"Aku bingung mas, omset kita menurun. Susah dapetin bahan baku," keluh Nabilla dengan kening berkerut."Sabar, La. Yang namanya usaha memang begitu ada pasang surutnya kan?"
"Iya, tapi banyaknya permintaan tak bisa terpenuhi, padahal aku baru munculin produk baru."
"Bagus, dong! Produk baru bisa kita promosikan."
"Iya tapi darimana bahan bakunya?"
"Udah tenang saja, klienku kayaknya ada yang punya penggilingan biji plastik, nanti kita ajukan proposal kerjasama," kata Firman duduk di samping istrinya, mengusap punggung wanita itu.
Nabilla yang tampak lelah menyandarkan tubuhnya ke dada Firman. Ada rindu membuncah karena telah cukup lama berpisah. Ya! Meski telah pulang ke rumah, Nabilla menolak Firman tidur di kamarnya. Sang suami dipaksa untuk tidur di kamar istri muda. Sesuai janji yang disepakati sebelum dia memutuskan kembali.
"Aku akan pulang, jika Mas mau berjanji tetap tidur di kamar Rania sampai dia hamil," ucap Nabilla.
"Tapi, La—"
"Mas, aku juga ingin bersamamu, tetapi kebersamaan kalian itu penting. Bagaimana kalian bisa segera memiliki momongan jika tak sering bersama?"
"Kau selalu memojokkanku dengan alasan yang sama." Firman terlihat sangat kesal.
"Ayolah, Mas! Kumohon ...," pinta Nabilla dengan mata berkaca-kaca.
Brakkk...
Suara pintu dibuka paksa membuyarkan lamunan Nabilla. Rania muncul dari balik pintu, dengan wajah merah penuh amarah.
"Bagus, ya, Mas? Aku bekerja di rumah kalian di sini bermesraan?" teriak Rania tiba-tiba.
"Rania?" Nabilla dan Firman spontan berdiri.
"Aku pikir Mas Firman bakal adil, ternyata aku salah. Aku hanya jadi pelayan di rumah."
"Nia sabar, ayo duduk! Kita bicara baik-baik," ucap Nabilla mendekati Rania, menuntunnya duduk, tetapi disibakkan oleh madunya.
"Mbak Billa gak usah sok perhatian, deh! Sok baik sama aku padahal sebaliknya. Serigala berbulu domba!" caci Rania sangat kasar.
Seketika Nabilla diam. Wajahnya merah dengan keringat dan air mata yang hampir menetes. Wanita itu tak menyangka akan diperlakukan sekasar itu, apalagi di kantor.
"Cukup Nia! Hentikan sikap kekanakanmu!" bentak Firman.
"Aku sudah terlalu lama diam, itulah kenapa kalian jadi seenaknya. Jadi sekarang aku gak akan diam." Rania semakin tersulut emosi melihat respons Firman yang terkesan membela Nabilla.
"Istighfar Nia ...," tangis Nabilla pecah.
"Dari awal kamu sudah tahu kan Nabilla bekerja, kamu sendiri yang minta untuk tidak bekerja, sekarang kamu marah-marah gak jelas," omel Firman.
"Bekerja apa? Kenyataannya kalian berduaan di sini, cih!"
"Cukup Nia, jangan buat aku bersikap lebih kasar. Lihat tempat! Ini kantor, bersikaplah sopan! Sejujurnya aku sudah muak dengan sikapmu, kalau kamu tidak berubah aku akan ...."
"Sudah, Mas! Jangan lanjutkan! Jangan bicara saat emosi. Hentikan semua ini. Kita bisa duduk bersama dengan kepala dingin, kan?" Nabilla menghentikan ucapan Firman. Wajahnya telah basah sepenuhnya.
Melihat air mata Nabilla bercucuran, Firman berlalu pergi. Tak sanggup melihat wanita yang dicintainya bersedih. Nabilla terduduk lemas, sampai tak sadar jika Rania sudah tergeletak di lantai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Cinta Satu Atap
RomancePoligami tidak semudah yang dibayangkan. Seadil-adilnya seorang suami, tetap akan ada yang terluka. Lalu bagaimana cara Firman membagi cintanya pada kedua istrinya, Nabilla dan Rania.