9

9.1K 338 0
                                    

Suasana berkabung terlihat mengurung kediaman Burhan. Dua orang wanita menangis tersedu-sedu. Sementara seorang pria tua hanya bergeming dengan tatapan kosong.

"Kakek! Papa kenapa?" tanya seorang gadis kecil yang menarik ujung kemeja pria tua itu.

"Billa, Sayang! Ikut nenek ya?" bujuk wanita tua yang lain menarik bocah itu dalam pelukannya.

Tak berapa lama datang seorang pria dengan tubuh tegap yang berjalan tergesa-gesa. Dia menghampiri pria tua itu dan membisikkan sesuatu. Seketika keduanya meninggalkan ruangan tempat jenazah dibaringkan, menuju halaman rumah.

Seorang wanita muda berdiri dengan seorang putri kecil dalam gendongannya. Wanita itu menangis dan memaksa masuk, tetapi dihalangi satpam.

"Tuan! Biarkan kami masuk, biarkan putri saya melihat ayahnya untuk terakhir kali, Tuan. Sejak dalam perut hingga sekarang, Rania tak pernah mendapat kasih sayang ayahnya. Sebentar saja, Tuan. Saya janji tidak akan mengatakan apa pun," pinta wanita itu saat melihat sang pria tua datang.

"Anak? Burhan dan wanita ini punya anak juga?" gumam pria tua itu lirih. Dia menatap tajam pada menantu dan cucu yang dibuangnya dua tahun lalu. "Usir mereka! Jangan sampai mereka masuk," ucap pria itu segera pergi mengabaikan teriakan wanita yang ternyata Dewi, istri di bawah tangan Burhan.

".... Hanya karena tak ingin menanggung malu, kakek mengusir Bu Dewi dan Rania. Namun, rasa bersalah itu dibawa hingga mati. Kakek ceritakan semua padaku di ujung usianya. Aku tak tahu bagaimana harus membawa Rania kembali ke keluargaku. Aku ingin memberikan hak Rania. Anak cucu dari adik kakek juga mengincar harta kakek. Mereka bersorak bahagia waktu tahu aku tak bisa punya anak. Tetapi menemukan Rania seperti harapan baru." Nabilla mengakhiri ceritanya.

"Tapi tidak dengan menikahkan suamimu dengan dia kan?" sangkal Firman.

"Seandainya aku bisa punya anak aku tidak akan pernah melakukan ini Mas, tapi karena aku tidak bisa aku melakukan ini. Aku lebih ikhlas kamu dengan Rania yang notabene adalah saudaraku. Jika wanita lain mungkin hariku akan lebih berat. Mungkin dengan cara ini aku bisa menebus kesalahan keluargaku, terutama mamaku."

"Kenapa kamu gak pernah cerita, La?"

"Karena aku takut kamu menolak Mas, aku gak mau kehilangan kamu. Jikalau suatu saat kita harus berpisah. Setidaknya kamu masih kerabatku." Nabilla tak kuasa menahan tangis. Wanita itu berlari keluar rumah.

"Aku harus bagaimana, Ma?" Firman terduduk di kursi sambil meremas rambutnya sendiri.

"Mama sudah tahu semuanya, Nabilla sudah cerita semuanya. Mama dukung keputusan Nabilla. Mama tahu jalan yang diambil Nabilla berat. Namun jika Rania yang menjadi madu, Nabilla akan terus ingat kesalahan orang tuanya. Dan itu yang membuat Nabilla lebih ikhlas."

***
Nabilla berlari keluar rumah meninggalkan Firman dan Bu Retno. Wanita itu tak sanggup memandang wajah suaminya. Namun, langkahnya terhenti di teras rumah saat melihat Bu Dewi jatuh terduduk dengan berurai air mata.

"Ibu? Ibu ada di sini?" Nabilla panik, merasa Bu Dewi mendengar semuanya.

"Apakah yang kau katakan benar, Nak? Kau putri Mbak Siska?" tanya Bu Dewi.

"Maafkan orang tuaku, Bu?" Nabilla menangis.

Bu Dewi menarik tubuh Nabilla ke dalam pelukannya. "Kamu tidak salah Nak, kenapa kau lakukan ini semua? Kenapa kau yang harus menanggung dosa keluargamu, Nak?"

"Aku gak tahu harus bagaimana, Bu ... hiks."

"Jangan kau tanggung sendiri, Nak! Berbagilah dengan ibumu ini."

Dua Cinta Satu Atap Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang