Orasi 6

234 42 64
                                    

Halo semuaa kita ketemu lagi

Udah  penasaran belum kelanjutan part sebelumnya? TZunjuk tangan!

JANGAN PELIT VOTE DAN KOMEN YAH

Selamaaat Baca semuaa...

**********>>>>>>>>>>>********

Cahaya lampu jalan mendadak mati. Gelap. Langkah Elang semakin mengikis jarak membuat butiran keringat dingin di dahinya makin banyak. Kering, Ia menelan ludah berusaha menyembunyikan tangan gemetar ke belakang punggung. 

Cahaya lampu jalan seketika menyala saat Elang tepat dihadapannya. Siluet perbedaan tinggi tergambar di tanah. Jantung Ifa berdesir, menahan napas lekas memundur diri menjauh. Wajahnya memucat sudah tak bisa digambarkan bagaimana sekarang.

"A-da apa Kak?"

"Saya cuma mau ngasih tahu gerbang sana ditutup, lain kali Hati-Hati kalau bawa sesuatu." Elang menekan kalimat 'Hati-Hati' dalam ucapannya.

Kedua telapak tangan Elang bergegas terangkat saat Ifa hendak menunduk mengucapkan terimakasih. Elang tidak ingin tertampar rambut kedua kali.

"Makasih Kak," ucap Ifa dengan nada medhoknya.

Lucu! Elang tersenyum tipis hampir tak terlihat berjalan pergi meninggalkan Ifa.

Helaan napas lega keluar. Nyawanya terasa diujung tanduk terselamatkan. Bulu kuduk Ifa meremang berdiri bersama Elang. Ia bersyukur Elang tidak mengungkit kejadiaan tadi siang. Aman, Fa. Ora kelingan. (Tidak ingat), dalam hati Ifa berbisik menghampiri Milly.

"Udah Fa? Yuk pulang!" Milly beranjak dari duduknya. "Lain kali hati-hati jangan ceroboh. Taruh di tas aja biar aman," omel Milly sepanjang jalan pulang. Pribadinya lebih tegas menjadikannya seperti emak memberikan nasehat pada anak.

"Iyah, iyah, bawel!" Ifa mencubit pipi Milly dan langsung menarik lengannya. "Jangan lewat situ gerbang ditutup!"

"Kok, lo tahu?"

"Ada yang ngasih tau. Lo baru berapa hari di Jakarta udah lo-gue."

"Ketularan Julia. Lo juga bentar lagi aktif. Btw, siapa? Kak Elang. Lo suka?" tembak Milly cengesan, bersidekap menyenggol bahu Ifa. Ia memperhatikan tingkah Ifa sejak tadi. Rona kasmaran pandangan pertama mulai berbunga.

"Nggak, ih," decak Ifa mempercepat jalannya. "Cuma... takut," lirih Ifa.

Dahi Milly mengerut mengimbangi jalan Ifa. "Kenapa? Tapi emang, sih, muka dingin lempeng gitu apalagi tatapannya bikin merinding. Kalau cari masalah sama dia kayak langsung sakmat." Milly mendramatrisir kemudian berdehem berdiri dihadapan Ifa berusaha menggoda. "Tapi mempesona kan? Waktu orasi diatas panggung karismanya luar binasa."

"AAAH...." teriak Ifa memegang kepalanya berlari. Pikiran negatif balas dendam Elang menggelayuti  berharap tidak bertemu dengan lelaki itu dan dua Kating Jagal lagi.

"Ini anak suka beneran atau... jangan-jangan?" Milly heran melirik kanan kiri. Cahaya temaram dari lampu jalan. Sebatang pohon besar menarik perhatiannya membuat bulu kuduknya merinding.

"Eh, Faaa... tungguin!" teriak Milly berlari mengejar Ifa.

********

Rangkaian gerbong kereta bergerak. Jam sibuk kursi ludes. Satu dua penumpang terkantuk hampir terjungkal. Satu dua sibuk memainkan ponsel. Roda baja melaju diatas rel besi, menerobos senja terakhir sebelum dilahap langit malam.

Sebuah Orasi CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang