BAB 38

87 3 0
                                    

"Kalau Rian ke sana, emang Sarah mau ikut pulang. Kalau nggak, gimana? Terus dia kabur lagi ke tempat lain? Kan kita juga yang repot carinya," ucap Rian, mencoba menjelaskan.

"Tapi, harus berapa lama lagi? Omah udah khawatir sama anak gadis itu, astaga!"

"Iya Omah, Rian ngerti kok. Tapi, masalahnya kita harus main cantik. Seekor ayam hidup akan susah ditangkap, tapi kalau kita bermain halus, akan dengan mudah bisa menangkapnya."

"Nggak! Kita harus ke sana sekarang!"

"Omah!" Rian mengalihkan pandangannya pada kedua orangtuanya. "Bun, Yah, tolong dong. Bilang sama Omah, yang Rian lakuin itu demi kebaikan bersama juga."

Bunda dan Ayah saling bertatapan. Ayah segera berdiri dan duduk di sebelah Omah. "Bu, apa yang dibilang sama Rian itu bener. Ibu tahu sendiri 'kan gimana sifat Sarah? Dia itu anaknya nekat, Bu. Gimana kalau dia kabur lebih jauh? Gimana kalau dia nekat untuk balik lagi ke Italia? Itu lebih sulit untuk kita pantau dia."

"Iya, Bu. Kita pantau aja dari jauh, mau dia apa, kita ikutin aja dulu. Yang terpenting kita udah tahu keberadaan dia, kita udah tahu apa dia udah makan atau belum, dia sehat atau nggak," lanjut Bunda.

Rian menggenggam tangan Omahnya, dia menatap wanita tua itu lekat. "Omah percaya kan sama Rian? Rian bakal bawa Sarah ke sini dalam keadaan dia siap dan mau menuruti semua kemauan Omah. Rian janji," ucap Rian sungguh-sungguh, dengan senyuman yang membuat Omahnya luluh.

Omah mau tidak mau mengangguk. Cucu laki-lakinya ini memang tidak pernah mengecewakan dirinya dia sangat percaya pada Rian. Semuanya tersenyum lega, melihat Omahnya.

Rian segera berdiri dan membawa tas besar miliknya. Hari ini dia akan pergi ke Jakarta untuk mendekati Sarah, dan mencari tahu apapun tentangnya. Mengintai dari jauh.

"Rian pamit, ya." Rian mendekati Ayah dan Bundanya untuk bersalaman.

Ayah dan Bundanya terus memberikan semangat agar Rian pulang bisa membawa hasil. Sekarang, giliran Omah, Rian mendekati Omah dan meminta restu.

Omah langsung memeluk Rian erat. "Omah percaya sama kamu. Bawa Sarah secepatnya, Omah sudah sangat rindu."

Rian mengangguk mantap sembari mengucapkan siap. Setelah itu Rian segera berdiri dan berjalan keluar dari rumah.

••••••

Tok ... tok ... tok ....

Bayu yang baru saja akan membuka laptopnya segera terfokus pada pintu yang diketuk. Apakah Sarah balik lagi, tapi untuk apa? Tapi, jika Sarah sudah selesai membuatkan minum itu lebih tidak masuk akal.

Tok ... tok ... tok ....

Bayu kembali terfokus pada pintu. Sepertinya jika itu karyawan kantor ini tidak mungkin juga. Pasti karyawan kantor akan mengetuk sembari memanggil namanya.

Tok ... tok ... tok ....

"Masuk!" perintah Bayu dari dalam. Dia penasaran dengan siapa mahkluk yang sedari tadi mengetuk pintu itu.

Bayu membulatkan matanya saat melihat siapa yang membuka pintu. Bayu segera berdiri dan berjalan menghampiri yang baru saja masuk.

Clarissa, orang yang baru saja masuk adalah Clarissa. Dengan mata yang sembab, dan hidung yang memerah, seperti orang yang sudah menangis.

"Cla?" Bayu memperhatikan gadis itu dari bawah hingga atas. Apa yang terjadi padanya, sehingga terlihat sangat buruk seperti ini? "Cla, kamu baik-baik saja, 'kan?" tanya Bayu khawatir.

Clarissa tidak melihat ke arah Bayu, dia malah mengalihkan tatapan matanya pada gorden ruangan ini. Bayu semakin khawatir saat gadis itu malah menangis.

"Cla, kamu kenapa sih, huh? Cla, jawab!" paksa Bayu. Clarissa masih saja diam, dan terus menangis.

"Andre." Dengan nada bergetar dia menyebutkan nama itu. Apalagi yang sudah Andre perbuat hingga, Clarissa menangis seperti ini?

"Udah Cla. Kenapa sih? Kenapa kamu masih nangis mikirin Andre? Andre itu udah ninggalin kamu. Jadi stop, lupain Andre!" tegas Bayu.

Clarissa mengalihkannya pandangannya pada Bayu. "Aku udah ngerusak hubungan orang lain, Bay. Aku salah, aku benci diri aku sendiri!" rintih Clarissa.

Bayu mengerutkan keningnya bingung. Clarissa merusak hubungan siapa? "Maksud kamu apa, Cla?"

"Aku udah ketemu sama Andre, Bay." ucapnya dengan tatapan yang kosong.

Bayu membulatkan matanya. Bertemu dengan Andre? Mengapa bisa? Untuk apa mereka bertemu?

"Andre udah jelasin alasan dia ninggalin aku. Dan ternyata aku yang salah, mangkanya aku yang dihukum kayak gini, Bay. Aku salah, aku udah merusak kebahagiaan seorang wanita."

"Nggak, Cla. Kamu gak salah. Siapa yang bilang kamu salah? Andre? Iya?" Clarissa menggeleng pelan, tapi Bayu tidak percaya ia langsung mencari ponsel. "Saya telepon, Andre sekarang."

"Nggak, Bay." Clarissa mencegah Bayu. Ia memohon agar Bayu tidak menelepon Andre.

Bayu menatap gadis itu lekat. Clarissa menggeleng lemah, agar Bayu tidak menelepon dan memarahi Andre.

"Kenapa, Cla?" tanya Bayu pelan.

Clarissa menggeleng. "Andre gak bilang kalau aku yang salah, tapi aku sendiri yang menganggap bahwa diri aku ini salah. Aku kan yang rebut Andre, aku yang berperan sebagai PHO dalam hubungan mereka. Aku pantas dihukum," lirih Clarissa.

"Kenapa kamu selalu kayak gini sih, Cla? Saya tahu kamu baik, tapi tolong jangan terlalu baik. Andre yang salah, bukan kamu. Dia yang selingkuh .... "

"Selingkuh sama aku!" potong Clarissa. Bayu menggeleng kuat. "Kalau aku gak datang di kehidupan Andre, ini gak bakal terjadi!"

"Udah, Cla! Andre yang salah!"

"Tapi, aku juga salah!"

Bayu menghela napas panjang, harus bagaimana lagi ia berkata agar Clarissa mengerti.

Clarissa menggenggam tangan Bayu kuat. "Bay, temuin aku sama tunangan, Andre. Aku yakin kamu pasti tahu siapa tunangan Andre, 'kan?"

Bayu diam mematung. Bagaimana ini? Apa yang harus ia jawab?

"Saya gak tahu, Cla. Tunangan Andre kabur ke luar negeri. Saya aja belum pernah bertemu dia."

"Kamu bohong 'kan?"

"Nggak, Cla. Saya mohon kamu percaya sama saya," ucap Bayu. Clarissa menatap Bayu lekat, apakah benar laki-laki ini tidak bohong?

Bayu langsung mengambil alih tubuh Clarissa. Ia memeluk erat gadis itu, dengan hati yang tidak tega. Walaupun sebenarnya terbesit lagi kenangan-kenangan manis bersama Clarissa, tapi Bayu menghiraukan hal itu. Gadis ini sedang bersedih karena Andre.

Andre memang benar-benar jahat, bisa-bisanya dia menyakiti Clarissa, gadis yang sangat-sangat baik.

Tok ... tok ... tok ....

Bersamaan dengan ketukan ketiga, pintu itu terbuka. Menampakkan seorang gadis yang membawa segelas air teh. Gadis itu diam mematung melihat Bayu yang tengah berpelukan dengan Clarissa.

"Permisi."

Mendengar suara itu, Bayu langsung melepaskan pelukan Clarissa begitupun sebaliknya. Gadis itu terlihat tersenyum dengan terpaksa.

"Sarah," ucap Bayu.

Pilihan Omah (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang