Orasi 2

287 53 40
                                    

HAPPY READIIIIINGS..........

Gimana versi barunya?

seru nggak? Semoga yah aku berharap banget hehee....

Siap-siap yah buat ketemu abang Elang?

JANGAN PELIT UNTUK VOTE AND COMMENT!

YUK Semangatin akuh!

~~~~~~~~~~¤¤¤~~~~~~~~~

Cicit-ciut burung menemani kayuhan sepeda Elang menyusuri jalan mengontrol keadaan. Gesekan ranting bersama lambaian daun diembus angin mewarnai langit biru. Tiga jari terakhir lekas menarik tuas rem sepedanya, melihat peristiwa merusak kesejukannya pagi ini. Pandangan Elang mengarah pada dua panitia sedang memarahi dua Maba. Elang menghembuskan napas lelah mengayuh sepeda kencang ke arah mereka. Ia mengenal betul siapa panitia melakukan perpolocoan ini. Untung saja rem sepedanya pakem, bisik Elang dalam hati.

Sorot matanya tidak berhenti menatap dua Maba lagaknya masih termangu kebingungan mencerna ucapannya. Biarkan rasa menyengat dibahunya akibat tepukan tak bersahabat Ivan.

"Saya bilang berdiri! Kenapa masih jongkok?!" ulangnya sekali lagi.

"I-iya Kak," jawab Ifa diiringi logat jawa medhoknya. Ia segera tersadar, berdiri bersamaan dengan Milly penuh keraguan.

Kepriben kie? Pan diapakna maning ora cukup kie, hukumanne? (Gimana ini? Mau diapain lagi belum cukup nih, hukumannya!) Keluhnya dalam hati. Keinginannya sederhana, hanya ingin kuliah dengan tenang, damai sentosa dan lulus membanggakan orangtua.

"Kalian langsung ke ruangan aja, nanti telat info pembekalan."

"Hegh?"

Mata Ifa melebar keningnya berkerut saling bertukar pandang dengan Milly. Nada suara lelaki itu tetap datar namun lebih bersahabat. Ia tidak salah dengar? Semua prasangka buruknya tak terbukti.

"Beneran Kak?" Milly mencoba memastikan.

Elang mengganguk seketika perasaan takut keduanya hilang berganti lega. Namun, tiba-tiba tangan kasar itu menarik kerah almamater Elang membuat bola mata Ifa dan Milly membulat.

"Gue bilang nggak usah ikut campur!" geram Ivan. Matanya merah padam.

"Eh, eh, Van!" Adit terkejut berusaha melepaskan cengkeraman Ivan. Nggak etis dong berantem depan adik tingkat. Malu-maluin!

Elang bersikap tenang berusaha tak tersulut emosi. Tidak peduli dengan tangan Ivan semakin kuat menarik kerahnya. "Kalian berdua langsung ke ruangan pembekalan udah dimulai."

"Eeem... Kak tapi—"

Mata Ifa fokus pada tangan Ivan menarik kasar kerah Jakun Elang. Sebenarnya ini kesempatan baik menghindar dari dua Kating Jagal. Tapi Ia merasa tidak enak, seakan ada perang besar diakibatnya olehnya—pede sekali Ifa.

"Hukuman kalian udah selesai," potong Adit. Suasana semakin tak kondusif, pertempuran akan pecah. Jika dua Maba ini masih disini urusan akan runyam.

"Udah Fa, ikutin aja. Ini kesempatan kita buat pergi," bisik Milly mendekat ke telinga.

"Udah sana, cepet!" Alih-alih bernada mengacam Elang malahan mempersilahkan. Wajah tenang seperti mengatakan tidak akan terjadi apa-apa. Setelah itu nada berubah menekan karena belum ada pergerakan dari perempuan itu. "Apa mau dihukum lagi?"

Ifa menggeleng keras. "E-nggak Kak," gugupnya.

"Makasih Kak," tutup Milly segera menarik tangan Ifa pergi.

Sebuah Orasi CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang