Orasi 23

54 12 4
                                    

Selamat pagi pembaca semua!

Gimana kabarnya? Baik semoga

Siapa udah nggak nggak sabar baca lanjutannya?

JANGAN PELIT VOTE DAN KOMEN YAH!

SELAMAT MEMBACA.....

*****************

Rapat dimulai.

Semua anggota duduk melingkar. Ponsel dikumpulkan ditengah. Sengaja Ifa memilih duduk paling belakang sambil mengerjakan PPT disela rapat berlangsung. Pembahasan pematangan tema, konsep dan pembagian jobdesk setiap bagian divisi.

Malam semakin larut. Pembahasan semakin dalam dan menjurus perdivisi. Sebagian anggota sudah sudah mengondisikan mata untuk tidak terpejam. Segelas kopi dari iuran atau sponsor acara satu bulan lalu jadi penawar.

"Ifa untuk list perkap udah didata belum?" tanya Ivan. Ketua Bagian Perkap.

Tidak ada jawaban. Elang menoleh tersenyum tipis melihat Ifa tidur pulas memangku laptopnya. Jarinya masih standby diatas keyboard.

"Udah di list," jawab Elang cepat sembari menggeser tubuhnya menutupi tubuh Ifa dengan punggung lebarnya. Tubuh jankung itu langsung duduk tegap.

"Kapan bisa kirim datanya?" Ivan membuka note buku kecilnya.

"Besok."

Dahi Ivan mengenyit baru sadar bukan suara Ifa. Jarinya berhenti menulis point diskusi. Pandangan naik menatap kearah Elang. "Gue tanya Ifa bukan lo. Sejak kapan lo jadi jubir?"

"Malam ini. Dia lagi radang gue wakilin."

Kening Milly berkerut merasa ada yang aneh. Pasalnya keadaan Ifa sehat. Karena rasa penasaran Milly memundurkan tubuhnya ke belakang menatap lurus diujung pojok sana. Ah, kie tah molor! Barisan belakang mengulum senyum menahan tawa tahu kenyataan sebenarnya.

Bau semerbak telur busuk mengisi ruangan. Suasana berubah saling melempar pandangan menutup hidung dengan tangan, dua tiga menggunakan kerudung, sebagaian kecil mengipas dengan kertas seadanya melupakan perhatiannya pada Ifa.

"Kentut siapa ini woi?! Busuk banget!" seru Ivan berdiri menjepit hidung dengan dua jarinya. "Elo Dit!"

Semua anggota beralih ke Adit seakan mengintimidasi. Masalahnya kipas angin mode full tak cukup menghilang bau luar binasa. Rapat masih butuh diskusi beberapa tugas lagi. Sedangkan pelaku tenang berdiam diri. Elang memadang Rozy dari kejauhan melempar pandangan penuh selidik.

"Serangan biogas mematikan namanya Dit!" Mual Risvan tidak tahan berlari keluar mengikuti Ketua BEM lebih dulu pergi menyelamatkan diri.

"Bukan gue," tepis Adit tegas mengedar pandangan terutama para cewek mulai berbisik-bisik. "Bukan gue sumpah!!!"

Akhirnya rapat itu dibubarkan paksa dengan serang biogas tiba-tiba oleh mata-mata. Semua ikut berebut keluar ruangan menenteng tas. Kekurangan pasokan udara segar. Tidak ada yang menyadari Ifa tidur kecuali barisan belakang.

"Lo mau nginep disini?" tegur Elang.

Ifa terlonjak bangun setengah sadar menatap sekeliling. "Hgh? Kok, sepi? Pembahasan rapat wis tekan ngedi (sampai mana)?"

"Wis keliwat tekan mbahmu (Udah kelewat sampai nenekmu)! Bersihi ndisit ilere ngeces ngendi-ngedi ora (Iler lo ngeces kemana-mana)! Tidur enak banget!" timbrung Milly masuk kedalam ruangan bersama Risvan setelah kejadian gas beracun.

Tangan Ifa bergerak cepat mengelap bibirnya merasa malu. Menyalakan laptop dari mode sleep mengecek tugasnya.

"Udah sampai belahan bumi mana Fa? Nggak sadar tadi ada serangan biogas." Risvan terkekeh.

Sebuah Orasi CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang