3

9.7K 347 2
                                    


"Hai Nia," sapa Nabilla dengan senyum manisnya. Rania hanya melengos. Nabilla duduk di sebelah Rania. Sesaat memandang suaminya. Firman berjalan menjauh ke arah jendela, menghindari obrolan para wanita.

"Aku ingin kamu menikah dengan Mas Firman dan memberinya keturunan. Karena kanker, rahimku diangkat, dan sudah dipastikan tidak akan pernah jadi ibu. Tapi Mas Firman bisa menjadi ayah, aku berharap kamu mau menjadi ibu untuk anak-anaknya."

"Kamu sungguh berfikir aku mau jadi istri kedua?" tanya Rania setelah mengumpulkan segala keberanian.

"Kamu wanita sepertiku, aku yakin kamu memahami penderitaanku."

Rania hanya membuang muka tak tahu harus berbuat apa.

  "Terima saja lamaran Mas Firman, aku ikhlas kok!"

Rania menghela napas panjang tak sanggup membayangkan kelanjutan obrolannya dengan Nabilla dan Firman tadi siang.

Rania meraih ponselnya, tidak ada pesan satu pun. Biasanya Firman selalu mengirim pesan untuk mengingatkan Rania makan malam. Namun, malam ini tidak, ada rasa rindu menyeruak dalam hati Rania.

Tok..tok...tok...tok...

"Nia, ada tamu, Nak!" panggil ibunya.

"Iya, Ma, sebentar Nia turun."

"Cepat ya?"

"Iya ...."

***

"Kamu yakin dia wanita yang baik, La?" tanya ibu Firman pada Nabilla.

"Yakin, Ma."

"Memangnya, dia mau?"

"Kalau dia mau dengan mudah brarti dia bukan wanita baik kan, Ma? Justru karena dia wanita baik kita harus meyakinkan dia dengan lebih keras lagi."

Sang ibu hanya mengangguk pasrah mendengar penuturan menantunya.

"Itu rumah Rania, Ma." Nabilla menunjuk rumah dua lantai dengan pagar hitam. Rumahnya tidak terlalu besar, tetapi cukup rapi.

Nabilla dan ibu mertuanya turun dari mobil, berjalan masuk ke dalam pekarangan rumah Rania.

Ting tung ... ting tung ....

Nabilla menekan bell, tak berapa lama ibu Rania membuka pintu.

"Assalamualaikum, Bu, benar ini rumah Rania?"

"Wa'alaikumsalam ... iya benar. Ada apa, ya?"

"Saya Nabilla dan ini Bu Retno, ibu mertua saya, ingin bicara sesuatu dengan Rania dan ibunya."

"Oh, Bu Nabilla istrinya Pak Firman atasan Rania, ya? Saya Dewi, ibunya Rania. Mari silakan masuk!"

"Panggil Nabilla saja, Bu."

Nabilla dan ibu mertuanya masuk dan dipersilakan duduk. Tanpa basa basi Nabilla mengungkapkan tujuannya pada ibu Rania. Ibu Firman juga menambahkan dan ikut memohon.

"Kalau saya sih tergantung bagaimana Nia aja Bu, yang menjalani kan Nia, saya cuma bisa mendukung dan mengarahkan saja."

"Tapi Ibu tidak keberatan kan?"

"Sejujurnya Nia sudah cerita masalah ini, saya sama sekali tidak keberatan selama Nia mendapatkan haknya. Tapi tetap saja keputusan di tangan Nia. Tetapi sebelumnya apa Ibu tahu tentang keluarga kami yang—"

"Kami tahu semuanya, Bu. Ibu tenang saja. Kami memahami kondisi dan keadaan Ibu," potong Nabilla, meremas tangan ibunya Rania.

"Boleh kami bicara dengan Nia, Bu?" pinta Nabilla.

Dua Cinta Satu Atap Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang