0.9 Were Done

927 122 10
                                    

Eleana keluar dari kamarnya dengan seragam yang sudah melekat di tubuh mungilnya, rambutnya dia biarkan terurai seperti biasanya, tas berwarna pink pastel dia sampirkan di bahunya.

Eleana duduk di salah satu kursi meja makan yang masih tersisa. Semua yang ada di sana menatap Eleana dalam diam. Wajah gadis itu tidak menunjukkan ekspresi apapun, seperti tidak ada beban sama sekali.

“Ini, Kakak udah buatin susu sama roti keju,” ucap Taeyong sambil menyodorkan satu piring roti dan gelas berisi susu putih.

“Makasih.”

“El, kamu baik-baik aja?” tanya Jaehyun yang duduk di samping Eleana, memperhatikan dengan jelas keadaan adiknya itu.

“Iya, muka kamu pucet, El. Kalau kamu sakit, gak usah pergi ke sekolah,” timpal Doyoung membuat Eleana menatapnya.

Im okay. Dont look me like that,” ucap Eleana yang jengah karena mereka semua menatapnya terang-terangan seperti itu, membuatnya benar-benar tidak nyaman.

“Kamu nanti berangkat sama kita, ‘kan?” tanya Ten.

Eleana menggelengkan kepalanya. “Enggak, aku gak mau satu sekolahan tahu hubungan kita.”

“Kenapa? Kamu gak suka sama kita?”

“Apa kamu segitu gak sukanya sama kita sampai kamu gak mau kalau orang lain tahu kalau kita bagian dari keluarga kamu?”

“El, sebenernya apa salah kita sih sampai kamu bersikap kaya gini?”

“Dari awal kita ketemu, kita semua udah berusaha bersikap baik sama kamu, tapi kenapa kamu gak bisa buka hati kamu buat nerima kita semua? Padahal, kita semua sayang sama kamu loh.”

Rentetan pertanyaan yang dikeluarkan dari mulut mereka membuat Eleana menghembuskan napasnya berat. Ada perasaan aneh dalam hatinya ketika mereka mengungkapkan perasaannya.

“Kalian gak salah, its my fault. Setelah bunda meninggal, aku udah terbiasa sendiri, gak mudah nerima orang baru gitu aja, apalagi kalian harus jadi keluarga aku. Aku bukan gak suka kalian ... tapi, aku gak suka sama hidup aku. Kalau kalian risih sama sikap aku, aku bisa minta ayah beliin apartemen buat aku ... aku berangkat dulu. Makasih sarapannya,” terang Eleana yang langsung berjalan meninggalkan mereka semua yang diam mematung mendengar penjelasannya.

Eleana menaikkan sebelah alisnya menatap Lucas yang tiba-tiba berdiri di depannya, sungguh menghalangi jalan.

“Lo berangkat sama siapa?”

Eleana memutar bola matanya malas. “Kepo. Awas!”

Lucas merentangkan kedua tangannya, menghalangi Eleana yang berniat melewatinya. “Gue gak akan biarin lo pergi, sebagai Kakak sepupu yang baik, gue harus tahu lo berangkat sama siapa.”

Eleana memutar bola matanya jengah. “Kamu sepupu mereka, bukan sepupu aku. Gak usah ikut campur, bisa? Selagi aku ngomong baik-baik, bisa kamu minggir? Aku gak punya waktu buat main-main sama kamu.”

“Gak pa-pa, gue suka main-main sama lo. Sekarang gue tanya, lo pergi sama siapa?”

Eleana ingin sekali memukul wajah tampan Lucas yang menyebalkan. “Sendiri. Naik bis.”

“Ayo, gue anterin lo sekolah.”

What do you want? Aku bisa berangkat sendiri, gak usah ngurusin hidup aku, bisa?”

“Gak bisa tuh. Gue mau anterin lo sekolah, gue gak nerima penolakan.” Lucas menyambar tangan Eleana untuk digenggamnya, membuat Eleana mencoba melepaskannya.

WALLFLOWERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang