Halo semuaa kita ketemu lagi😊
Jangan Pelit Vote dan comment yang banyak!
Selamaaat Baca semuaa...
********************************>>>>>>>>>>>******************************
Tamat. Panas dingin sekujur tubuh Ifa memegang botol minumnya yang masih terbuka. Kering, tenggorokannya reflek menelan ludah. Mulutnya gelagapan bingung harus menjawab ucapan Elang secara tak langsung memancing ingatannya ke kejadian sebelumnya. Kiri kanan sorot mata anak hukum mengarah padanya seakan siap menerkam. Kabur otomatis digebuki satu desa.
Pandangan Ifa kembali pada Elang yang menatapnya tajam. "Ma-ma-maaaf Kaaak..."
Elang menghela napas, satu dua langkah memangkas jarak mendekati Ifa. Slet, meraih botol minum perempuan berkuncir berponi itu lalu meneguk isinya dan sisanya diguyur keatas kepala. Air mineral itu mengalir hingga ke rahang tegasnya.
Disisi lain aksi Elang menghipnotis kaum hawa. Julia menyenggol tangan Ifa dengan sekotak tisu memberi inisiatif pada sahabatnya itu untuk diberikan pada Elang.
"Ini Kak bersihin dulu. Saya beneran tidak sengaja." Suara Ifa bergetar begitu juga tangannya menyodorkan kotak tisu. Pingsan, itu lebih baik menurutnya. Tidak ada kata lain selain maaf terus terucap dari bibir Ifa dan setia menunduk.
"Kak Elang, temen saya ini kaget. Ini murni nggak sengaja," bela Milly.
"Iya Kak, Ifa nggak bermaksud nyembur-" tunjuk Julia ke wajah Elang. Bibirnya segera terkatup tidak berani melanjutkan ucapannya.
Ifa dan Milly sontak melotot kearah Julia. Juju kenapa ngucap nama Ifa segala? Dalam batin keduanya sebelum beralih menatap Elang kembali.
Wajah dingin selempeng jalan tol itu mengabaikan suara dua perempuan tengah jadi penengah dan sodoran kotak tisu. Elang maju satu langkah lebih dekat pada Ifa. Ifa meneguk ludah kemudian menghela napas lega ketika lelaki itu hanya menyerahkan botol minum miliknya.
"Gue maafin, thanks airnya," ucap Elang mengambil bola basket melemparnya pada Risvan sembari berlari ke lapangan.
Setelah kepergian lelaki bermata setajam Elang seperti namanya Ifa memutar botol minum airnya tandas. Kemudian lensa Ifa bergerak mengikuti pergerakan lelaki itu berlari men-dribel bola basket menghindari Ivan. Kating Jagal.
Tatapan tajam Elang akhirnya bertemu dengan Ivan. Sengit saling mengicar poin dipenghujung permainan. Waktu terus berjalan mundur tinggal beberapa detik lagi. Perdebatan mereka beberapa waktu lalu setelah kejadian perpeloncoan Ivan menambah percikan amarah.
Elang menghela napas kasar. Gejolak amarah tak bisa lagi ditahan. Hanya ada mereka berdua, pintu Ruang Sekret tertutup rapat. Acara pembekalan masih berlangsung di Auditorium.
"Sikap lo ini, Van, brengsek!"
"Apa lo bilang!?" Tangan Ivan mengepal kuat melangkah maju satu langkah.
Satu sudut bibir Elang terangkah, menatap jenggah Ivan. "Melampiaskan amarah lo ke orang lain yang nggak tau apa-apa, kalau bukan brengsek apa namanya?" Ada penekanan kata kasar pada kalimat Elang.
"Brengsek mana gue sama lo dengan aturan goblok lo itu!" Mata Ivan menatap nyalang Elang.
"Setidaknya itu terbaik untuk sebuah komitmen dan tanggung jawab. Bukan kayak lo!" tegas Elang melangkah pergi. Ivan seketika diam menggertak giginya.
"Gue nggak akan kalah sama lo!"
"Buktiin!" datar Elang segera melakukan dribble behind the back-membawa bola ke belakang tubuhnya dan menggulirkannya ke tangan yang berlawanan. Mengelabui Ivan dan menciptakan celah melewatinya mudah. Dengan cepat Elang tak menyia-nyia kesempatan, ia melakukan tembakan pada detik terakhir dan akhirnya masuk ring.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebuah Orasi Cinta
Подростковая литература"Nggak panggil Kak lagi, nih?" "Maaalleees." Ifa memutar bola matanya. "Dulu aja suka panggil Kak teruuus..," goda Elang tersenyum tengil. "Sebelum lo ngeselin!" "Gue ngeselin tapi ngangenin kan?" "Idiiih... Loken (masa)? Pede buaanget!" Ifa menge...