"Harusnya kamu tidak mengajukan syarat seperti itu."
"Lalu apa aku harus menerima jadi istri kedua, Ma?" Rania kesal ibunya malah ikut memojokkan dirinya..
"Kalau kamu tidak mau jadi yang kedua, ya, sudah! Tinggalkan Firman dan cari pria lain."
"Tapi aku sangat mencintai Mas Firman, Ma."
"Lalu, kamu pikir, kamu akan bahagia menjalin hubungan dengan merusak hubungan yang lain?"
"Jadi Mama ikhlas anak Mama satu-satunya ini jadi istri kedua?"
"Nia, ibu mana yang ikhlas anaknya dimadu? Ibu mana yang tega melihat anaknya hidup satu atap dengan madunya. Tapi Nak, pria baik mana lagi yang mau menerima keadaan kita? Single parent yang membesarkan anak dari hasil nikah siri?"
Rania terdiam, sejujurnya Rania tidak pernah ingin seperti ibunya. Menjadi istri kedua. Wanita simpanan atau apa pun sebutannya. Namun, setelah ayahnya meninggal, sang ibu harus susah payah membesarkan gadis itu sendirian. Sang ayah tak meninggalkan warisan sepeser pun untuknya dan sang ibu. Menuntut pun tak ada guna. Tak ada surat yang membuktikan mereka resmi menikah secara hukum negara.
Bertahun-tahun sang ibu bekerja sendirian merawat dan membesarkan dirinya. Sesekali harus menerima cacian dan hinaan tiap kali orang bertanya di mana suami atau ayahnya Rania. Sang ibu bahkan tak bisa menyebutkan siapa nama suaminya itu.
Kini kekhawatiran sang ibu muncul saat anaknya harus menikah. Dia mulai dihantui ketakutan akan penolakan keluarga sang pria atas diri sang anak yang tak punya ayah. Wanita itu tak ingin berbohong karena tak ingin dihantui rasa bersalah dan terjebak dalam kebohongan terus menerus. Namun, menikahkan sang putri dengan pria baik dan keluarga baik adalah kewajibannya.
"Setidaknya istri pertama Firman menerima kamu, itu berarti masa depan anakmu kelak terjamin, Nia." Sang ibu meninggalkan Rania yang masih terlihat kesal.
***
"Silakan duduk Nia!" Firman menarik salah satu kursi mempersilakan Rania duduk. Pipi Rania memerah karena malu.
"Mau makan apa?" tanya Firman sambil melambaikan tangannya pada pelayan.
"Terserah Pak Firman saja!"
"Jangan panggil Pak, panggil Mas saja biar lebih akrab. Toh, ini di luar kantor, kan?"
"Iya Pak, eh Mas ...."
Firman dan Rania menyantap menu makan siang sambil ngobrol kesana-kemari. Firman lebih banyak bertanya tentang hobi dan kesukaan Rania. Sesekali terlontar pujian untuk Rania. Wanita mana yang tidak melayang dipuji oleh pria tampan dan sukses.
Firman badannya tinggi dan kekar. Kulitnya sawo matang, wajahnya bersih dan mulus dengan kumis dan jambang tipis. Sangat terawat dan sepertinya rajin dicukur. Meski usianya sudah masuk kepala tiga, tetapi wajahnya masih terlihat 25 tahunan.
Rania sendiri yang masih berusia 25 tahun tidak canggung berjalan dengan Firman. Mereka tampak seperti pasangan serasi. Setiap kali bertemu dengan Firman, Rania merasa seperti ratu. Diperlakukan dengan sangat sopan dan spesial. Firman tak sungkan menunjukkan perhatiannya di kantor. Beberapa karyawati lain memandang iri pada Rania.
Pak Firman
'Selamat malam Nia, sudah makan belum?'Rania
'Malam Mas, alhamdulillah sudah. Mas Firman sudah makan?'Pak Firman
'Alhamdulillah ini lagi makan, makanya ingat sama Nia.'Rania
'Ah! Mas Firman bisa aja ....'Pak Firman
'Ya sudah, mas makan dulu, Nia cepat istirahat. Jangan begadang nanti sakit.'Rania
'Siap Mas ....'Rania tersenyum bahagia, merebahkan tubuhnya di kasur sambil memeluk ponselnya. Hatinya berbunga-bunga. Perhatian yang ditunjukkan Firman setiap hari membuat benih cinta tumbuh begitu saja.
***
"Kamu pacaran ya sama Pak Firman?" tanya Vivi berbisik pada Rania.
"Ihh, apaan sih?"
"Jujur deh, yang lain sudah pada gosipin kamu, lho!" desak Vivi.
"Gak kok, kami cuma dekat," jawab Rania akhirnya, mengingat Firman memang belum pernah mengungkapkan perasaan atau melamarnya.
"Syukurlah kalau gitu!"
"Kok syukur? Sebenarnya bukan gak pacaran tapi belum pacaran ... hihi"
"Kamu gila ya? Kamu mau jadi pelakor?" Seloroh Vivi tiba-tiba.
"Apa maksud kamu bilang aku pelakor?" Rania sangat marah mendengar sebutan pelakor ditujukan pada dirinya.
"Pak Firman itu sudah punya istri. Masak mau kamu pacarin?"
"Istri?"
"Masak sudah enam bulan dekat gak tahu Pak Firman sudah punya istri? Namanya Ibu Nabilla," kata Vivi kemudian berlalu pergi.
Rania masih bingung harus bagaimana. Dia putuskan mengirim pesan singkat pada Firman.
Rania
'Siang ini saya mau bicara dengan Mas Firman. Tolong luangkan waktunya sebentar saja.'Pak Firman
'Saya juga ingin bicara penting dengan Nia. Saat jam makan siang datanglah ke ruangan saya.'Tepat jam 12 siang Rania langsung menuju ruangan Firman. Mengetuk pintu sejenak, langsung masuk tanpa dipersilahkan.
"Hai Nia, kemarilah duduk di sini!" Firman menunjuk sofa tempat biasanya klien datang berkunjung.
Rania bergegas duduk, dia sudah tak sabar ingin bertanya tentang status Firman. Setelah mengambil sesuatu dari lokernya, Firman berjalan menghampiri Rania. Firman duduk berhadapan dengan Rania. Gadis itu menatap tajam pada Firman.
"Kamu mau menikah denganku?" Firman menyodorkan sebuah cincin emas putih pada Rania. Gadis bermata bulat dengan lesung pipit di kedua pipinya itu langsung tersenyum bahagia. Jantungnya berdebar dengan sangat cepat. Rania terdiam, dia lupa akan tujuannya menemui Firman.
"Apa kamu tidak suka cincinnya?" tanya Firman lagi.
"Bagus kok, sa-sangat bagus! Selera... Mas Firman memang sama denganku," jawab Rania gugup.
"Nabilla yang memilihnya untukmu," sahut Firman.
"Nabilla?" Hati Rania serasa ditusuk jarum. Kecil tapi menyakitkan. Rania menelan ludah tak sanggup bicara. Kebahagiaan yang tadi terpancar hilang menjadi mendung kelabu. Dia teringat ucapan Vivi dan tujuannya datang ke ruangan itu.
"Istriku," jawab Firman lirih.
Rania membuka mulutnya ingin bicara, tetapi tak ada satu kata pun yang keluar. Dia hanya menggeleng tidak percaya dengan mata berkaca-kaca.
"Maafkan aku Nia, jujur aku mulai sayang padamu, enam bulan perkenalan membuatku yakin kamu adalah calon ibu yang baik. Nabilla benar memilihmu sebagai calon istriku."
"Apa maksudnya ini, Mas?"
"Nabilla istriku ingin agar aku menikah lagi. Dan dia juga yang memilihmu sebagai calon istriku. Setelah aku merasa pilihannya benar aku putuskan untuk melamarmu. Apa kamu mau jadi istriku?"
"Mas Firman sudah gila, ya? Apa sih ini maksudnya? Mana mungkin seorang istri mencarikan istri untuk suaminya. Kegilaan apa ini?"
"Maaf Nia, sebentar lagi Nabilla akan datang ke sini untuk menjelaskan semuanya." Firman meletakkan cincin di atas meja. Rania hanya bingung, antara marah, kecewa, dan bimbang berkumpul jadi satu.
Tak lama pintu diketuk, sedetik kemudian sesosok wanita dengan gamis kuning janur dipadu dengan hijab hijau daun berdiri di ambang pintu. Wajahnya putih bersih bak model catwalk. Berjalan dengan anggun mendekati Firman. Mengulurkan tangan dan mengecup punggung tangan Firman.
"Assalamualaikum Mas,"
"Wa'alaikumsalam."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Cinta Satu Atap
RomansaPoligami tidak semudah yang dibayangkan. Seadil-adilnya seorang suami, tetap akan ada yang terluka. Lalu bagaimana cara Firman membagi cintanya pada kedua istrinya, Nabilla dan Rania.