Orasi 17

83 15 2
                                    

Selamat Membaca

JANGAN PELIT VOTE AND COMMENT YAH

Siapa yang kangen sama Elang sama Ifa?

Gimana hubungan mereka berlanjut?

Langsung baca aja yah😍

******************************************************

"Astaghfirullah!"

Ifa tersadar langsung menonyor jidad Elang keras sampai terjengkang ke lantai. Kejadian tadi terjadi sepersekian detik. Semua kembali normal walaupun degub jantung Ifa belum normal. Elang meringis dibawah mengelus pantatnya.

"Nga-ngapain lo?!" gagap Ifa pipinya mulai bersemu merah.

Kepala Elang terangkat, wajahnya tenang datar selempeng jalan tol. Mengangkat satu buku yang jatuh berserakan di lantai. "Ngambil buku. Lo kira gue mau ngapain?" Elang kembali mengambil, mengetap lima buku berserakan dibawah menjadi satu. "Bangun! Sholat dzuhur!" ucapnya mendekap kelima buku beranjak bangun melirik jam tangan digitalnya.

"Gu-gue mau ke to-toilet dulu," gugup Ifa beranjak dari kursi. Berjalan maju mundur tidak jelas merasa sangat malu. Sekarang ia butuh menghindar dari situasi canggung ini.

Elang mengangguk, wajah datarnya tak goyah sedikitpun di depan Ifa. Langkah santai Ifa semakin lama cepat dan berubah setengah berlari memegang kedua pipinya yang makin memanas. Mengabaikan beberapa pasang mata menatap penuh tanya hingga keluar ruangan. Kejadian tadi terus terbayang sepanjang jalan menuju Toilet.

Pintu Toilet telah dikunci Ifa duduk diatas kloset mengelus dada. Akhirnya bisa bernapas lega tapi jantung masih berdetak tak beraturan merasakan hal aneh menjalari hatinya. Perasaan apa iki?

"Aaaa... wedan (gila)! Setitik maning (Hampir aja)!" teriak Ifa mengulum bibir menepuk keras pipinya. "Aduh, mikir apa kowe, Fa? Ganingka enyong ngomonge dadi gagap kayak kue (kenapa gue jadi gagap kayak gitu)? Raine lempeng bae maning kayak dalan tol (Mukanya lurus aja lagi kayak jalan tol)," gerutu Ifa menunduk mengacak-acak rambutnya sendiri.

Aksinya berhenti, kepala Ifa terangkat menjawab pertanyaannya sendiri dengan nada berbeda. "Ora ngertilah (Nggak taulah). Kue awakmu dewek sing ngomong goblok, ih (itu diri lo sendiri yang ngomong bego ih )!" Otak Ifa sudah geser sepertinya. Bertanya sendiri jawab sendiri.

"Kalau balik kesana lagi harus gimana? Apa kabur aja? Tapi emang gue maling?" decak Ifa mengacak-acak rambutnya lagi. Wajahnya mau ditaruh dimana ia sudah canggung dan malu berat sekarang. Pasti akan jadi bahan ledekan Elang nanti.

Wajah muram Ifa sulit dikondisikan membuka pintu Toilet. Rambut terkuncir rapi berubah seperti habis perang jambak rambut dengan selingkuhan pacar. Mata Ifa melirik kanan kiri terkejut beberapa sorot mata menatapnya seakan mengatakan 'Dia kenapa? Gila ya ini orang? Udah Gila kali yah'.

Ifa memilih bersikap normal berjalan ke arah wastafel menyalakan keran, menyuci tangan dan membenarkan rambut di cermin. Perasaannya tidak enak merasa pegunjung lain masih menatapnya. Opo pada kerungu (Apa mereka dengar)? Isin nemen enyong (Malu banget gue), dalam hati Ifa berbisik. Segera ia menarik kedua ujung rambut menutupi wajahnya berjalan keluar.

Semua rasa canggung dan khawatir berusaha Ifa tepis seketika hilang begitu saja. Tak kala melihat tingkah aneh Elang. "Lo lagi ngapain?" Elang langsung mengangkat kepalanya dari meja menatap Ifa ling-lung. "Terus rambut lo kenapa?" tanya Ifa mengernyitkan dahi menunjuk gaya rambut Elang mirip antena listrik.

Sebuah Orasi CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang