Bab 8

279 6 0
                                    

"Sarah!" Omah sudah berdiri yang akan siap mengejar diriku. Namun, Dosen itu menghentikannya.

"Biar saya yang berbicara dengan Sarah," ucapnya.

Omah mengangguk membiarkan Bayu yang mengejar Sarah. Itung-itung mereka memulai perdekatan yang dimaksud Sarah tadi.

Aku berlari menuju dinding pembatas yang menghubungkan rumahku dengan rumah Once, walaupun Aku harus memanjat nantinya, untung saja Aku memakai celana sekarang. Belum juga sampai pada pembatas rumah, tanganku sudah dicegah oleh Pak Bayu.

"Tunggu!" Aku menghentikan langkahku saat merasakan tangannya yang menahan. Aku memutar bola mata malas. Apa yang dia lakukan di sini? Untuk apa dia mengejar ku? Apa tidak jelas omongan ku tadi? Aku tidak suka dijodohkan! Dengan siapapun, dan sampai kapanpun!

"Untuk apa kamu membentak Omah seperti tadi? Apakah itu sopan? Apakah seorang cucu pantas membentak Omah nya sendiri?" tanyanya bertubi-tubi.

"Kenapa? Bapak gak suka sama sifat aku? Ya bagus kalau gitu. Silakan Bapak ngomong sama Omah baik-baik. Bilang kalau Bapak gak suka dengan tipe wanita kayak aku. Toh, aku juga tidak suka Bapak, kita sama-sama tidak mencintai kan?" jawabku. Lebih tepatnya bertanya balik, pada Pak Bayu.

"Omah terlalu baik pada saya, sampai-sampai saya tidak bisa mengatakan kata 'tidak' pada setiap permintaannya." Buat apa punya hubungan jika tidak saling cinta, bodoh! Aku merutuk dalam hati. Aku tidak menjawab dan merespon Pak Bayu.

"Katanya kamu juga belum lulus S3, ya?" tanyanya. Aku menatap dia malas.

"Buat apa? Aku udah jadi model internasional. Bapak, tahu? Aku punya empat sertifikat internasional best model. Jadi, kayak aku gak perlu lagi kuliah!" jawabku seadanya. Sedikit pamer, tapi gapapalah dia juga yang memancing.

Terdengar kekehan kecil darinya. "Kamu tidak ingin menikah dengan saya?" Dia sadar atau tidak bertanya seperti itu? Sudah jelas jawabnya Adalah tidak!

"Nggak!"

"Ya ... tipikal wanita saya juga harus S3, dan memiliki attitude yang bagus." Aku melirik ke arahnya, maksudnya? Attitude ku tidak bagus! Ah, tidak! Aku terpandang jelek, bagaimana ini? Tapi, bagus juga. Berarti dia tidak menyukai ku dan akan membatalkan rencana perjodohan ini.

"Saya aneh saat melihat kamu membentak Omah tadi. Seorang model internasional yang memiliki empat sertifikat internasional best model, ternyata memiliki attitude yang tidak baik pada orangtua. Apakah saat kelas model, pembimbing kamu tidak mengajarkan sopan santun? Sopan santun pada orang tua? Tidak, ya?" Aku menatap Pak Bayu sangar, bisa-bisanya dia menjelek-jelekkan kelas model ku.

"Lanjutkan kuliah kamu! Supaya kamu dapat bimbingan yang baik, dan punya sopan santun pada orang yang lebih tua!" suruhnya. Enak saja! Memang dia siapa? Menyuruh ku seenak jidatnya. Memangnya kuliah itu semudah membalikkan telapak tangan, apa?

"Nggak! Aku gak mau lanjutin kuliah! Bapak kira kuliah itu gampang? Nggak, Pak! Saya aja butuh tiga tahun lebih buat menyelesaikan D3!" tegasku jujur. Mungkin dia hanya menghabiskan dua Minggu untuk menyelesaikan S1.

"Kalau begitu saya yang akan jadi pembimbing kamu. Saya akan bilang pada Omah, untuk mempercepat pernikahan kita." Aku membulatkan mataku, apa maksudnya? Tidak-tidak! Jangan!

"Kok gitu sih, Pak? Katanya tadi tipikal wanita yang Bapak mau harus S3 dan memiliki attitude yang bagus. Sedangkan aku? S1 aja nggak!" bantahku. Dasar laki-laki, sering sekali mengambil keputusan sepihak.

"Itu tidak masalah, S2 atau S1 jika memiliki attitude yang bagus, kenapa nggak? Saya akan bantu kamu agar punya attitude yang lebih baik dari hari ini," tekannya.

"Nggak! Aku gak mau," kataku.

"Terserah, kamu hanya memiliki dua pilihan kuliah atau menikah. Saya tunggu jawaban kamu sampe malam ini, kalau tidak ada jawaban saya akan memutuskan nya sepihak."

Pak Bayu dengan sangat sopan nya meninggalkan Aku di sini sendiri. Kenapa Aku tidak menolak mentah-mentah saja sih? Harusnya Aku tidak diam seperti tadi. Argh! Aku berlari mengejar Pak Bayu yang sudah masuk ke dalam rumah.

"Omah, saya harus pergi ke Bandung sekarang. Sepertinya sudah telat," pamit Pak Bayu sopan. Ia mengambil tas kantor dan jas miliknya.

Omah, Ayah, Bunda dan Bang Rian bergegas mengantarkan Pak Bayu, ke luar. Aku berlari mengejar mereka sampai gerbang.

"Pak, tunggu dulu," cegah ku, saat Pak Bayu akan masuk ke dalam mobilnya. Aku terdiam saat memegang tangan pak Bayu sekarang. Aku langsung melepaskannya saat sadar bahwa keluargaku tengah memperhatikanku sekarang.

"Ekhm, ekhm." suara yang sangat Aku benci itu keluar dari mulut Bang Rian.

"Ada apa? Saya sudah telat," ucap Pak Bayu.

"Gak ada pilihan lain? Kerja aja gimana? Kalau kerja aku bisa," ucapku cepat, semoga saja dia bisa memberikan pilihan lain selain kuliah atau menikah. Walaupun hanya 0,01 persen kemungkinannya.

Pak Bayu menggeleng. "Omah. Jadi, saya memberikan pilihan untuk Sarah. Antara kuliah dan menikah, karena Sarah belum menyelesaikan kuliahnya jadi saya beri pilihan seperti itu." Aku menenggelamkan wajahku di balik kedua telapak tangan. Sudahlah, apapun yang dikatakan Pak Bayu semuanya baik di mata keluargaku.

"Wah, itu ide yang bagus. Biarkan Sarah memilih kedua pilihan itu. Sarah memang sangat pemalas jika membicarakan tentang kuliah." Aku sudah menduga pasti Omah akan mengatakan hal itu. Sudahlah, Aku yang kalah sekarang. Ucapan Dosen ini memang sangat dalam, sampai-sampai Aku tidak bisa menolaknya. Mengapa Aku mau saja sih diberikan pilihan itu? Apakah dia tidak tau jika pilihan Menikah atau Kuliah itu sama seperti Aku harus memilih antara, hidup dan mati?

"Saya tunggu pilihan kamu malam ini. Saya permisi!" Semua keluargaku melambaikan tangan sembari berkata hati-hati. Sedangkan Aku? Melambaikan tangan untuknya saja Aku tidak mau.

Aku tidak tahu harus berbuat apa sekarang! Aku tidak bisa memilih antara kedua pilihan hidup dan mati itu. Aku tidak bisa! Siapapun tolong bunuh Aku sekarang. Tidak bisa beginilah, umurku baru dua puluh tiga tahun. Karirku masih panjang, hidupku akan menjadi sulit jika aku harus memilih kedua pilihan aneh itu.

Aku menatap satu per satu keluargaku, entah kenapa malas menyelimuti diriku untuk melihat mereka. Aku segera melangkahkan kaki menuju kamar. Ini bukanlah hari yang baik, sarapan belum selesai, bertemu dengan Dosen Bayu, mendapatkan dua pilihan maut, dikatain tidak punya attitude. Argh! Sial sekali hari ini.

Aku menatap diriku di balik pantulan cermin. Jangan pikirkan apapun lagi Sarah! Yang harus Aku pikirkan sekarang adalah memilih satu pilihan dari dua pilihan kejam itu. Aku tidak ingin menikah dengan siapapun saat ini. Tapi, Aku juga tidak ingin kuliah. Aku akan meminta Once membantuku memilih jawaban yang tepat dan benar. Walaupun agak eror tapi otak Once bisa juga dipakai untuk memikirkan hal seperti ini.

Pilihan Omah (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang