lehernya terasa begitu sesak, ia benar-benar tidak tahan. Pukulan-pukulan yang ia hadiahkan ke lengan pria itu tak berarti apa-apa. Karena Lucas jauh lebih kuat darinya, sementara itu tenaga monsternya tak lagi muncul setelah sekian lama.

"Selama ini aku membiarkanmu, Tuan Putri. Jika kau semakin kurang ajar padaku. Jangan harap kepalamu akan menyatu dengan tubuhmu."

"Uhuk-uhuk!" Vedelila terbatuk keras setelah cekikan itu terlepas. Lucas tak lagi di belakangnya. Kedua bola mata meluncurkan amarah yang dalam, Lucas benar-benar sialan. "Dasar Iblis Menyebalkan!" umpatnya.

[••]

Di tempat yang begitu dekat dengan aula pernikahan. Nathaniel hanya dapat menghela napas dalam. Tidak ada kesempatan untuknya dapat menggagalkan pernikahan tak masuk akal ini.

Lucas memberikan mantra sihir di sekeliling aula pernikahan sampai dengan ruang tunggu pengantin wanita. Membuatnya tak dapat menculik wanita itu dari sana. Jika Vedelila keluar sebelum acara pemberkatan, ia bisa menolong gadis itu. Namun, sayangnya tidak ada tanda-tanda gadis itu akan kabur dari pernikahannya.

Sepertinya Vedelila memutuskan menerima pernikahan ini dengan iklhas hati. Kalau begitu jadinya, untuk apa dirinya datang ke mari?

"Menyebalkan! Dasar Lucas si Alan!"

Suara itu. Bukannya itu suara Vedelila? Di mana gadis itu berada?

Itu dia! Gadis itu sedang menuju ke arahnya dengan kaki yang menghentak-hentak. Dilihat dari mana pun itu bukan ekspresi gadis yang bahagia dengan pernikahannya. Kenapa orang tua gadis itu memaksanya?

"Permisi Tuan, tolong jangan menghalangi jalanku. Aku ingin keluar dari istana menyebalkan ini," ujar gadis itu padanya. Tanpa mengetahui kalau orang yang dia ajak bicara adalah dirinya.

"Tunggu sebentar, Tuan Putri. Pernikahan Anda sebentar lagi. Tolong jangan menghilang begitu saja. Saya akan kena masalah nantinya."

Berbicara manis seperti itu bukanlah gayanya. Namun, apa buat. Dia sedang menyamar sebagai pengawal istana. Tak mungkin berbicara ketus pada Vedelila dalam masa penyamarannya.

"Kalau begitu, ikutlah denganku. Dengan begitu kau tak akan terkena masalah nanti," saran gadis itu. "Jika tidak mau, penggal saja kepalamu. Dengan begitu kau tak akan dihukum lebih keji daripada itu."

Gadis yang tidak ada anggun-anggunnya. Kenapa bisa terlahir sebagai seorang putri raja?

"Minggir, Tuan!" bentak Vedelila tak sabaran. "Jangan menghalangi jalanku. Ini ada satu-satunya kesempatan untukku kabur dari sini!"

"Jika kau berteriak seperti itu semua orang akan mendengarmu, Bodoh!"

Nathaniel tak tahan berpura-pura baik pada gadis itu.

"Kau?" Vedelila menunjuknya. "Berani sekali kau mengumpati seorang putri? Kastaku lebih tinggi darimu tahu! Dan harusnya kau menghormatiku seperti yang lainnya. Memangnya kau siapa, hah?!"

"Bodoh!"

Ia menjitak kepala Vedelila begitu saja dengan kekuatan sihirnya. Membuat gadis itu langsung terjatuh ke dalam pelukannya.

Mission, clear!

•••

Selamat petang semuanya! Bagaimana kabarnya hari ini?

Mohon maaf sekali ya aku baru update cerita ini setelah sekian lama. Terima kasih banyak buat kalian yang telah setia menunggu Vedelila dan kawan-kawannya.

Salam hangat dari Anne❤️

Dan sampai jumpa❤️

Semoga tetap sehat selalu ya!

Became Princess In The PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang