Orasi 5

203 45 48
                                    

HAPPY READIIIIIIINGS.....

Kita ketemu lagih semuuaaaa...

JANGAN PELIT UNTUK VOTE AND COMMENT YAH....

Ngak mau banyak ngomong deh, cuuuus baca ceritanya yah!

________________************_________________

Semburat kuning terlukis di pelataran langit. Gulungan awan gelap bergerak menutup sisa cahaya matahari. Penutupan berlangsung meriah. Mahasiswa kini menyebar pulang ke tujuan mereka masing-masing ada yang naik motor, ataupun dijemput mobil mewah jauh berbeda dengan Ifa berjalan kaki menuju KRL.

Roda besi bergerak. KRL penuh dengan para pekerja kantoran. Ifa berdiri berdesakan dengan penumpang lain. Kaki kanan masuk kolong kursi, badan terjepit belok ke sisi kiri. Rontok, ramping setipis keripik singkong. Aroma ikan pari busuk menyeruak ke lubang hidung diantara himpitan dua ketek perempuan bertubuh tinggi. Lengan mereka terangkat berpegang pada besi tergatung di atas kursi penumpang. Nasib benar jadi orang pendek.

"Mil, remek awakku, irungnge mati rasa (ancur tubuh gue, hidung mati rasa)," bisik Ifa menenggok kebelakang. Milly tak jauh beda dengan keadaannya.

"Padha waelah (Sama aja)," jawab Milly. Logat jawa ngapak kental mengudang perhatian dua perempuan disamping Ifa untuk menoleh. Sepertinya mereka peka jadi topik pembicaraan. Ifa tersenyum menunduk sesuai unggah-ungguh jawa menunjukkan kesopanan.

Tiba di Kos, sapaan dari penghuni yang didominasi mahasiswa berbagai macam kampus besar menayakan pulang Ospek dibalas senyuman keduanya sambil mengangguk berjalan menuju kamar mereka. Kos ini seperti satu rumah besar dengan selasar panjang berisi kamar-kamar kecil. Terdiri dua lantai dan satu rooftrop untuk menjemur pakaian. Satu ruang tamu didepan untuk menerima tamu khusus kaum Adam bukan keluarga.

"Fa, cepet! Wis pengin adus, mambune ra karuan (udah pengin banget mandi, baunya nggak tahan)!" keluh Milly menyandar ditembok dekat pintu kamar. Badannya sudah lengket keringat, bau badan tak perlu diragukan membuat orang pingsang.

Jantung Ifa tersentak, merasakan kunci di saku Jakunnya tidak ada. Mengecek rok sampai tas pun sama tidak ada kemudian melirik Milly cemas. "Miiiil..."

"Kenang ngapa (Ada apa)?" Milly menoleh mengernyitkan dahi.

"Kuncine ilang (Kuncinya hilang)." Ifa menarik dua kain sakunya keluar. Nihil. "Priben kie? Ilang temenan (Gimana ini? Hilang beneran)," rengek Ifa memanyunkan bibir.

Milly terkejut seketika berdiri tegap kemudian tertawa menepuk bahu Ifa. Menyipitkan matanya. "Ora sah guyon! Lawakan suwe kue, ah! (Nggak usah bercanda! Lawakan lama itu, ah!)"

"Temenan kie! Yuh, balik maning! (Beneran ini! Ayo, balik lagi!)" tekan Ifa ekspresi wajah kalutnya tak berubah hendak menarik tangan Milly pergi. Dari situ Milly sadar jika sahabatnya ini tidak bohong.

"Lah, ganingka bisa (kenapa bisa)?" Mata Milly seketika membulat. Kesalnya langsung mencair tenang membuka sleting tas. "Enko sit iki esih ana (Bentar dulu ini masih ada) cadang... YAAAAH!" Milly setengah berteriak menepuk jidatnya menoleh ke arah Ifa yang sudah berharap. "Kunci cadangan didalem," tunjuknya ke arah pintu.

"Yaudah kita cari sekarang!"

Milly menahan tangan Ifa sejenak yang terus menariknya hingga depan gerbang kos. Helaan napas keluar melihat kaki Ifa bergerak tak tenang.

"Tenangin pikiran dulu. Inget-inget terakhir ada dimana?"

"Mil, kalau jatuh di kereta atau angkot itu lebih susah lagi."

Sebuah Orasi CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang