XXX. Sengsara atau Kesepian?

138 22 2
                                    

Deg.

Untuk apa Ratu Ellevania menyapanya? Apakah beliau ingin menghukumnya karena melarikan diri dari pernikahan?

Wah, tapi itu kan sudah beberapa bulan yang lalu. Harusnya sudah terlupakan. Kecuali Ratu Ellevania benar-benar ingin menjadikannya menantu. Atau jangan-jangan Ratu Ellevania sangat dendam padanya. Jika benar, itu benar-benar menakutkan.

Ibunya sudah menyapa Ratu Ellevania dengan sangat ramah. Ada banyak kue kering di meja. Seketika Vedelila merasa iri. Ia tidak pernah disambut dengan kue kering beraneka ragam seperti itu.

"Salam, Yang Mulia Ratu Ellevania," sapanya sopan dengan badan yang membungkuk empat puluh lima derajat.

Anehnya, Ratu Ellevania tersenyum melihatnya. "Tidak usah terlalu formal, kau bisa memanggilku ibu. Sebentar lagi kita akan menjadi keluarga."

Entah harus senang apa sedih. Pengakuan itu benar-benar membebaninya. Kenapa Ratu Ellevania masih mengharapkan menantu sepertinya? Padahal sudah dua kali ia melarikan diri dari pernikahan. Seharusnya Ratu Ellevania ilfeel atau bahkan mem-blacklist namanya sebagai calon menantu. Vedelila tidak dapat memahami pola pikir ratu itu.

"Del, duduklah."

Vedelila mengangguk dan duduk di sebelah ibunya. Dengan gugup ia mencoba membaur. Walaupun sebagian besar dirinya hanya diam dan menanggapi seperlunya percakapan dua orang ratu yang sudah klop itu.

"Daiyana. Bukannya apa-apa. Aku ingin berbicara pribadi dengan putrimu ... bisakah kau meninggalkan kami berdua?"

Nah, yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba juga. Sudah pasti Ratu Ellevania berniat mengutuknya. Tadi hanyalah basa-basi di depan ibunya.

"Tentu." Ibunya setuju dengan begitu mudahnya. Bahkan tersenyum lebar. "Kalau begitu aku pamit. Semoga pembicaraan kalian menyenangkan."

Vedelila menatap melas ibunya. Namun, yang didapatkannya hanya pelototan tajam. Sudah tidak ada harapan lagi. Bagaimana ini? Apa kehidupannya berakhir di sini?

Ratu Ellevania tiba-tiba berdiri. Mendekat dan duduk di tempat ibunya tadi.

Tubuhnya sudah gemetar saat merasakan hawa tidak enak yang tiba-tiba merasuk ke dalam dirinya. Apa ini sihir hitam Ratu Ellevania?

Tangannya tiba-tiba digenggam. Dingin adalah yang dirasakannya. Tangan Ratu Ellevania benar-benar dingin.

Dadanya bergemuruh. Wajahnya pucat pasi. Tenggorokannya tiba-tiba kering. Suasana ini benar-benar menyeramkan. Vedelila ingin sekali terlepas dari semua ini. Tolonglah dirinya.

"Vedelila." Ratu Ellevania berbisik. "Memangnya siapa dirimu? Berani sekali mempermalukan putraku!"

Nada suaranya berubah total. Ini adalah Ratu Ellevania yang sesungguhnya.

"Awalnya aku ingin memaklumi kelakuanmu yang seenaknya melarikan diri dari pertunangan." Genggaman tangan Ratu Elle menguat. Rasanya sakit sekali. "Namun, kau malah begitu berani dan melarikan diri dari pernikahan hanya karena anak jalang itu."

Tiba-tiba ada yang menyumpal tenggorokannya. Rasanya sesak sekali.

"Aku ingin sekali membunuhmu." Bola mata Ratu Ellevania berubah warna. "Ah, sayang sekali kalau membunuhmu. Keberadaanmu sangat berharga untukku."

Tangan yang menggenggamnya berpindah menuju bahunya dan meremas-remas bahunya begitu kasar. "Jika kau mengulangi kebodohan itu lagi ...." Tangan itu menuju lehernya. "Tidak hanya dirimu yang tiada, tapi semua keluargamu."

"Akhh!" Vedelila menjerit. Lehernya dicekik dengan begitu kuat. "To—long, le—pas."

Ratu Ellevania tertawa. "Jadi, jangan bermain-main, ya."

"Uhuk-uhuk!"

Gadis itu terbatuk-batuk saat cengkeraman di lehernya lepas.

Nathaniel benar. Ratu Ellevania menakutkan. Ada iblis yang mendiami tubuh wanita itu. Berada di sekitarnya saja sudah membuatnya sesak. Sentuhan pelan juga hampir membunuhnya. Jika ingin panjang umur, Vedelila harus berhati-hati di dekat ratu ini.

"Ups. Ada yang kelupaan," ujar Ratu Ellevania. "Jangan mengadu pada orang tuamu. Atau kau mau melihat mayat orang tuamu digantung di alun-alun kota?"

•••

"Tuan Putri!"

Vedelila mengabaikan teriakan Tarina. Pikirannya tiba-tiba linglung. Pertemuannya dengan Ratu Ellevania benar-benar mimpi terburuk di sepanjang hidupnya. Air matanya bahkan meleleh karena begitu takutnya. Vedelila berlari tanpa arah. Ia ingin menjauh sejauh mungkin dari ratu yang menakutkan itu.

Kakinya membawanya di taman tempatnya pertama kali bertemu Lucas. Vedelila terjatuh di atas rerumputan. Dadanya benar-benar sesak. Rasa sesak itu masih terasa. Ia bimbang. Keputusan apa yang harus dipilihnya? Mengorbankan diri atau mengorbankan keluarganya?

Egois jika dia menyelamatkan dirinya sendiri. Namun, jika mengorbankan dirinya ia pasti akan hidup sengsara dan menjadi boneka. Itu bukan takdir yang diinginkannya. Ia ingin merasakan kebahagiaan yang selama ini sangat sulit didapatkannya. Selalu saja ada yang menghalangi kebahagiaanya.

"Akhh!" Vedelila berteriak sekencang mungkin melampiaskan rasa sakitnya. "Kenapa dunia tidak adil padaku?! Padahal aku ingin bahagia! Kenapa harus seperti ini?!"

Kebahagiaan memang sederhana, tapi kenapa sulit sekali didapatkannya? Apa dirinya tidak berhak bahagia seperti orang-orang pada umumnya? Kenapa dunia begitu tidak adil padanya? Dirinya juga manusia, sama seperti mereka. Kenapa diperlakukan berbeda?

"Percuma saja mengeluh." 

"Lucas?"

Kenapa harus Lucas yang melihatnya di saat seperti ini?

Lucas tersenyum. Itu benar-benar menyakitkan. Bisa-bisanya laki-laki itu tersenyum di depannya?

Kedua tangan Lucas meraih wajahnya. Mengusap-usap lembut kedua pipinya. Lebih tepatnya menghapus air matanya.

"Jika kau ingin bahagia ... cukup menikah denganku," ujar Lucas begitu percaya dirinya. "Sangat disayangkan kau begitu kerasa kepala dan memilih kabur hanya untuk bersama Nathaniel."

"Aku tidak menyukaimu! Bagaimana bisa aku bahagia menikah denganmu?!"

"Suka? Perasaan itu bisa perlahan tumbuh, Vedelila."

Lucas memang benar. Perasaan bisa tumbuh. Buktinya ia menyukai Nathaniel yang menyebalkan. Jadi, tidak mustahil jika dirinya menyukai Lucas nanti. Namun, kali ini sudah berbeda ... ia tidak mungkin bisa menyukai Lucas setelah mengetahui bagaimana keburukan pria itu. Apalagi ia harus terjebak pengaruh kuat Ratu Ellevania. Tidak! Vedelila tidak menginginkan hal itu!

"Pilihan ada di tanganmu."

Lucas kembali berdiri.

"Sederhana, Vedelila." Pria itu tertawa. "Menikah denganku dan hidup seperti boneka atau hidup dengan Nathaniel sementara keluargamu tiada?"

•••

Selamat malam semuanya! Bagaimana kabarnya? Semoga baik-baik aja, ya.

Mohon maaf aku baru update. Semoga part ini bisa mengurangi kekecewaan kalian😊

Jika kalian jadi Vedelila, apa yang kalian pilih?

Yuk! Jangan malu-malu komen☺️

Sekian, sampai jumpa❤️

Jangan lupa tekan bintangnya❤️

Became Princess In The PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang