"Aku tahu kamu akan bilang begitu. Hanya sementara, La, saat bayi itu lahir kamu boleh kembali ke sini."
"Mas Firman janji?" Nabilla meyakinkan suaminya, sembari menoleh ingin melihat kesungguhan di mata sang suami.
Firman mengangguk mantap. Nabilla tersenyum dan langsung memeluk suaminya.
"Aku tidak mau melihatmu sakit setiap kali aku berikan perhatian pada Rania. Hanya itu alasannya," bisik Firman.
"Aku tidak apa-apa, Mas. Istrimu ini tidak selemah itu."
"Aku yang lemah jika terus melihatmu menderita." Firman dan Nabilla berpelukan semakin erat.
Tok...tok...tok...
Ada ketukan pintu di kamar Nabilla. Mereka segera melepaskan pelukan. Firman memperbaiki bajunya. Nabilla mengusap air mata di wajahnya.
"Masuk! Tidak dikunci," teriak Nabilla.
Sosok tinggi dengan wajah cantiknya muncul dari balik pintu. "Mbak, Mas! Boleh Nia minta sesuatu?"
Nabilla dan Firman saling memandang.
"Tentu saja boleh! Apa pun itu,"
jawab Nabilla segera. Dia berjalan mendekati sang madu.Firman bersandar lemari dengan dengkuran lirih seperti tidak setuju dengan jawaban Nabilla.
"Janji akan dituruti?"
"Tentu saja, kenapa tidak?"
"Janji dulu!" Rania meraih tangan Nabilla dan menautkan jari kelingking
"Iya, Mbak janji!"
"Jangan pergi ke mana pun, Mbak! Mbak Billa tetap harus tinggal di rumah ini. Kita tinggal sama-sama di sini. Aku mohon!"
Firman menoleh cepat ke arah Rania dan Nabilla berdiri. Pria itu tidak habis pikir. Di benaknya, penuh tanya dengan keputusan Rania.
"Semua ini salah Nia, Mbak, harusnya Nia sadar kalau Mbak lah yang tidak mendapatkan keadilan. Sudah tiga bulan Mbak tidak mendapatkan nafkah batin dari Mas Firman, kan?"
Nabilla hanya terkejut dengan mulut menganga, sementara Firman menatap istri keduanya tak percaya.
"Aku sadar, aku yang salah. Aku belum dewasa dan masih egois. Tapi aku sekarang mengerti arti berbagi. Aku tahu jika dalam keluarga suka duka harus dibagi. Kenyataannya selama tiga bulan ini aku yang suka, dan Mbak Billa yang berduka. Aku baru menyadarinya, dan sekarang ingin memperbaikinya." Rania terus bicara tanpa jeda. Wanita itu mondar-mandir di antara suami dan madunya.
"Nia! Aku tidak merasa begitu, aku—"
"Stop! Mbak Billa sudah janji akan menuruti ucapanku kan?"
"Ya, tapi—"
"Kemasi barang Mbak Billa kembali ke dalam lemari. Tak ada alasan apa pun lagi." Rania berlalu pergi setelah mengatakan yang diinginkan.
Firman dan Nabilla diam, mematung dengan mulut terkunci. Tepat saat Rania menghilang di balik pintu, Firman beranjak mendekati Nabilla. Pria itu mengulurkan tangan ingin menyentuh pipi istri pertamanya.
Tiba-tiba pintu terbuka lagi dan kepala Rania menyembul pada ujungnya sambil berkata, "Malam ini, Mas Firman tidur di sini saja. Ini juga permintaanku." Wanita itu mengedipkan mata sengaja menggoda.
Firman dan Nabilla yang salah tingkah seketika bersemu merah mendengar ucapan Rania. Sang suami menggaruk tengkuk yang tidak gatal, sementara istrinya menutup wajah dengan hijab.
"Sepertinya aku harus menutup pintu, atau Rania akan terus mengganggu," ucap Firman setelah berhasil menguasai diri. Seulas senyum mengembang di bibirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Cinta Satu Atap
RomancePoligami tidak semudah yang dibayangkan. Seadil-adilnya seorang suami, tetap akan ada yang terluka. Lalu bagaimana cara Firman membagi cintanya pada kedua istrinya, Nabilla dan Rania.