Orasi 20

63 13 9
                                    

SELAMAT SIANG SEMUA PEMBACAKU....

JANGAN LUPA BACA YAH &  VOTE,COMMENT 😍😍

Udah kepo lanjutan ceritanya?

YUK BACA!

********

"Turun dulu Fa!" Elang menengok ke belakang setelah menghentikan motornya.

Ifa mengangguk cepat turun dari motor. Malas rasanya menanyakan alasan Kadep—Ketua Departemen—berhenti tiba-tiba didepan warung buah pinggir jalan. Serak suaranya hampir setengah jam menangis.

"Saya beli pisangnya Bu," ucap Elang pada pedagang buah berkerudung coklat. Ibu itu segera mengambil plastik untuk membungkus yang ditolak Elang memilih meneteng segantel pisang per-ikat itu. "Makasih Bu," pamitnya segera menghampiri Ifa yang masih berdiri disamping motornya menendang kerikil kecil.

"Udah jangan ditekuk mulu wajahnya. Nih, makan!"

Pandangan Ifa naik, langsung jatuh kearah segantel pisang disodorkan Elang. Dahinya mengerutkan menerima pisang kemudian beralih menatap pemberinya.

"Itu buat lo."

Elang mengambil kunci motornya dari saku jaket. Menyalakan motornya kembali dan menunggu perempuan berkuncir itu naik. "Udah ayo naik! Makannya sambil jalan."

Selama perjalanan keduanya tetap diam. Namun itu hanya berlaku bagi mulut Ifa tidak dengan pikirannya. Gimana Elang bisa tahu gue suka pisang? Ifa menggeleng cepat tidak ingin memikirkan. Ia memilih mengupas kulit pisang lalu memakannya sembari menatap lampu jalanan yang berjalan pergi meninggalkannya. Hal kecil itu membuatnya tersenyum tanpa seseorang meneliti dibalik kaca spion ikut tersenyum.

Anggota Ormawa lain tidak terlalu suka pisang kecuali Ifa. Pisang Addict. Itu membuat para anggota jika mendapatkan kotak snack berisi pisang berakhirnya dimakan Ifa. Buah yang seketika merubah buruknya lebih baik terutama mengeyangkan perut laparnya.

******************

Gang sepi hanya ada kucing liar berjalan-jalan entah apa yang dicari. Sorot lampu temaram didepan gerbang kos membuat siluet keduanya tergambar di aspal jalan. Berdiri saling berhadapan. Hening. Ifa terlalu malu membuka suara. Mata sembabnya masih terlihat.

"Gue cabut dulu." Suara Elang terdengar keras karena hening malam.

"Em." Ifa mengangguk. Beberapa detik kemudian satu alis Ifa naik seakan bertanya 'kenapa' karena Elang belum beranjak setia menatapnya.

"Gimana mau pulang helmnya masih lo pake," ucap Elang tersenyum mengetuk helmnya sendiri.

Mata Ifa melebar menyadari isyarat Elang segera melepaskan ikatan tali helm. Meringis menyerahkan helm milik Elang. "Maaf, yaudah gue masuk dulu," tutup Ifa berbalik membuka pintu gerbang Kos.

"Fa!"

Derit pintu gerbang berhenti. Panggilan itu membuat Ifa berbalik badan. Lampu disamping gerbang nyala padam beberapa kali, walaupun sering terjadi tidak melenyapkan rasa gugup Ifa menunggu kalimat Elang selanjutnya.

"Gue nggak akan cerita ke siapapun."

"Makasih untuk yang tadi dan pisangnya." Ifa berusaha bersikap normal dan mengangkat segantel pisang yang dibeli Elang.

"Tentang tadi lo nangis kayak bayi?" Elang sengaja meledek Ifa.

Tarikan dikedua sudut bibir Ifa berubah cemberut. Padahal mulai respect atas sikap Elang tak membahas kejadian di Taman. Ia hampir lupa kalimat serius Elang akan berbelok unfaedah atau candaan ketika lawan bicara sudah serius menanggapi. Lain ceritanya kalau rapat dan demo. Ingat Fa, dia burung ngeselin!

Sebuah Orasi CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang