BAB 48

70 3 0
                                    

Sarah tak henti-hentinya mengutuk diri dia sendiri, karena kejadian tadi. Padahal itu 'kan momen langka? Semua mahasiswi ingin mendapatkan senyuman dari Pak Bayu, sedangkan dia malah menyia-nyiakan kesempatan tadi. Argh! Sialnya.

"Udah sih udah, jangan ngerengek aja. Ini juga 'kan kesalahan lo. Gue udah bilang, jangan diladenin, jangan diladenin, lo tetep aja nekat buat ngeladenin tuh mahasiswi," kata Once.

Sarah semakin merengek histeris mendengar ucapan Once. "Dari itu gue nyesel banget, Once. Karena kesalahan gue!" rengek Sarah.

"Ya, terus sekarang lo mau apa? Udah percuma juga, lo nangis sekuat-kuatnya pun kejadian tadi gak bakal keulang lagi, Bray!" Once menyeruput lemon tea, miliknya.

"Harusnya gue yang nanya itu sama lo, ege! Gue harus gimana?" tanya Sarah masih dengan rengekan.

"Ya lo gak usah gimana-gimana, toh pulang dari sini juga lo bakal ketemu lagi sama Pak Bayu. Apalagi sekarang lo jadi asisten pribadinya, yang bakal selalu dekat sama dia, coy! Cuma ketinggalan senyuman dikit mah gapapa kale. Jangankan senyuman, tiap dia nafas aja lo ga bakal ketinggalan deh, gua jamin," ucap Once.

Sarah mulai berpikir, benar juga ucapan Once, pulang dari kampus dia akan langsung ke kantor, dan di kantor dia akan bertemu lagi dengan Pak Bayu. Sarah akan puas melihat senyuman Pak Bayu sendiri, tanpa ada mahasiswi tadi.

"Iya juga ya, Nce," pikir Sarah.

Sarah baru ingat jika dirinya disuruh ke kantor setelah mata kuliah selesai. Mengapa dia jadi lupa dan malah santai-santai di sini bersama Once? Astaga, Sarah!

"Once, gue lupa. Tadi pagi gue disuruh langsung ke kantor kalau mata kuliah udah selesai," ujar Sarah gelagapan.

"Emang anak anj*ng lo, kenapa pake lupa sih?" marah Once.

Sarah hanya terdiam mendengar cacian dari Once. Once kalau marah sama seperti Marvel, apa mungkin karena mereka saudaraan?

"Yaudah ayo cepetan! Ngapain masih di sini?" tekan Once.

Sarah mengangguk pelan, lalu bejalan bersama dengan Once dengan langkah yang sama seperti berlari. Berlari kecil, atau berjalan cepat, seperti itulah.

Saat di jalan keluar dari gedung kampus. Ponsel milik Sarah berdering, menampakkan nama Pak Bayu di sana. Sarah semakin heboh dengan panggilan itu.

"Angkat t*lol," ucap Once.

"Gue takut dia marah-marah," jawab Sarah.

"Ya gapapa marah-marah sekarang. Dari pada nanti, dan itu pun ga pasti klo lo ga bakal kena omel," kata Once.

Benar juga. Sarah segera saja mengangkat panggilan itu, mereka menghentikan langkahnya terlebih dahulu.

"Hallo, Pak," sapa Sarah.

"Cepat ke depan, saya tunggu."

Dreeeet ....

Panggilan tersebut dimatikan sepihak oleh Pak Bayu. Once masih diam menantikan jawaban dari Sarah, apakah Pak Bayu marah, atau bagaimana?

"Pak Bayu nunggu di depan," teriak Sarah sembari menarik paksa tangan Once.

Once yang tidak mengerti hanya pasrah saat tangannya ditarik paksa oleh Sarah. Oke, tidak apa-apa.

Di ujung tempat parkiran, Sarah menghentikan langkahnya sedangkan Once masih terobsesi untuk berlari.

"Ayo! Woi, ngapain berhenti, sih?" teriak Once yang sudah terkena sinar matahari.

Kaki Sarah seketika kram tidak bisa digerakkan. Melihat Pak Bayu yang sudah stay di depan mobilnya, pria itu ternyata benar-benar menunggu, Sarah.

Once berjalan mendekati Sarah, tapi Sarah malah berjalan melawan arah dengan Once, dia mempercepat langkahnya, agar cepat sampai. Once yang melihat itu hanya diam mematung.

"Emang anak anj*ng!" decak Once, yang ditinggalkan oleh Sarah. Dia berbalik dan melihat Sarah yang sudah sampai di dekat Pak Bayu.

Sepertinya tugasnya untuk mengantarkan Sarah cukup sampai di sini saja. Baiklah, Once akan pergi, dia akan singgah terlebih dahulu ke perpustakaan untuk mencari bahan tugas.

"Maaf, Pak. Tadi Sarah lupa, jadi mampir dulu ke kantin," jelas Sarah.

Pak Bayu terlihat hanya diam. "Tidak apa-apa. Ayo masuk!" titah Pak Bayu.

Sarah tersenyum sumringah karena Pak Bayu tidak memarahi dirinya. Sepertinya Pak Bayu memang sudah luluh, asiap.

••••••••

Rian mempercepat memakan bakso di depan kampus tersebut saat melihat mobil milik Bayu keluar. Dia segera membayar bakso itu dan cepat-cepat pergi untuk mengikuti Bayu. Namun, saat Rian akan pergi, tangannya dihentikan oleh seseorang.

"Rian?"

Rian membalikkan badan dan melihat siapa yang menahan dirinya. Gadis yang kemarin dia jumpai, kini berada di hadapannya dengan senyuman yang amat sangat manis.

"Cla?" ucap Rian spontan saat melihat gadis itu.

"Kamu mau ke mana?" tanya Clarissa dengan raut wajah penuh harapan.

Rian menatap kepergian mobil Bayu nanar. Sepertinya Rian tidak mungkin untuk mengikuti Bayu dan Sarah lagi. Bisa-bisa Clarissa curiga dan merambat ke mana-mana. Itu sangat buruk.

Rian terkekeh kecil. "Nggak, saya gak ke mana-mana, kok." Rian sedikit mencuri-curi pandang pada mobil milik Bayu yang sudah menjauh.

Clarissa ber-oh panjang sembari ikut melihat ke arah yang Rian tatap. "Lagi lihatin apa sih? Serius banget, kayaknya," tanya Clarissa penasaran.

Rian menatap Clarissa dengan tatapan bingung. Dia juga menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. "Nggak kok, gak lihatin apa-apa," bohong Rian sengaja.

Clarissa tetap mengangguk, walaupun dalam hatinya menangkap sesuatu dari gerak-gerik dan tingkah laku Rian.

"By the way, kamu lagi ngapain di sini? Kamu kuliah di sini?" tanya Rian sembari menebak.

Clarissa menggeleng. "Nggak, aku lagi nunggu Bayu awalnya, tapi dia udah pulang duluan. Kamu kenal Bayu, 'kan?" jawab serta tanya Clarissa. Clarissa sudah tahu pasti Rian sudah saling mengenal dengan Bayu, jika dia menjawab tidak berarti memang ada sesuatu di sini.

Rian mengerutkan keningnya. "Bayu?" tanya Rian dengan logat mengingat.

"Iya. Dosen di kampus ini," ucap Clarissa. Jika Rian berbohong berarti ada sesuatu yang dia sembunyikan.

Rian menatap lain arah sembari berpikir, Clarissa makin percaya jika ada sesuatu. Harus dia selidiki.

"Bayu? Bayu Andrean?" tanya Rian.

Clarissa terdiam, dia tahu berarti dia tidak akan berbohong. "Iya, Bayu Andrean," jawab Clarissa.

"Ya, Andre 'kan? Nama Andre tuh Bayu Andrean 'kan? Terus setahu aku dia juga jadi Dosen di sini," ucap Rian membuat-buat. Walaupun sebenarnya benar sih, tapi harusnya dia mengatakan iya saja.

"Bukan, tapi ini Bayu temennya Andre. Masa kamu gak tahu, sih? Seharusnya kalau adik kamu calon tunangan Andre, pastinya kamu tahu dong sama Bayu," ucap Clarissa, memojokkan Rian agar mengaku.

"Heum gitu ya? Yaudah, nanti saya coba tanya deh," ujar Rian.

Clarissa mengerutkan bibirnya, Rian benar-benar tidak bisa terbuka ternyata, hanya soal Bayu saja dia berbohong? Padahal tidak akan ada apa-apa. Oke, tidak apa-apa jika Rian tidak mau mengaku, yang terpenting Clarissa sudah tahu bahwa, Rian dan Bayu saling mengenal.

Pilihan Omah (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang