III. Delila dan Niat Buruknya

576 73 7
                                    

"Ayah," panggilku padanya sopan.

Niatku hari ini adalah merengek pada Ayah untuk membatalkan pernikahan ini, itu pun kalau bisa. Kalau tidak, aku akan memintanya mengundur pernikahan untuk beberapa bulan ke depan.

"Ada apa, Vedelila?" tanyanya padaku tanpa mengalihkan pandangannya pada istri keduanya, yang tak lain adalah berkas-berkasnya.

Aku mendengkus kuat, orang yang paling berpengaruh di Lorenznia ini seperti sama sekali tidak bisa membantuku. Mengerti perasaanku saja sepertinya tidak, berkas-berkas itu lebih dimengertinya dari apa pun juga.

"Jika aku meminta Ayah membatalkan pernikahan ini, apakah Ayah bersedia?"

Langsung saja aku mengejutkannya dengan permintaan luar biasaku.

"APA?!"

Seperti yang aku duga, beliau sangat terkejut mendengar permintaanku. Bau-bau kemurkaan tiba-tiba merambah ke hidungku. Aku menelan ludahku kelu, sepertinya beliau tidak akan diam saja mendengar pernyataanku ini.

"Aku ingin Ayah membatalkan pernikahan ini," cicitku pelan sembari menunduk di hadapannya. Harapan untuk Ayah membantuku masih berpegang di benakku, semoga saja hal itu akan terwujud. 

"Vedelila, dulu kau meminta Ayah untuk menjodohkanmu dengan Pangeran Lucas itu. Lalu, saat dia berniat menikah denganmu. Kenapa kau malah menolaknya? Bukankah itu keinginanmu sejak lama?! Apa kau berniat mempermalukan Ayahmu ini di hadapan para bangsawan lain?!"

Sudah kuduga. Ayah benar-benar murka padaku. Aku kembali mengutuk Vedelila yang berlaku seperti itu. Hah, rasanya menyebalkan dan tidak enak sekali, tetapi aku tidak bisa lari dari semua ini.

Aku memberanikan diri menatap mata Ayah yang berwarna cokelat yang begitu cerah. Warna matanya dengan Vedelila sangatlah berbeda, Vedelila memiliki manik emerald yang begitu luar biasa indahnya. Mungkin, mata indah ini adalah dari gen ibunya. Oh ya, kali ini aku sudah memantapkan hatiku untuk menerimanya sebagai ayahku.

"Ayah, tiga bulan itu terlalu cepat untukku. Aku belum mempersiapkan diriku untuk menjadi istri yang baik, aku juga masih ingin tinggal di sini bersama ayah dan ibu. Jadi, tolonglah Ayah, bantu putrimu ini."

"Ayah tidak akan membantu!" putusnya cepat. "Kau yang sudah memulai semua ini, Vedelila. Kau juga yang seharusnya mengakhirinya."

Ayah kembali duduk di singgasananya, dan kembali menatap berkas-berkas yang selalu menjadi prioritasnya. Beliau sudah enggan menatapku lagi, mungkin di hatinya ada sedikit kebencian yang tercipta untukku.

"Kalau begitu, bagaimana jika Ayah mengundurnya saja?" tawarku padanya. Aku mencoba bernegosiasi dengan Ayah, semoga saja kali ini beliau akan menyetujuinya.

"Tidak. Kau urus sendiri saja masalahmu, Vedelila. Ayah masih banyak pekerjaan."

Pupus sudah.

Aku merasa ditipu novel-novel kerajaan selama ini aku baca. Mereka membuatku sering halu karena selalu membuat cerita dengan keluarga kerajaan yang begitu bahagia. Beberapa kali aku sering membayangkan menjadi seorang putri mahkota yang dicintai oleh ayah dan ibunya. Namun, saat melihat perlakuan ayah saat ini.

Aku sadar akan satu hal. Kehidupan seorang putri, ternyata tidak semanis itu.

[••]


"Ada apa, Tuan Putri?"

Di malam yang sunyi ini aku meminta Tarina menemaniku, aku butuh ketenangan untuk saat ini. Ya, lebih tepatnya ketenangan untuk menjernihkan pikiranku.

Became Princess In The PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang